Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Generasi Munafik Data Statistik

11 Juli 2024   19:37 Diperbarui: 11 Juli 2024   21:10 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: SUPRIYANTO/SPY/KOMPAS.ID

Suatu ketika ada seorang pengendara motor ditanya, lebih aman mana antara mengemudi motor berkecepatan tinggi (ngebut) dengan berkendara santai atau lambat? 

Cara berpikir otak manusia yang cenderung berada dalam kondisi berpikir cepat, umumnya akan menjawab santai atau lambat. Salah satu sebabnya adalah bahwa kata santai atau lambat lebih dekat pada kata aman atau selamat.  Sesuai dengan ungkapan biar lambat asal selamat. 

Tetapi faktanya, korban kecelakaan yang dialami oleh pengendara motor tidak sesering karena motornya menabrak, melainkan ditabrak. Artinya, kecelakaan bisa terjadi bukan lantaran seorang pengendara sudah hati-hati atau waspada, melainkan karena pengemudi lain tidak hati hati-hati atau waspada. 

Beranjak dari perspektif jawaban itu, ketika dikaitkan pada pentingnya jaga data pribadi untuk menjaga keamanan dan keselamatan diri dari berbagai upaya dan jenis penyalahgunaan data, kehatian-hatian atau waspada seperti apa yang bisa menjamin orang lain tidak menyalahgunakan data pribadi yang sudah telanjur diberikan atau diijinkan digunakan untuk kepentingan setiap individu dalam melakukan berbagai pengurusan administrasi digital? 

Seperti berita penyalahgunaan data yang baru-baru ini terjadi misalnya, dengan dalih urusan administrasi terkait lamaran kerja, sekira 26 data pribadi pelamar kerja digunakan oleh orang tak bertanggung jawab untuk melakukan pinjol. Kerugian atas penyalahgunaan data tersebut ditaksir mencapai Rp 1 miliar. Apakah kasus penyalahgunaan data pribadi untuk pinjol sepenuhnya jadi kesalahan pemilik data pribadi?

Data pribadi bagi setiap orang di era digital memiliki dua sisi mata uang. Satu sisi sangat dibutuhkan untuk keperluan registrasi digital di berbagai platform digital atau platform media sosial, baik registrasi non formal maupun registrasi yang sifatnya formal. Di sisi sebelahnya, data pribadi yang telah beralih ke pihak lain sangat rentan disalahgunakan. 

Masalahnya, ketika data pribadi tiap individu telah berada di tangan pihak lain, pemilik data pribadi tak lantas mempunyai kuasa lagi untuk melakukan verifikasi atau validasi terlebih dahulu saat data pribadinya akan disalahgunakan. 

Oleh karenanya, berdasarkan fakta yang ada, seperti kehati-hatian atau waspadanya seorang pengendara motor yang bisa celaka karena ditabrak oleh pengendara lain, begitu pula yang terjadi pada data pribadi setiap orang, sehati-hatinya atau sewaspadanya orang menjaga data pribadi tapi ketika data tersebut sudah di tangan pihak lain, pemiliknya tak punya kuasa untuk menghindari penyalahgunaan. Jika demikian, bagaimana caranya menangkal penyalahgunaan data pribadi?

Sebelum menjawab pertanyaan yang dasarnya berasal dari suatu objek data yang mempunyai unsur dua sisi mata uang, setiap individu yang berupaya melakukan pengamanan data pribadi sementara data itu juga digunakan dengan cara menyerahkan dan mempercayakan kepada pihak lain, ibarat pengendara motor yang tidak punya pilihan untuk memastikan keamanan dan keselamatan dirinya dari ketidakhati-hatian atau ketidakwaspadaan pengendara lain ketika dirinya sudah sangat berusaha untuk hati-hati atau waspada di jalan saat berkendara. 

Maka beranjak dari dua sisi mata uang atas manfaat dan sebaliknya akibat yang bisa ditimbulkan oleh penyalahgunaan, data pribadi kemudian menjadi salah satu informasi bahwa dunia digital dapat menciptakan sebuah objek data statistik yang saling berlawanan atau dengan kata lain munafik data statistik. 

