Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpikir Ikhlas

12 Agustus 2024   18:31 Diperbarui: 12 Agustus 2024   18:33 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Diolah dari cover buku bertema ikhlas/gramedia.com

Agar segala perbuatan direalisasi dalam konteks positif dan mempunyai hasil akhir yang baik, perbuatan seharusnya direalisasikan lewat proses berpikir ikhlas. Sehingga setiap perbuatan dalam konteks perilaku kebiasaan tanpa melalui proses berpikir atas respon perbuatan sehari-hari senantiasa masuk dalam peta kebiasaan baik.

Setiap manusia memiliki kebiasaannya masing-masing, kebiasaan itu bisa terpetakan dalam dua hal, yakni kebiasaan baik dan kebiasaan buruk. Seseorang yang dalam benaknya senantiasa berpikir ikhlas, maka perilaku kebiasaan yang melekat pada dirinya cenderung kebiasaan yang baik. Tapi tentu saja, sifat ikhlas tidak bisa dideteksi oleh hanya kebiasaan-kebiasaaan baik yang dilakukan oleh seseorang.

Kata Ikhlas dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih (kejujuran); tulus hati (ketulusan hati) dan kerelaan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata ikhlas berasal dari kata 'khalasha' yang mempunyai pengertian tanqiyah asy-syai wa tahdzibuhu (mengosongkan sesuatu dan membersihkannya). 

Baca juga: Berpikir Maestro

Arti ikhlas adalah mengerjakan segala sesuatu yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya (ibadah) dengan penuh ketulusan semata-mata hanya untuk mendapat keridhaan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Bila ikhlas ditempatkan di antara adab dan ilmu, maka boleh jadi ikhlas akan menjadi bagian dari adab di atas ilmu. 

Salah satu nilai tingginya sifat ikhlas yaitu sifat yang menggambarkan kerelaan seseorang dalam melepas berbagai fasilitas, imbalan, keinginan, kebutuhan hingga balasan surga sekalipun, yang sudah ada di hadapannya atau akan diterima olehnya. Inspirasi kerelaan ini tergambar pada kisah hidup seorang sufi bernama Rabi'ah Al Adawiyah. 

Dikisahkan bahwa suatu hari Al Adawiyah pernah keluar dari rumah dengan membawa kendi dan obor. Melihat hal tersebut, masyarakat disekelilingnya merasa heran dan penasaran.  Ketika Rabiah Al Adawiyah ditanya oleh masyarakat apa yang akan dia lakukan dengan kendi dan obor yang ada dikedua tangannya tersebut, dia menjawab bahwa dia hendak memadamkan neraka dengan air di kendinya dan membakar surga dengan obor. Hal tersebut dilakukan olehnya agar orang-orang tak lagi beribadah kepada-Nya hanya untuk mengharapkan surga dan neraka.

Baca juga: Berpikir Profesor

Sebuah syair yang dilatunkan oleh Rabi'ah Al Adawiyah juga menunjukkan sebagai sikap penggambaran sifat ikhlas yang tercermin di dalamnya, "Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya. Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, Janganlah engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku.

Tetapi siapa manusianya yang akan dengan rela melepas segala harta, tahta, fasilitas yang telah dimiliki atau imbalan, keinginan, kebutuhan bahkan balasan surga yang sudah ada di depan mata dan/atau pasti akan diterimanya? Siapa manusianya yang punya kerelaan atas kehilangan harta, tahta, fasilitas, orang yang dicintai hingga harga diri, kebebasan atau rasa cinta karena diambil atau dirampas secara paksa hingga meninggalkan jejak rasa kecewa atau sakit hati? 

Baca juga: Berpikir Kriminal

Memaafkan lalu melupakan semestinya datang dari keikhlasan hati sehingga apa pun bentuk kecewa dan sakit hati tidak akan tersimpan sebagai dendam yang suatu saat dapat dilampiaskan karena seseorang yang mengalami telah rela melepas apa pun atas kehilangan sesuatu dari dirinya, termasuk rasa kecewa dan sakit hati. Orang yang selalu siap dan rela melepaskan adalah mereka yang berusaha belajar dan memulainya dengan berpikir ikhlas dalam menjalani kehidupan. Apakah berpikir ikhlas menjadi penting dan harus berusaha di pelajari? 

Berpikir ikhlas berarti  menanamkan ingatan dalam akalbudi agar mengerjakan segala sesuatu yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya (ibadah) dengan penuh ketulusan semata-mata hanya untuk mendapat keridhaan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Mengapa orang harus berpikir ikhlas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun