Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hanya di Generasi Topping Skincare Lokal Bisa Bersaing Global

7 Maret 2024   19:02 Diperbarui: 7 Maret 2024   19:03 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pxfuel/forbes/kompas.com 

Naik turunnya harga skincare sepertinya tak ditentukan oleh kedatangan bulan puasa atau ramadan. Tapi barangkali bisa berpengaruh bila harga bahan bakar minyak (BBM) naik, harga bahan baku skincare naik atau kurs mata uang dollar terhadap rupiah mengalami fluktuasi.

Skincare merupakan bagian dari produk perawatan kulit atau kosmetik. Produk fisik yang cenderung lebih banyak dipakai oleh kaum hawa ini, popularitasnya seolah mengalahkan berbagai macam kebutuhan pokok termasuk beras. Sebab baru-baru ini, ada seorang tokoh yang membandingkan kenaikan harga beras dengan harga skincare.

Kabar baiknya, bukan perbandingan skincare dengan harga beras yang membuat skincare populer. Eksistensi produk skincare lokal sudah ada sejak puluhan tahun silam. Dari dulu kaum hawa sudah menggunakan dan mengenal skincare produk lokal seperti Viva, Fanbo, Kelly, Marcks, Sariayu Marta Tilaar, Purbasari, Wardah atau Mustika Ratu. 

Popularitas skincare awalnya dibangun dan terbangun melalui pemasaran konvensional. Upaya para produsen skincare kala itu adalah bagaimana cara mengubah perilaku konsumen dalam melakukan perawatan kulit secara tradisional. Masyarakat pada masanya melakukan perawatan dengan menggunakan bahan alami yang diolah secara langsung seperti kunyit, bengkuang, kepompong emas, mentimun, dedaunan, lidah buaya, kulit buah dan lainnya.

Untuk mengubah perilaku konsumen dan meraih pasar, para produsen ketika itu mulai mengenalkan dan meyakinkan bahwa produk-produk mereka berbahan baku alami, tidak mengandung zat kimia atau racun, dan mudah digunakan. Hasilnya, merek-merek yang tadi di sebutkan di atas mulai dikenal pasar dan digandrungi oleh konsumen. Banyak masyarakat beralih dari perawatan kulit tradisional menggunakan bahan alami racikan ke perawatan instan dengan menggunakan produk skincare pabrikan. 

Jalan mereka menapaki bisnis skincare tentunya tidak selalu mulus dan bukan tanpa pesaing. Sebagai merek lokal, di antara mereka sendiri pastinya sudah terjadi persaingan untuk merebut pasar. Belum lagi kehadiran skincare merek-merek impor yang sudah sangat populer di pasaran, seperti Nivea, L'O'real Paris, Vaseline dan lainnya. 

Tetapi seiring berjalannya waktu, lawan para produsen skincare lokal yang memulainya dengan cara konvensional bukan lagi sekadar skincare merek impor atau merek lokal, melainkan branding yang sengaja dibangun melalui teknologi informasi dalam dunia digital melalui cara-cara digital marketing. Di era ini, kualitas dan harga produk skincare bahkan terkesan tidak penting. 

Fakta bahwa pembentukan branding merek skincare lokal baru di dunia digital adalah lawan bagi para produsen skincare konvensional tidak bisa terbantahkan jika melihat datanya sekarang. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, produk-produk skincare lokal baru telah mampu mengambil alih pasar dan menempati 7 hingga 8 dari 10 posisi teratas produk skincare. Satu atau dua di antara produk skincare berusia lanjut yang mampu bersaing di era digital adalah Wardah (1995) dan Erha (1999).

Sementara 7-8 produk skincare berusia muda yang berhasil mengambil posisi 10 besar di antaranya MS Glow (2013), Avoskin (2014), Emina (2015), Everwhite (2016), Bio Beauty Lab (2017),  Scarlett (2017), Somethinc (2019), dan Whitelab (2020). Produk-produk skincare lokal yang masih terhitung  didirikan dalam waktu 10 tahun menempati posisi 10 produk skincare teratas atau terlaris berdasarkan data penjualan di e-commerce. Mengapa skincare yang tergolong masih berusia muda bisa bersaing hingga mampu merebut pasar? 

