Era blusukan dalam demokrasi barangkali belum segera berakhir dan kelak masih akan tetap dilakukan oleh sejumlah kandidat.Â
Tetapi kebermanfaatan blusukan dalam upaya menarik simpati rakyat sepertinya bisa mulai tergantikan oleh cara berkomunikasi yang lebih cerdas dan terarah tanpa perlu adanya dugaan pencitraan (citratisasi).
Selain itu, munculnya fenomena peraihan suara tertinggi dari sosok komedian Komeng Uhuy di pemilihan calon legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Jawa Barat akan menularkan semangat baru di pemilu mendatang.Â
Fakta raihan suara Komeng bukan sekadar memberi kejut jagat demokrasi, melainkan juga memberi pelajaran pada para negarawan, bangsawan, birokrat dan kandidat lain, bahwa untuk bisa meraih banyak suara tidak harus dilakukan dengan cara yang sama, yang itu-itu saja dan membosankan. Apalagi dengan cara kotor.Â
Seperti telah diketahui, di pemilu kali ini ada "desak", yakni cara berkomunikasi cerdas yang diperkenalkan oleh salah satu paslon presiden dan wakil presiden pada kampanye beberapa waktu lalu.Â
Cara kampanye tersebut menggunakan sistem jemput bola dan metode dialog. Sebuah kampanye yang dilakukan di suatu lokasi atau daerah yang sudah ditentukan dan menjadi sasaran kampanye dengan menjadwalkan kunjungan ke masyarakat untuk melaksanakan diskusi aktif dan interaktif secara langsung. Mengapa berkomunikasi lewat cara 'desak' dianggap cerdas?Â
Dalam 'desak', komunikasi yang dapat terjadi tidak hanya sekadar dialog tanya jawab dengan kecenderungan satu arah seperti apa yang terjadi pada cara blusukan.Â
Tanya jawab dalam blusukan meskipun merupakan bagian dari pendekatan melalui komunikasi dan interaksi secara langsung dengan rakyat mempunyai tendensi superioritas atau kuasa.Â
Sehingga kecenderungan satu arahnya akan bertumpu pada dualitas jawaban antara "iya" (angguk) atau "tidak" (geleng) saja.Â
Keterbatasan waktu interaksi yang umumnya diiringi dengan berbagi bantuan materi dalam blusukan juga membuat tendensi tersebut semakin menguat.Â
Sementara diskusi yang dikemas dan terjadi dalam desak bahkan jauh lebih baik dari sajian debat capres atau cawapres.Â
Tanya jawab yang terjadi dalam desak biasanya berlangsung santai tapi serius, terbuka, terima masukan, bersahabat, bisa juga membantah atau mendebat. Tidak ketinggalan pemaparan terkait visi misi diperbincangkan.Â
Dua cara pendekatan yang nyaris sama dengan konsep yang berbeda antara blusukan dan desak dalam upaya menarik simpati rakyat.Â
Meskipun desak tidak menunjukkan bukti bahwa cara cerdasnya belum meraih hasil kemenangan di pemilu kali ini. tapi untuk demokrasi bersih cara kampanye desak seharusnya menjadi budaya pada pemilu-pemilu selanjutnya.Â
Hal lainnya yang patut dibudayakan untuk menuju demokrasi bersih adalah dengan menularkan cara-cara Komeng mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan.Â
Cara-cara yang Komeng lakukan yang bisa jadi pembelajaran atau dapat ditularkan kepada orang-orang yang hendak mencalonkan diri di pemilu, adalah berikut:
1. Bangun branding dan popularitas sejak dini (jauh-jauh hari). Sebab tidak bisa dipungkiri branding uhuy Komeng dan popularitasnya tidak didapat secara instan.Â
2. Setelah branding dan popularitas terbangun, yang perlu dilakukan adalah menciptakan perbedaan. Dua perbedaan sederhana yang diciptakan Komeng adalah mencalonkan diri dengan senyap dan pose foto nyeleneh untuk surat suara.Â
3. Punya visi misi yang jelas walaupun sederhana. Di poin ini Komeng punya visi misi sederhana, ingin ada penetapan hari komedi sebagai bentuk apresiasi terhadap seni peran terutama para komedian.Â
4. Menjauhkan money politics seperti upaya melakukan vote buying. Komeng maju tanpa keluar modal untuk kampanye bahkan minim APK sehingga jauh dari melakukan pelanggaran kampanye dengan cara vote buying atau lainnya.Â
5. Mencalonkan diri tanpa dukungan partai. Komeng maju ke caleg DPD tidak melalui jalur partai. Karenanya tidak akan ada kontrak politik, kepentingan politik atau balas budi politik bagi Komeng.Â
Demikianlah cara-cara yang dapat dipelajari sekaligus baik untuk ditularkan kepada siapapun kandidat atas keterpilihan Komeng dengan merujuk pada jumlah suara yang diperolehnya, yang telah mencapai 2 juta lebih.Â
Dengan raihan suaranya Komeng akan masuk dalam jajaran artis parlemen. Lewat penularan dan pembelajaran dari cara-cara Komeng mencalonkan diri, lima tahun mendatang demokrasi akan tiba pada demokrasi bersih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H