Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menolak Relasi Kuasa Rayuan Maut dengan Sikap Profesional dan Self Defense

13 Juli 2024   05:31 Diperbarui: 13 Juli 2024   06:14 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: HERYUNANTO/CHY/KOMPAS.ID

Dalam dunia kerja terdapat dimensi relasi yang terhubung dengan kekuasaan yang terkait erat dengan keberadaan pimpinan, bos, atasan, ketua, kepala, CEO atau apapun sebutan yang menunjukkan kuasa. 

Pada konteks rayuan bos adalah maut, bahasa maknanya lebih sebagai cara memengaruhi anak buah atau bawahan agar mau bekerja sama atau berkenan melakukan apa saja yang diinginkan oleh sang bos untuk suatu pekerjaan di luar koridor profesionalisme atau ajakan melakukan perbuatan melanggar aturan, etika, norma, nilai atau hukum yang berlaku. 

Ajakan tersebut cenderung berupa kesepakatan untuk melakukan tindakan yang menghasilkan keuntungan atau kesenangan bagi bos. Sedang di pihak bawahan lebih dominan mendapat kerugian dan kesiapan menerima akibat buruk atas kesepakatan melakukan tindakan yang diinginkan oleh bosnya. 

Seperti kasus yang menimpa seorang wanita anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Den Haag Belanda, yang menjerat pimpinan KPU, Hasyim Asy'ari dengan pelanggaran etik terkait perbuatan asusila. 

Pelanggaran pimpinan KPU atas tindakan asusila bermula dari relasi kuasa Hasyim Asy'ari yang digunakan untuk melampiaskan keinginannya melalui 'rayuan maut' jika boleh diganti dengan frasa yang lebih tepat 'rayuan gombal'.

Salah satu rayuan gombal di antara sekian rayuan gombal lain yang dilontarkan Hasyim Asy'ari kepada korban, yang paling mungkin dapat meluluhkan pertahanan hati wanita adalah 'janji nikah'. Hal ini sesuai dengan informasi yang beredar di berbagai sumber media daring bahwa terdapat surat perjanjian di atas materai yang isinya mengarah pada janji nikah dan denda sekian rupiah bila ingkar. 

Maka merujuk pada informasi tersebut, maaf beribu maaf bila kasus itu harusnya disebut sebagai kasus penipuan atau lainnya. Bukan kasus asusila jika kontek asusila yang dimaksud adalah pelecehan seksual, perbuatan cabul atau pemaksaan berhubungan intim dengan ancaman atau kekerasan tanpa kesepakatan apapun. Mengapa bukan kasus asusila? 

Bukankah tidak ada pelaporan langsung ke pihak berwenang setelah terjadinya pemaksaan hubungan intim? Oleh karenanya, selaras dengan pendapat pengacara kondang Farhat Abbas bahwa hubungan antara ketua KPU dan CAT lebih cenderung layak disebut hubungan dua orang dewasa  atas dasar suka sama suka, yang diawali oleh pengaruh relasi kuasa rayuan gombal. 

Rayuan gombal di bawah pengaruh relasi kuasa tentunya memiliki daya lebih ampuh dalam menaklukkan seseorang ketimbang rayuan gombal dari relasi biasa. Terlebih jika dibarengi dengan iming-iming uang atau materi lainnya. 

Belajar dari kasus relasi kuasa rayuan gombal, diperlukan sikap profesional bawahan dalam upaya menolak segala bentuk pengaruh relasi kuasa atasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun