Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Gemoy, GErakan Masyarakat Ogah Yes

7 Desember 2023   18:40 Diperbarui: 7 Desember 2023   18:47 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak kedua saya lahir di bulan Juli 2023. Lahir di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta dengan berat yang masih terbilang normal dan berjenis kelamin perempuan.

Di bulan Oktober, tiga bulan setelah kehadirannya, putri saya tumbuh menjadi bayi yang lucu dan menggemaskan. Pipinya tembem, paha dan bagian lengannya gembul, secara keseluruhan tubuhnya gemuk dan senyumnya merindukan. 

Melihat itu istri saya memanggilnya "gemoy". Begitupun saya pada akhirnya. Sebab ia memang bayi perempuan yang cantik, lucu dan menggemaskan. 

Tentang kondisi putrinya sekarang, istri saya sedikit lebih berbangga diri jika dibanding dengan anak pertamanya yang tampak lambat pertumbuhannya. Padahal sejak masa kehamilan, baik anak pertama dan anak kedua, dirinya rajin mengkonsumsi asam folat. Iya, asam folat. Bukan asam sulfat.

Belakangan, panggilan gemoy kami kepadanya jadi merakyat. Istilah gemoy jadi perbincangan di mana-mana. Usut punya usut kata itu disematkan pada calon presiden Prabowo Subianto atas aksi jogetnya dalam suatu kesempatan. Kabarnya, sebutan gemoy diberikan oleh para pendukung Prabowo yang kini cenderung didominasi generasi milenial dan Z. 

Sejauh ini masyarakat mengenal Prabowo sebagai sosok yang tegas, galak, keras atau tampak kaku. Kini citra tersebut berubah drastis lewat joget gemoy yang kemudian populer hingga sosoknya disebut sebagai bapak gemoy. Bersama gemoy popularitas Prabowo melambung, elektabilitasnya semakin meroket sampai beredar narasi bahwa pemilu akan berjalan 1 putaran. 

Tetapi sebagian kalangan berasumsi bahwa aksi melekatkan predikat gemoy kepada Prabowo Subianto merupakan bagian dari strategi kampanye asyik dan menyenangkan, gimmick, branding atau upaya menarik minat suara pemilih muda yang sengaja diciptakan. Bilapun memang sengaja diciptakan di mana salahnya? Apakah melanggar aturan kampanye pemilu?

Selama tidak melanggar aturan kampanye pemilu, tidak membuat kegaduhan, keonaran, tidak saling serang atau melakukan black campaign, sah-sah saja melakukan kampanye asyik dan menyenangkan dengan menciptakan aksi joget yang juga membuat gembira sekaligus mencairkan ketegangan.

Lantas di mana pula salahnya ketika aksi tersebut dilabeli kata 'gemoy' yang memang menyajikan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang bisa melepaskan kepenatan setiap orang di tengah kesibukan kehidupan yang sedang capek-capeknya. Sesuatu yang menjadi wadah untuk meluapkan segenap ekspresi gembira. Bukankah kegembiraan merupakan salah satu bentuk ekspresi yang merepresentasikan kedamaian?  

Sebuah ekspektasi dari kampanye pemilu kita kali ini, yaitu kampanye damai, kampanye hijau atau green campaign. Harapan yang sangat sulit kita raih pada pemilu-pemilu di masa yang lalu. Oleh sebab itu, daripada berasumsi negatif, yang salah satunya dengan mengeluarkan argumentasi bahwa gemoy adalah kemasan lucu-lucuan yang meremehkan kaum muda, lebih baik mencari strategi green campaign lainnya yang bisa menandingi kemasan gemoy dan menyusul kemudian santuy. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun