Beberapa tahun silam , sebuah berita duka menyebar di wilayah kecil bagian barat Jakarta, di area yang sepertinya lebih tepat disebut sebagai kampung kolam. Seorang pedagang bubur kacang hijau ketan hitam dengan kisaran usia 45 tahunan diberitakan telah meninggal dunia.
Laki-laki yang biasa menjajakan bubur kacang hijau ketan hitam di sepanjang jalan masuk kampung kolam itu dikabarkan meninggal karena sakit. Kabar tersebut tentu saja selaras dengan hitungan bulan akan ketiadaannnya dalam rutinitas berjualan di kampung kolam.
Waktu berlalu, hari berganti dan bulanpun bergulir hingga suatu saat gerobak bubur kacang hijau ketan hitam yang biasa melintas di pagi hari di kampung kolam kembali hadir dengan gerobak asongan yang sama. Siapa yang berjualan menggunakan gerobak itu? bukankah pedagangnya sudah pergi ke alam sana? Adiknya menggantikan, begitu informasi yang sempat tersiar.
Tetapi sejak gerobak asongan bubur kacang hijau ketan hitam itu kembali pada rutinitas paginya, setiap kali berangkat kerja seseorang coba memerhatikan penampilan dan gerak-gerik pedagang yang katanya adalah adik dari pedagang bubur kacang hijau ketan hitam itu. Mengapa sama persis? Benarkah itu adiknya?
Di serang rasa penasaran, suatu ketika sang pemerhati membeli semangkuk bubur dari pedagang yang disebut sebagai adik pemilik gerobak, dan bertanya langsung kepadanya. Jawaban yang diterimanya sesuai dengan dugaan dan firasat, kabar duka itu hoax. Kok bisa?
Di era informasi secepat sekarang, sepertinya sebagian besar orang lebih menyukai jika tidak boleh disebut peduli kabar duka orang lain ketimbang kabar suka. Sehingga berita duka jauh lebih cepat direspon dan disebarkan bahkan tanpa melakukan verifikasi atau validasi terlebih dahulu. Apa yang menjadi penyebab kabar duka itu keliru?
Berkaca dari informasi tentang kematian pedagang bubur kacang hijau ketan hitam, didapat keterangan akan adanya kecenderungan bahwa tersebarnya berita itu adalah akibat dari kesimpulan cepat atau simpulan cepat tanpa kemampuan berpikir.
Dari keterangan pedagang tersebut, kejadiannya berawal ketika suatu hari pedagang bubur kacang hijau ketan hitam mengeluh dan merasakan sakit luar biasa hingga harus pulang dari rutinitasnya berjualan. Sakit yang teramat sangat akhirnya membuat ia tidak mampu melanjutkan berjualan lalu pulang ke rumah dan memutuskan kembali ke kampung untuk waktu yang lama.
Kejadian di hari itu katanya disaksikan oleh orang lain yang sudah mengenal sosoknya sebagai seorang pedagang bubur kacang hijau ketan hitam di kampung kolam, tetapi bagaimana proses kejadian sakit dirinya saat berdagang berubah jadi berita kematian ia tak mengerti.
Berdasarkan gambaran kronologi kejadian yang diceritakan oleh pedagang bubur kacang hijau ketan hitam yang diberitakan meninggal dunia, fakta kejadian dimulai dari mengeluh dan merasakan sakit yang tak tertahankan hingga membuat dirinya memutuskan membawa pulang gerobak dagangannya ke rumah, dan ketika itu disaksikan oleh orang lain.