Selain karena sumbernya adalah naluri dengan sedikit sentuhan nalar yang hanya terbaca melalui alur kelogisannya, prediksi atau cuplikan logis yang diambil dari simpulan cepat atas konsekuensi logis tidak selalu sesederhana contoh kondisi lapar yang pasti berkonsekuensi hanya pada satu kelogisan, yaitu makan.
Dalam fakta atau kondisi logis pada kejadian-kejadian semacam yang sama persis dialami oleh pedagang bubur kacang hijau ketan hitam, konsekuensi logisnya bersifat majemuk atau asosiatif. Tidak merujuk pada satu konsekuensi dengan kepastian logis sehingga hasilnya bisa bahkan cenderung lebih sering menghianati.
Kenyataannya sekarang, prediksi atau cuplikan logis yang disimpulkan cepat dari fakta atau kondisi logis terkait informasi serupa kejadian yang dialami oleh pedagang bubur kacang hijau ketan hitam tampak seringkali keliru. Â Â
Maka ketika kekeliruan simpulan cepat dalam prediksi atau cuplikan logis diputuskan disebar atau dibagi untuk mendapat perhatian atau minat banyak orang seperti pada umumnya informasi semacam berita duka disebar atau dibagi untuk memperoleh atensi yang dengan cepat pula direspon atau direaksi secara berantai, kekeliruan tersebut menjadi informasi yang menyesatkan. Â
Bayangkan ketika banyak informasi yang berseliweran di jagat maya adalah informasi yang eksistensinya berasal dari respon kolektif atau reaksi serentak berantai demi mendapatkan atensi publik tetapi merupakan hasil prediksi atau cuplikan logis yang keliru, sudah berapa banyak informasi  menyesatkan beredar di jagat maya?
Simpulan cepat berantai tanpa kemampuan berpikir itu, yang selanjutnya disebut sebagai simpatai, dengan prediksi atau cuplikan logis yang keliru akan menjadi salah satu penyumbang merebaknya kabar, berita atau informasi menyesatkan, yang dalam bahasa digital dikenal sebagai informasi, kabar atau berita hoax.Â
Sebuah prediksi atau culipkan logis bisa benar atau bisa juga keliru, ketika disimpulkan cepat dari konsekuensi logis atas fakta atau kondisi logis, yang diungkapkan ke publik kemudian direspon kolektif atau direaksi serentak secara berantai dengan harapan mendapat perhatian atau minat (atensi) banyak orang, merupakan bagian dari proses simpulan cepat berantai tanpa kemampuan berpikir.
Berita duka, suka atau informasi lainnya tentang seseorang, sekelompok orang, peristiwa atau lainnya, yang disimpulkan cepat dalam prediksi atau cuplikan logis tanpa memastikan kebenaran faktanya dan diungkap ke publik, kemudian direspon kolektif atau direaksi serentak secara berantai, Â merupakan proses penyampaian kabar, berita atau informasi untuk mendapat atensi publik, yang didefinisikan ke dalam satu kata.
Simpatai adalah kata tentang simpulan cepat berantai tanpa kemampuan berpikir yang dipublikasi dan berharap atensi itu. Â
Referensi.
Gladwell, Malcolm. 2005. Blink Kemampuan Berpikir Tanpa berpikir, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.