Bandar maupun petaruh di dunia judi, akan mengatur hasil pertandingan untuk mendapatkan keuntungan. Lalu apakah hasil pemilu (quick qount dan real qount) juga dijadikan ajang perjudian?
Politik match fixing dalam pemilu memang belum terdeteksi untuk tujuan murni berjudi. Perlu kajian mendalam untuk membuktikan korelasi antara hasil akhir pemungutan suara di TPS dengan taruhan kemenangan berupa uang atau barang yang dilakukan bandar maupun petaruh judi dalam setiap kontestasi di TPS.Â
Tetapi angka-angka lembaga survei tentang hasil terkait elektabilitas atau persentase keterpilihan seorang kandidat diduga sudah cenderung berdasarkan pesanan bayaran, yang tentunya dimaksudkan untuk memberi keuntungan awal dalam membangun image seorang kandidat untuk memengaruhi pemilih melalui pikiran. Inilah salah satu cara merealisasikan 'berpikir gambling'.
Di sisi lain, berpikir gambling diterapkan juga pada money politics melalui vote buying, yang tidak lagi dibaca sengaja dilakukan untuk memengaruhi konstituen agar konsisten memilih salah satu calon, melainkan dapat dibaca pula sengaja dilakukan agar konstituen tidak memilih calon lainnya.Â
Suara abstain misalnya, kini tidak lagi bisa sekadar dibaca dengan alasan bahwa pemilih melakukannya karena hak untuk tak memilih, melainkan bisa dibaca karena dibayar untuk tidak memilih.Â
Kemungkinan-kemungkinan untuk menghambat suara bagi kemenangan salah satu calon, dan sebaliknya melancarkan kemenangan untuk seorang calon lainnya sudah biasa dilakukan dengan berbagai kecurangan. Mengapa kecurangan terus dilakukan dalam setiap pemilu tapi nyaris tak ada pembatalan keterpilihan atas perilaku curang?
Sikap batin pemilih cenderung dipengaruhi oleh pemicu di awal-awal pelaksanaan pemilu mulai dari pra pendaftaran calon hingga hari pencoblosan. Dipicu oleh peristiwa-peristiwa besar, unik, simpatik sampai janggal. Dipengaruhi oleh ilusi digital magnetis yang di dalamnya mengandung cara berpikir gambling dan kemudian disebar luaskan dalam konteks elektabilitas, narasi tesis orang baik, peristiwa putusan hukum pencalonan baik dari sisi kiri maupun kanan, branding, pencitraan, black campaign, pink campaign, green campaign hingga vote buying.Â
Sebuah cara berpikir dengan menempatkan prinsip judi ke dalam akalbudi, yang dengannya berupaya memengaruhi tim pemenangan, kelompok atau partai dan para pendukungnya untuk menang kontestasi dengan cara apa pun. Termasuk di dalamnya jika harus menggunakan cara berpolitik dengan melakukan beraneka macam pelanggaran atau kecurangan di pemilu baik pilpres, pileg maupun pilkada yang dilakukan berulang kali dalam rentetan waktu sejak tahap pra pendaftaran calon hingga proses perhitungan suara final (politik persistent infringement).
Akhirnya, seperti daya tarik judi yang sedemikian melenakan otak para pecandunya melalui sugesti, propaganda, afirmasi hingga imajinasi tentang kemenangan; uang yang mengganda berkali lipat atau kepastian akan kaya, demikian pulalah otak para konstituen atau pemilih dipengaruhi dan dilumpuhkan dengan cara apa pun untuk tujuan kemenangan, inilah yang dimaksud dengan politik match pixing. Â
Berpolitik dengan berbasis pada realisasi dari cara berpikir gambling, yaitu menciptakan narasi kemenangan di depan melalui janji-janji dan cara apa pun termasuk kecurangan dalam upaya memengaruhi benak para konstituen atau pemilih guna menginjeksi keadiksian pilihan.
Maka ketika bagian kecurangan-kecurangan dari penggunaan politik match fixing yang telah terimplentasi di gugat, sifat dan kekuatannya identik dengan aktivitas perjudian dan bandar-bandar judi yang sulit diberantas atau dengan kata lain tidak bisa diberantas secara keseluruhan dan permanen karena ada kekuatan tak kasat mata dan oligarki yang tak mampu ditembus. Suatu ironi kelumpuhan hukum dan kepastian hukum yang menjelma menjadi antara ada dan tiada.