Yaitu suatu kondisi yang saling berlawanan antara satu dan lainnya dalam memanifestasikan sebuah objek data yang dapat mengakumulasi data statistik, dan ternyata bisa menempati dua posisi secara bersamaan, atas dan bawah atau tinggi dan rendah.      

Seperti kondisi munafik data statistik yang termuat pada portal berita kompas.com, bahwa orang Indonesia dikenal dengan keramahan dan sopan santun yang kental dengan adat ketimuran. Sementara dalam survei Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara. 

Bahwa dari total 32 negara yang disurvei pun Indonesia menduduki peringkat bawah yakni urutan ke-29. Ada 32 negara dan 16.000 responden yang terlibat di penelitian itu. Di Indonesia sendiri, ada 503 responden yang diberikan beberapa pertanyaan tentang adab berkomunikasi secara digital. Artinya, berdasarkan hasil penelitian itu tingkat keramahan dan kesopanan warganet di Indonesia tergolong rendah.

Munafik data statistik lainnya juga dapat terbaca dari  hasil survei Litbang Kompas periode Juni 2024, yang mencatat naiknya citra positif terhadap lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebesar 1,5 persen. Hal tersebut jika diperbandingkan dengan hasil survei Litbang Kompas pada Desember 2023 lalu. Dilansir dari hasil survei Litbang Kompas yang dimuat di Kompas.id pada Senin (1/7/2024), survei secara telepon periode 18 - 20 Juni 2024 mengungkap 73,1 persen responden memberikan penilaian positif terhadap citra Polri. 

Sedangkan di sisi lain, seperti diketahui bahwa sejak kasus Vina-Eky Cirebon mulai viral dan kembali mendapat sorotan publik digital, lembaga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) justru mendapat cacian, hujatan, kritik dan penilaian negatif lain yang luar biasa kenaikan data statistiknya. Penurunan citra positif tersebut diperparah dengan terkuaknya penanganan polisi yang dinilai tidak profesional pada kasus kematian Afif Maulana di Sungai Kuranji, Padang, Sumatera Barat.

Demikianlah dua contoh munafik data statistik dari dua objek data yang akumulasi statistiknya saling berlawanan atau bertentangan antara satu dan lainnya, yang sekaligus menunjukkan bahwa munafik data statistik hanya cenderung dapat tersaji secara terang-terangan pada sebuah generasi, yakni generasi yang identik dengan penggunaan fasilitas teknologi digital, generasi ngonten atau disebut generasi topping. Sebuah generasi yang mempunyai indikasi karakteristik munafik, karakteristik yang menunjukkan tidak adanya kesesuaian antara perkataan dan tindakan, antara konten yang dibuat dengan kenyataan, antara data yang dihasilkan oleh riset dan akumulasi hasil enggagement rate, atau ketidaksesuaian lainnya.

Begitupun yang terjadi pada manfaat dan ketidakmanfaatan data pribadi saat disalahgunakan oleh pihak lain sehingga menjadi dasar terciptanya generasi munafik data statistik. 

Oleh sebab itu, cara untuk menangkal penyalahgunaan data pribadi yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan registrasi digital sekaligus menjadi cara penting dalam menjaga data pribadi agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain adalah dengan memperketat regulasi registrasi digital untuk kepentingan apapun. 

Agar akhirnya dapat menciptakan jalan kehati-hatian atau waspada bagi pihak lain ketika telah menampung data pribadi banyak orang. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memperketat regulasi registrasi digital sekaligus menangkal penyalahgunaan data pribadi adalah dengan cara melakukan verifikasi onsite alias tatap muka pada setiap proses validasi digital minimal satu kali tatap muka. 


Referensi

https://nasional.kompas.com/read/2024/07/01/10215961/survei-litbang-kompas-citra-positif-polri-naik-731-persen-responden-beri

https://tekno.kompas.com/read/2021/03/03/07000067/orang-indonesia-dikenal-ramah-mengapa-dinilai-tidak-sopan-di-dunia-maya-?page=all   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun