Alkisah, pada masa lalu ada kisah orang alim yang hendak menebang pohon keramat yang disembah banyak orang. Orang alim ini mempunyai niat untuk menebang pohon karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Singkat kisah, ketika sampai di tempat ia dihalangi oleh iblis yang menjelma menjadi manusia. Iblis tidak rela pohon yang disembah banyak orang itu ditebang. Iblis bersikeras menjaga agar pohon keramat tak ditebang sampai berduel dengan orang alim. Iblis kalah tapi tak lantas menyerah.
Iblis menggunakan cara lain agar pohon keramat tidak ditebang orang alim. Dengan bujuk rayunya, akhirnya iblis berhasil memperdaya niat orang alim itu dengan janji pemberian kompensasi berupa uang yang akan diberikan di bawah bantal tidurnya setiap pagi hari.
Ternyata janji iblis terbukti, orang alim mendapat uang di bawah bantalnya setiap pagi. Sampai suatu hari uang yang dijanjikan di bawah bantal tidak lagi muncul, ia marah dan berniat menebang pohon keramat itu lagi.
Lagi-lagi tentu saja iblis tidak membiarkan orang alim menebang pohon keramat. Iblis kembali menjelma menjadi manusia dan berduel melawan orang alim. Tapi kali ini iblis dengan mudah mengalahkan orang alim itu.
"Tahukah engkau siapa saya? Saya adalah iblis. Saat kamu datang pertama kali untuk menebang pohon dengan niat karena Allah, saya tidak bisa mengalahkanmu. Kali ini saya bisa mengalahkanmu karena kamu datang untuk menebang pohon dengan niat karena uang"
Kisah orang alim penebang pohon keramat ini sudah banyak tersebar dengan plot cerita berbeda yang memiliki inti tujuan dan pelajaran yang sama untuk diambil. Bahwa seseorang yang memiliki keinginan, tujuan dan maksud yang sama terhadap sesuatu tapi dengan niat berbeda tidak akan menerima perlakuan atau hasil yang sama.
Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Profesi mulia yang dahulunya banyak diminati dengan niat murni untuk mengajar, mengabdi pada dunia pendidikan untuk membantu mencerdaskan generasi penerus bangsa sehingga tak peduli pada seberapapun penghasilan atau gaji yang diterima, namun seiring dengan bergulirnya waktu, masihkah profesi guru diminati dengan niat yang sama?
Agak berbeda dari yang lain dalam penyematan gelar kepahlawanan, seperti pahlawan keamanan untuk petugas keamanan, pahlawan kesehatan untuk profesi-profesi di bidang kesehatan, pahlawan ekonomi untuk orang-orang yang berjasa di bidang ekonomi, dan lainnya. Pada profesi guru tidak langsung disematkan pahlawan pendidikan, melainkan pahlawan tanpa tanda jasa.
Bila mengutip informasi dari berbagai informasi daring didapat bahwa penyematan pahlawan tanpa tanda jasa mengerucut pada alasan karena guru berani dan rela berkorban tanpa memikirkan atau berharap timbal balik atau imbalan apa pun, senantiasa mengajarkan ilmu dengan tulus kepada murid-muridnya.