Pagi ini tidak biasa. Saya terbangun jam 4 pagi. Bukan karena berharap ada fajar menyerang dengan susupan amplop berisi uang di saku-saku setiap rumah.Â
Juga tidak berharap sembako atau bantuan lain meluncur lancar untuk mengisi perut sebagai alat tukar suara.Â
Tapi fajar yang sebenarnya memang belum menyeruak di jam segitu. Saya terjaga karena guyuran air hujan yang luar biasa lebat.Â
Gemuruhnya menghantam atap rumah seolah hendak membenamkan isinya. Dan benar saja, yang saya khawatirkan terjadi. Selembar atap rumah saya melayang pergi entah kemana.Â
Barangkali tengah mencari tahu siapa pemenang pilpres kali ini lalu berharap ada keajaiban. Kelak sang juara menggelontorkan dana renovasi. Ah! Jangan mimpi!Â
Faktanya, bertahun-tahun berganti hingga presiden ke 7, jangankan berharap bantuan personal, untuk wilayah yang saya diami dan tak pernah putus dari banjir tiap tahun pun tak diberikan solusi.Â
Seperti pagi ini, serangan fajar menjelma air. Hanya kurang dari dua jam sejak saya terbangun tadi, air sudah setinggi pinggang.Â
Ketika saya bergegas ke musola, tps telah berpindah ke aulanya. Sebab tempat yang semula didirikan, ikut diserbu air di batas lutut. Sementara hujan masih turun tak henti.Â
Saya yakin pagi ini banjir terjadi di banyak tempat. Membingungkan para petugas tps bagaimana harus menyikapi jalannya proses pencoblosan bila tpsnya diserang banjir.Â
Air atau suara. Pastinya, warga memilih fokus pada air lebih dulu. Menyelamatkan harta benda selagi bisa.Â
Banjir hari ini mungkin pertanda bahwa demokrasi yang sedang tidak baik-baik saja alur politiknya, tidak mendapatkan restu semesta.Â
Namun pemilu tentu harus tetap terlaksana bukan saja untuk memenuhi ambisi para kandidat, melainkan demi menyelesaikan proses demokrasi untuk kemajuan bangsa, katanya.Â
Baiklah. Barang-barang sudah coba saya selamatkan ke tempat lebih aman meski hanya untuk sementara. Suara petugas KPPS mulai terdengar memanggil melalui pengeras suara. Siapa yang akan saya pilih? Â AMIN, GAMA atau PRAKA JOE?Â
Upps. Untuk AMIN dan GAMA tentunya masyarakat tahu bahwa sebutan itu adalah branding akronim dari Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, PRAKA JOE untuk siapa?Â
Pada artikel beberapa waktu lalu saya menulis, mencoba memberi branding untuk Ganjar-Mahfud Berkibar dengan akronim GAMBAR, dan Prabowo Gibran Rakabuming Joearanya dengan akronim PRAKA JOE.Â
Tapi untuk Anies-Muhaimin tidak, sebab branding AMIN sudah diperkenalkan lebih mulai ketika itu. Lantas mengapa branding PRAKA menambahkan akronim JOE untuk Joearanya?Â
Joeara atau juara artinya pemenang, saya menambahkan kata itu sebagai sebuah prediksi dengan melihat hasil survei, elektabilitas dan tentunya situasi politik yang terus berkembang sepanjang proses pemilu. Sebuah reportase pemilu 2024 dari sudut pandang personal.Â
Maka serupa dengan banyak hasil survei dan elektabilitas yang konstan di angka tertinggi, Prabowo-Gibran diprediksi menjadi pemenang. PRAKA JOE alias Prabowo Gibran Rakabuming Joearanya.Â
Hanya saja, jangan berbangga dulu lantaran kritik sebagian besar rakyat terhadap pencalonan Gibran cenderung tidak akan berhenti di hasil pilpres. Situasi politik seusai pemilu tampaknya justru akan menegang.Â
Untuk meredakan kondisi itu nanti, semesta dan situasi politik sepertinya akan berbisik lalu memberikan pilihan jika demokrasi ingin berjalan lancar dan kembali baik-baik saja, yakni permintaan marwah konstitusi dikembalikan dengan membatalkan wakil presiden terpilih atau menggantinya.Â
Sedangkan bagi saya, siapapun presiden dan wakilnya yang terpenting adalah berani menepati janji-janjinya dan bekerja dengan baik dan benar demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.Â
Akhir kata, semoga banjir ini cepat surut, tidak membawa dampak buruk, kerugian, dan pemilu terlaksana dengan baik tanpa halangan berarti. Dan atap rumah saya segera ditemukan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H