Di luar fasilitas yang diberikan pada pengunjung restoran, pelayanan kru Mie Gacoan terhadap konsumen bisa dibilang cukup baik. Dari mulai parkir kendaraan, pesan menu makanan, menunggu pesanan, layanan pesanan, respon para kru hingga kebersihan yang ditangani khusus kru kebersihan, menunjukkan bahwa kelola sampah di Mie Gacoan sangat diperhatikan. Ini sejalan dengan visi misi kelola sampah x Nara Ahirullah sang pegiat sampah sekaligus Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaskindo).Â
Tetapi yang paling utama dari semua itu adalah menu makanan berupa mie bagi beberapa generasi yang merujuk pada rentang tahun kelahiran sangat tidak dianjurkan. Terlebih bila menu mie dijadikan menu sahur atau berbuka puasa para lansia seperti apa yang tidak dianjurkan oleh banyak dokter dan pakar gizi. Puasa lansia x Dokter Meldy pun tentu akan merekomendasikan informasi yang sama terhadap menu makanan berbahan baku mie bagi para lansia, sangat tidak dianjurkan atau malah mungkin tidak diperbolehkan. Â
Akhirnya, ngabuburit di Mie Gacoan bersama generasi topping tanpa antre bagi generasi X seperti saya teramat kentara perbedaannya saat perut saya melilit agak sembelit seusai menyantap menu mie yang memang tidak dianjurkan bagi orang seusia saya, apalagi untuk menu berbuka puasa. Omong-omong tanpa antrean, saya menduga bahwa alasan Mie Gacoan tidak seramai biasanya adalah banyak orang lebih memilih berbuka puasa di rumah bersama keluarga di hari pertama agar kemudian memiliki banyak waktu untuk bersiap-siap pergi ke mesjid guna menunaikan ibadah salat tarawih.Â
Bukankah selama ini kecenderungannya memang demikian, mesjid dipenuhi oleh para jamaah di hari atau minggu pertama ramadan? Berikutnya, di hari atau minggu kedua, gantian restoran-restoran yang dipenuhi oleh para konsumen untuk berbuka puasa bersama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H