Jawabnya sederhana. Cuma empat kata dengan uraian yang tentunya tidak sederhana. Empat kata itu adalah "branding via digital marketing". Apa yang membedakan branding via digital marketing dengan pemasaran konvensional? Dalam digital marketing yang dibangun oleh produsen skincare adalah branding. Sedangkan yang dibangun oleh produsen skincare melalui pemasaran konvensional pada masanya adalah merek. 

Pada dasarnya, merek adalah sebuah nama produk yang diciptakan agar mudah untuk diidentifikasi dan dikenali ketika disebarluaskan. Sementara branding adalah membangun citra yang melekat pada merek sehingga mempunyai nilai keakuan, gaya hidup, gengsi sampai keterikatan emosional sehingga dapat menarik konsumen sekaligus memengaruhi perilaku konsumen terhadap produk tersebut. 

Branding tidak sekadar mencitrakan wujud produk sebuah merek. Branding  merupakan segala upaya yang dilakukan untuk mencitrakan merek sebuah produk dari berbagai aspek agar menempatkan konsumen merasa memiliki atau menjadi bagian dari produk tersebut baik sebagai personal maupun sebagai keluarga atau komunitas. Sehingga berapapun harga produk dijual tidak jadi soal. Apapun isu yang muncul terkait produk yang bisa menjatuhkan, konsumen atau pelanggan tidak sepakat, menolak isu sampai ikut melakukan pembelaan. 

Begitulah dahsyatnya branding yang berhasil dibangun. Mampu membangkitkan rasa memiliki dan melekatkan keterlibatan emosional konsumen atau pelanggan. Salah satu skincare merek lokal berusia muda dari 10 daftar skincare merek lokal teratas atau terlaris yang pernah dan sempat menghebohkan jagat maya untuk beberapa isu, terbukti mampu ditepis dan kini berada di dalam daftar 10. 

Siapapun tentu dapat menduga yang satu itu merek yang mana. Namun yang pasti, merek tersebut termasuk dan terbukti berhasil membangun branding melalui jalur pemasaran digital meskipun dalam prosesnya menghadirkan beberapa kisah kontroversi dalam membangun produknya. 

Digital marketing yang digunakan oleh berbagai produk termasuk produk skincare dalam upaya membangun branding, mengerahkan segenap daya dan kreasi melalui konten-konten promosi yang diproduksinya dan memanfaatkan berbagai platform digital dan flatform media sosial berikut dengan gimmick, komentar-komentar, testimoni, cerita, kontroversi atau apapun yang menyertainya hingga menerima atensi like, subscribe, fase viral, headline, trending, fyp atau lainnya dan kemudian membentuk enggagement serta algoritma puncak, mampu membawa produk apapun yang baru lahir bisa meraih pencapaian lebih cepat atau instan bila dibanding pemasaran konvensional.

Tergesernya produk-produk skincare lokal merek-merek lama atau bahkan tumbang dan tergantikan oleh produk-produk skincare lokal berusia muda, menandakan bahwa cara-cara pemasaran baru yang kreatif, inovatif, interaktif dan berbagai promosi digital lainnya dalam digital marketing jauh lebih bisa memberikan hasil. 

Oleh karenanya di generasi topping, yakni generasi yang mengkreasikan apapun ke dalam bentuk konten dan kemudian konten-konten tersebut disematkan dibanyak platform digital dan media sosial, produk skincare lokal yang baru terhitung berusia balita sekalipun dapat bersaing dengan produk-produk skincare lokal dengan merek yang sudah dikenal. Juga bisa bersaing dengan produk-produk skincare mancanegara. 

Sebab kunci utama untuk mencapai puncak di era serba digital adalah membangun branding, dan ini hanya bisa dilakukan bila personal, komunitas atau kelompok yang sedang berupaya membangunnya menjadi bagian dari generasi topping. Hanya di generasi topping skincare lokal bisa bersaing global.              

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun