Tapi pada beberapa kali pemilu pasca reformasi, calon atau kandidat yang berkompetisi tidak hanya datang dari kalangan negarawan, bangsawan, teknorat atau politisi yang telah membekali diri dengan pendidikan atau pengetahuan politik, melainkan juga mulai hadir calon atau kandidat dari kalangan selebritis, tokoh jurnalis hingga populis dengan sedikit atau bahkan tanpa bekal ilmu politik.
Dari sudut pandang jalma leutik (wong cilik atau rakyat jelata), dalam batas pengetahuannya,  para calon atau kandidat terutama dari kalangan selebritis diduga maju dalam pemilihan hanya dengan bermodal popularitas, elektabilitas dan/atau isi tas tanpa kapasitas.
Sehingga cenderung dipastikan pula bahwa pencalonan selebritis atau artis yang kemudian berhasil menjadi artis parlemen, bagi sebagian besar jalma leutik, peruntukkan awalnya adalah mendongkrak suara hingga menambah jatah kursi partai di parlemen dengan cara instan.
Apakah berhasil dan mampu membawa demokrasi ke arah perubahan yang maju, bersih dah sehat?
Pada periode 2019-2024, setidaknya ada 13 nama artis dinyatakan lolos sebagai anggota legislatif, yaitu Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Desy Ratnasari, Dede Yusuf Macan Effendi, Tommy Kurniawan, Primus Yustisio, Rieke Diah Pitaloka, Arzeti Bilbina, Krisdayanti, Rano karno, Nurul Arifin, Farhan, Rachel Maryam Sayidina dan Nico Siahaan.
Lolosnya nama mereka bagi partai pastilah membawa keberhasilan untuk aspek-aspek tertentu di kepartaian, tetapi seperti diketahui bahwa demokrasi Indonesia sekarang meski dengan keberadaan artis parlemen, ternyata jangankan untuk sampai pada pembuktian demokrasi maju, bersih dan sehat, untuk tiba di kondisi yang sama dengan pemilu lima tahun sebelumnya saja, tidak tampak.
Dengan demikian apa yang bisa diharapkan dari latar belakang keartisan atau popularitas mereka?
Di pemilu kali ini ada sebuah kejutan yang datang dari latar belakang keartisan, khususnya dari profesi komedian.
Komeng, tanpa diduga dapat dipastikan akan melenggang ke parlemen dengan raihan suara yang sudah mencapai 2 juta lebih.
Sosok Komeng menjadi pusat perhatian atas keberhasilannya menggunakan cara senyap (silent) dalam pencalonannya menjadi legislatif. Karena kabarnya, Komeng maju tanpa partai, tanpa kampanye bahkan tanpa keluar banyak modal. Â Â Â Â Â
Terlepas dari caranya yang tidak biasa, termasuk pengajuan foto dirinya untuk di kertas suara, sosok Komeng telah memiliki popularitas sehingga hanya dengan sedikit sentuhan berbeda hasilnya akan "jeder". Dan Komeng, mampu melihat celah itu.