Beranjak dari istilah referendum yang oleh KBBI diartikan sebagai penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya (jadi, tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen); penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan dengan pemungutan suara umum (semua anggota suatu perkumpulan atau segenap rakyat), yang selaras dengan perilaku sosial yang menjadi temuan di dalam konten-konten bertopik kasus Vina-Eky Cirebon atau peristiwa hukum putusan MA. Perilaku sosial digital apa yang selaras dengan arti referendum?Â
Pada kasus Vina-Eky Cirebon mencuat beberapa akun sentral digital yang mempunyai kekuatan bio dan/atau kerap berbagi sosial (social sharing), yang dalam generasi topping bisa disebut juga sebagai biosher (akun-akun yang memiliki kekuatan bio dan akun-akun yang mudah berbagi sosial). Salah satu tokoh sentral yang sangat dominan adalah pemilik akun TikTok @widiadagelanpolitik yang secara konsisten, lantang dan berani berbagi informasi tentang kasus Vina-Eky Cirebon.Â
Dalam konteks tulisan ini, salah atau benarnya konteks informasi kasus yang dibagikan oleh Ibu Widia sang pemilik akun, tidak  menjadi topik bahasan. Tetapi keberaniannya berpendapat, berargumentasi, dan mengungkapkan dengan lantang tentang keinginannya agar hukum di Indonesia harus ditegakkan seadil-adilnya dengan menyentil bahkan menyebutkan nama para petinggi di jajaran kepolisian membuat banyak warganet kagum, sejalur, sepakat hingga banyak yang membuat konten bertema kasus Vina-Eky Cirebon dengan mengambil sepersekian,sebagian atau keseluruhan konten sebagai referensi sekaligus mendompleng konten ibu Widia sesuai opini dan dengan analisanya masing-masing.Â
Konten ibu Widia kemudian tumbuh menjadi pionir ruang gema referendom (referendom echo chamber)Â yang menggaungkan keadilan dan menjadi tautan konformitas keadilan dan pertentangannya sebagai kelahiran ruang gema referendom lainnya yang berisi konten tentang keadilan dan pertentangannya melalui kasus Vina-Eky Cirebon. Tapi pada kenyataannya, konten-konten ibu Widia yang dijadikan referensi oleh topper-topper untuk konten yang dibuat dalam melahirkan ruang gema keadilan dan pertentangannya tidak selalu diambil melalui izin pemilik akun.Â
Selain itu, konten yang direferensi diambil dengan cara menyunting bagian-bagian yang diperlukan untuk mendukung kesesuaian opini pembuatnya saja. Sampai ketika konten hasil referensi suntingan yang dibuat tersebut tersaji di media sosial, ditemukan informasi bahwa para topper yang melakukan proses referensi penyuntingan untuk kesesuaian opini mereka memunculkan istilah disclaimer. Yaitu sebuah istilah yang berarti pernyataan apapun yang dimaksudkan untuk menyangkal sesuatu atau menghindari tanggung jawab atas sesuatu. Sehingga menciptakan persepsi bahwa konten-konten yang dibuat menggunakan referensi konten ibu Widia yang mengandung konsekuensi dan mengundang risiko hukum bukan menjadi tanggung jawab mereka, dan itu berarti konten yang dibuat hanya mendompleng nama ibu Widia untuk mendapat fase viral, dan tentunya menjadi bagian dari proses pencapaian tujuan meraih posisi puncak di generasi toping.   Â
Di peristiwa hukum putusan MA pun demikian, banyak bermunculan para biosher penggebrak serupa konten ibu Widia, yang berani mengungkapkan pendapat atas putusan yang tidak disukai atau diyakini bertentangan dengan prinsip hukum berkeadilan, direferensi oleh banyak topper dalam konteks pembuatan konten video kompilasi para biosher penggebrak tadi. Kemudian bagi para topper yang melakukan video kompilasi dari berbagai konten topper lainnnya yang berani dengan lantang mengulas tentang putusan MA nomor 23 sebagai bermasalah dan berupaya memposisikan putusan itu sebagai 'gol tangan tuhan' di waktu injury time hukum, hanya sebatas mendompleng konten-konten para biosher penggebrak sedangkan kontennya sendiri menyatakan disclaimer. Sehingga saat konten video kompilasi tentang ulasan putusan MA yang dibuatnya mengandung konsekuensi dan mengundang risiko hukum, sasaran hukumnya akan diarahkan pada topper-topper biosher penggebrak yang dengan kesadaran diri dan keberaniannya membuat konten ulasan menentang putusan MA. Â
Maka dari temuan konten-konten seperti itulah fenomena referendom terjadi di dunia digital di generasi topping. Sebuah fenomena penyerahan suatu masalah kepada orang banyak dalam ruang gema-ruang gema di dunia digital untuk dapat menentukan suatu persoalan melalui konformitas dan pertentangannya menggunakan konten yang dibuat dengan mereferensi dan mendompleng konten orang lain serta cenderung digunakan untuk meraih keuntungan diri dan menunjuk konten orang lain jika konten yang dibuatnya mengandung konsekuensi dan mengundang risiko hukum, dan pada sebagian pemaparan atas fenomena tersebut cenderung selaras dengan arti referendum, yaitu penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka yang menentukannya.Â
Fenomena referendom juga merupakan bagian yang identik dari proses plagiarisme atau plagiat yang mengambil video (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah video (pendapat dan sebagainya) sendiri dengan konteks penolakan tanggung jawab atas konsekuensi atau risiko hukum dan terkesan mengarahkan konsekuensi atau risiko hukumnya kepada pembuat video sumbernya, yang bisa saja terdapat dalam video yang dibuatnya. Karenanya, fenomena referendom justru cenderung mengandung unsur membahayakan bagi sumber referensi, bukan pada orang yang mengambil sumber referensi. Â Â
Untuk diketahui, kata referendom yang memiliki bagian keselarasan arti dengan kata referendum, berasal dari kata 'referensi' yang mempunyai korelasi dengan aksi plagiarisme atau plagiat dan gabungan kata 'dompleng' yang oleh KBBI diartikan ikut bertempat tinggal, makan, duduk, naik mobil, dan sebagainya dengan cuma-cuma, yang dalam konteks makna referendom berarti mempunyai korelasi dengan keikutsertaan memanfaatkan konten video orang lain tanpa mau membayar hak cipta, kadang juga mengambilnya tanpa izin dan bahkan menolak menanggung konsekuensi atau risiko hukum serta cenderung mengarahkan konsekuensi atau risiko hukum pada sumber konten video yang diambil atas konten video yang dibuatnya ketika tersandung masalah hukum. Â
Sederhananya, fenomena referendom adalah perbuatan mengambil keuntungan dengan menciptakan ruang gema digital yang bersifat konformitas dan pertentangannya untuk mengangkat akun dan konten pembuatnya dengan cara mereferensi konten orang lain yang sedang viral dengan kencenderungan menolak konsekuensi atau risiko hukum yang bisa saja terdapat dalam konten video yang dibuatnya. Â Â
Referensi  Â