Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenal Politik Persistent Infringement dan Ancaman Bahayanya di Pilkada

26 Agustus 2024   13:26 Diperbarui: 27 Agustus 2024   13:46 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Tangkapan layar instagram @najwashihab/kompas.com 

Pilkada Threshold. Pemilihan kepala daerah kini tidak lagi terhambat ambang batas persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan perwakilan yang biasanya dilihat dari presentase perolehan suara di pemilu. 

Kabar gembira diterima sebagian besar masyarakat yang selama ini geram dan berupaya redam terhadap Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 , menyusul keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Meskipun sempat mendapat perlawanan melalui Baleg DPR dalam rapat RUU Pilkada, yang cenderung merujuk pada Putusan MA untuk pelaksanaan UU Pilkada, gerakan masyarakat yang cepat tanggap dalam mengawal Putusan MK membuat DPR membatalkan RUU Pilkada. 

Sampai akhirnya, DPR menegaskan bahwa aturan pendaftaran Pilkada pada 27 Agustus 2024 mendatang tetap mengacu pada putusan MK terbaru. 

Maka berdasarkan Putusan MK, meskipun ditinggal sendirian oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM), PDIP dapat mengajukan calonnya di Pilkada Jakarta. 

Putusan MK tentu berdampak juga pada pemetaan koalisi politik di berbagai daerah. Termasuk bagi calon-calon kepala daerah yang awalnya patah arang untuk maju ke Pilkada karena tidak dapat memenuhi syarat, kini kembali memiliki peluang. 

Namun, euforia atas Putusan MK, yang oleh seorang akademisi dikatakan bahwa MK telah menemukan kembali akal pikirannya, tidak berarti bahwa proses pelaksanaan pilkada akan terbebas dari pelanggaran atau kecurangan. 

Baca juga: Berpikir Taktis

Sebab potensi pelanggaran atau kecurangan di pilkada serentak dalam konteks arogansi lokalitas justru bisa jauh lebih kompleks dibanding pilpres dan pileg. Asumsi ini bisa dibuktikan melalui sebuah studi yang pernah dilakukan oleh Universitas Gajah Mada.   

Sebuah penelitian dalam Gugus Tugas Papua untuk melihat peta dan sumber konflik pilkada langsung di Papua tahun 2005 hingga 2020.

Hasil studi menunjukkan pilkada langsung di Papua tidak pernah sepi dari konflik, mulai dari prapelaksanaan hingga pascapilkada. Aktor yang terlibat juga beragam, mulai dari elit partai politik, pasangan calon, tokoh masyarakat, dan penyelenggara Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun