Sejak Pegi Setiawan ditangkap dalam kasus Vina-Eky Cirebon, ada narasi tak logis yang dibangun oleh sebagian besar masyarakat yaitu bahwa tidak mungkin orang miskin apalagi dengan pekerjaan kuli bangunan melakukan tindak kejahatan atau perbuatan kriminal.Â
Narasi tersebut bisa dibantah dengan berbagai fakta kasus yang sudah terbukti dengan adanya tersangka, terdakwa dan terpidana yang berasal dari rakyat miskin dengan pekerjaan semacam kuli bangunan.Â
Seperti didapat dari berbagai sumber informasi daring, ada tiga di antara sekian banyak kasus yang melibatkan buruh bangunan sebagai pelakunya.Â
Kasus kesatu, pada Juni tahun 2013, seorang sales promotion girl (SPG) rokok, 22 tahun, ditemukan tewas di kamar kosnya di Jalan Lampersari, Lamper Kidul, Semarang Selatan. Pelakunya adalah seorang pria muda buruh bangunan, yang sudah satu bulan terakhir bekerja membangun rumah di belakang tempat kos korban.Â
Kedua, masih di wilayah Semarang di tahun 2014, seorang mahasiswi sebuah universitas negeri dibunuh di rumah pamannya oleh seorang pekerja buruh bangunan yang bekerja di samping rumah tempat tinggal paman korban.Â
Ketiga, di tahun 2023, seorang Dosen di sebuah universitas negeri di Solo tewas dibunuh oleh buruh bangunan yang dipekerjakan di rumah korban lantaran sakit hati setelah dikatakan bahwa hasil pekerjaannya tidak beres.Â
Maka berdasarkan tiga kasus dari sekian fakta kasus yang ada, narasi yang seharusnya dibangun di kasus Vina-Eky Cirebon adalah Pegi Setiawan bukan pelaku kejahatan atau bukan pelaku perbuatan kriminal tanpa embel-embel status sosial atau pekerjaannya.Â
Akan tetapi, tereksposnya kasus Vina-Eky Cirebon dari hari ke hari telah menciptakan ruang edukasi hukum kepada seluruh lapisan masyarakat. Membuka ruang universitas kehidupan terbuka terkait pengetahuan dan wawasan hukum lewat jalur pendidikan nonformal di dunia digital.Â
Ruang edukasi hukum itu tersaji di berbagai acara podcast, diskusi, debat atau acara lainnya di media sosial serta di beragam tayangan program acara televisi sejak kasus Vina-Eky Cirebon viral seusai pemutaran film Vina Sebelum Tujuh Hari. Sampai kemudian menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bagaimana proses dan pelaksanaan hukum seharusnya berjalan.Â
Setidaknya, masyarakat tahu sebuah kata kunci bahwa peristiwa hukum dengan segala proses dan eksekusinya, semestinya selalu mengacu pada kata 'logis'. Dalam arti kata runut atau sesuai kronologis, masuk akal, saling berkaitan atau memiliki korelasi antara satu dan lainnya, dan tidak keluar dari koridor ketentuan hukum yang berlaku.Â