Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Garuda Biru Kawal Anomali di Balik Politik Tackling Pilkada

22 Agustus 2024   11:20 Diperbarui: 22 Agustus 2024   12:04 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Tangkapan layar instagram @najwashihab/kompas.com

Tulisan peringatan darurat melengkapi lambang burung garuda berlatar warna dasar biru dongker, tersebar di berbagai media sosial. Peringatan darurat ditujukan kepada siapa? Darurat dari apa? 

Peringatan darurat pada gambar lambang burung garuda biru rupanya merupakan ajakan untuk bersama-sama mengawal jalannya pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.

Sebuah gerakan peringatan darurat yang merujuk pada keanehan pilkada kali ini atau dengan kata lain perjalanan pilkada sejak mula tidak berjalan seperti biasanya. 

Keanehan mulai terasa diciptakan ketika elektabilitas tertinggi yang dimiliki salah satu calon terkuat pilkada Jakarta, Anies Baswedan terkena politik tackling hingga mengalami cedera parah sampai harus ditandu keluar dari kontestasi yang bahkan belum masuk tahap seleksi pendaftaran. 

Lebih parahnya lagi, partai Nasdem, PKB dan PKS yang pada awalnya mendukung untuk mengusung Anies, sepertinya ikut-ikutan melakukan tackling sehingga narasi pilkada melawan kotak kosong semakin mencuat.

Tetapi sebelum politik tackling yang dilalukan pada Anies terjadi, melalui putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23, sejumlah calon pilkada non elektabilitas yang memiliki kompetensi, kredibilitas, integritas, loyalitas dan berbagai kelayakan telah lebih dahulu di-tackling. 

Tackling yang dialami sejumlah calon lain dalam konteks tak mempunyai kesempatan secuil pun untuk maju pilkada ketika putusan MA Nomor 23 cenderung akan melenggangkan Kaesang Pangarep, yang kabarnya hanya mempunyai elektabilitas 1 persen. 

Sehingga seharusnya saat elektabilitas menjadi alasan utama bagi partai pengusung untuk memajukan seorang calon ke pilkada, Anies adalah calon yang tepat. Ada apa?

Anomali kembali muncul saat Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putuan Nomor 60/PUU-XXII/2024. 

Sebagaimana diketahui, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta dipastikan turun drastis setelah MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Permohonan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora. 

Hasilnya, MK "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa. 

Keputusan ini memberikan harapan baru dalam pencalonan gubernur Jakarta, yang sebelumnya menuai polemik karena "borong tiket" dengan arti lain di-tackling oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Namun faktanya tidak demikian, maksud tagar peringatan darurat dengan gambar lambang burung garuda yang muncul di media sosial dan Google ternyata muncul setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dengan kecenderungan membatalkan putusan MK. 

Dahsyatnya politik tackling melalui jalur hukum dengan menciptakan anomali. Putusan MA atau putusan MK yang akan digunakan. 

Penetapan usia pencalonan saat pelantikan (putusan MA) atau saat pendaftaran calon (MK) yang akan dipakai, mengapa politik justru seakan berada di atas hukum ketika pada akhirnya keputusan ada di tangan DPR? 

Dalam dunia sepak bola, tackling biasanya dilakukan untuk alasan antara lain, ketika seorang pemain lawan yang sedang menggiring bola dianggap sudah berada dalam posisi membahayakan gawang.

Saat seorang pemain tampak tidak mampu mengambil alih bola dari lawannya dan tidak terima secara emosional dilewati begitu saja, dan dilakukan pada pemain-pemain yang memang sudah menjadi target tackling karena dinilai berbahaya dan menimbulkan golfobia. 

Pemain-pemain yang menimbulkan golfobia seperti Lionel Messi, Christiano Ronaldo, Robert Lewandowsky, Pele, Dieoga Armando Maradona, Gerd Muller, Romario, Eusebio, Zico, Josef Bican, Ferenc Puskas dan pemain dengan pencetak gol terbanyak lainnya, bagi tim lawan adalah maut. 

Maka mereka adalah pemain-pemain yang umumnya ditarget untuk di-tackling agar menghambat teknik dan kepiawaiannya serta pergerakannya di dalam kesatuan tim. Bahkan jika perlu dikeluarkan dari pertandingan dengan cara dicederai. 

Dalam konteks politik, demokrasi dan kontestasi pilkada kali ini, pemain itu bernama Anies Baswedan. Ia di-tackling dari segala sisi. Aniesfobia. 

Entah lahir atas dasar ketakutan dari sisi mana ketika Aniesfobia mengemuka di jelang pilkada 2024. Padahal jika merujuk gol politik yang tercipta, sebagian besar orang yang tidak mendukung mengatakan Anies minim prestasi. 

Banyak kebijakan dan hasil kerja Anies dinilai nol seperti gagalnya program rumah DP nol yang diusungnya. Bila demikian kapasitas penilaian terhadap Anies Baswedan, mengapa harus Aniesfobia? 

Referensi:  nasional.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun