Di titik itulah konten-konten atau komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosial digital tak peduli adab, kesopanan, norma kebaikan, etika, adat istiadat, nilai sosial yang luhur, agama, hak orang lain maupun hukum yang berlaku. Demi viral dan akhirnya cuan, konten atau komunikasi yang berisi kontroversi, provokasi, sensasi, hal sepele, hoaks, ujaran kebencian dan SARA serta konten atau komunikasi negatif lainnya justru terus bertumbuh dan berkembang.
Berpikir cuan sejatinya datang dari niat dan tujuan baik untuk mendapatkan penghasilan finansial guna membantu perekonomian diri dan/atau keluarga, memperbaiki keadaan ekonomi dan status sosial diri dan/atau keluarga. Terlebih untuk yang bertujuan lebih mulia jika berhasil meraihnya, yaitu hendak membantu perekonomian sesama manusia. Atas dasar niat dan tujuan baik inilah orang akan berupaya meraih tujuannya dengan cara dan strategi positif.Â
Namun karena minimnya aturan dan pengawasan serta sistem aplikasi, platform digital atau platform media soosial yang tidak mampu memilah untuk memberikan penilaian hanya dari sisi mutu atau kualitas konten maupun komunikasi dalam interaksi digital, akumulasi keterlibatan audiens (engagement rate) dengan segenap turunannya seperti jumlah viewer, follower, subscriber, click, like, tap love, comment atau lainnya, yang malah ditentukan oleh sisi kuantitas justru melahirkan kompetisi tak sehat, tak cerdas dan sangat berpotensi mengubah niat dan tujuan berpikir cuan.
Di benak banyak orang sekarang, mereka tidak akan lagi berfokus pada cara dan strategi positif ketika berupaya meraih cuan di dunia digital. Ketika orang lain melakukannya, menggunakan cara dan strategi curang, bohong atau menentang adab, kesopanan, norma kebaikan, etika, adat istiadat, nilai sosial yang luhur, agama, hak orang lain maupun hukum yang berlaku, lalu faktanya cuan bisa mengalir ke orang tersebut, makacara dan strategi itu cenderung diikuti.
Di dunia digital, kini setiap orang tidak hanya bersaing oleh yang tak kasat mata atau tak terlihat seperti yang kerap dinarasikan oleh Prof. Rhenald Kasali pada banyak konten yang diunggahnya di channel YouTube, melainkan juga bersaing dengan kriminal-kriminal digital yang sulit dijerat secara hukum.
Melalui tulisan 'berpikir cuan' penulis berharap ada regulasi, sistem, aturan atau apa pun itu yang dapat membatasi ruang-ruang digital untuk tidak lagi mengutamakan akumulasi penilaian hanya berdasarkan kuantitas tetapi seharusnya berdasarkan mutu atau kualitas.Â
Mari 'berpikir cuan' dengan niat dan tujuan positif serta dilakukan melalui cara dan strategi positif dengan membuat konten-konten positif dan komunikasi positif dalam setiap interaksi sosial di dunia digital!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H