Sebagian besar penduduk bumi tahu apa itu Hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Hari kasih sayang, yang juga seringkali disalah artikan oleh banyak generasi muda sebagai hari pelepasan virginitas (keperjakaan) di luar nikah atau seks bebas di Hari Valentine.
Coklat, bunga, kondom, berbagai produk bernuansa merah jambu dan yang berhubungan dengan kasih sayang umumnya gencar dipromosikan jelang Hari Valentine, pertanyaan yang kemudian mengemuka, apakah ada korelasi antara memilih wakil-wakil rakyat dan pemimpin rakyat dengan Hari Valentine?
Tema pemilu bangsa kita kali ini sepertinya mengarah pada generasi muda. Kaum muda diharapkan mempunyai minat lebih, berperan serta aktif dan mulai peduli terhadap demokrasi politik sehingga regenerasi sumber daya politik terus bertumbuh dan berkembang. Tetapi apakah harus seromantis dan semenggemaskan itu?
Mengincar pemilih muda boleh jadi memerlukan cara atau strategi berbeda dari biasanya, maka barangkali untuk mendukung tema generasi muda berpolitik, terbersitlah ide atau gagasan untuk mengangkat momentum yang sesuai dengan daya tarik kaum muda. Yaitu Valentine.
Valentine atau kasih sayang tentu saja merupakan salah satu momentum yang sangat identik dengan generasi muda atau dalam hal ini terutama ditujukan untuk generasi Z.Â
Generasi yang kini tengah merambah kancah perpolitikan dan bisa terbaca melalui eksistensi politisi muda yang sudah tampak berseliweran di jagat maya. Puncaknya saat Gibran maju cawapres. Â
Pendapat lain, salah satunya datang dari Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani mengatakan bahwa pemilu sengaja digelar bertepatan dengan hari kasing sayang atau Hari Valentine bertujuan agar pesta demokrasi lima tahunan itu berjalan damai.Â
Namun, pendapat itu lebih menunjukkan sebagai doa atau harapan yang sama apabila pemilu tidak digelar di Hari Valentine.
Oleh sebab itu, kesesuaian arahan tema terkait generasi muda dengan memanfaatkan momentum Hari Valentine lebih dirasa tepat sebagai alasan mengapa pemilu digelar di hari kasih sayang.Â
Meskipun begitu harapan agar pemilu berjalan damai juga termasuk di dalamnya. Tapi apakah pemilu akan bertabur bunga, coklat atau produk bernuansa merah jambu?
Untuk menarik perhatian, minat dan terutama target suara dari generasi Z, ditambah generasi milenial atau generasi Y yang masih terbilang muda di rentang usia 28-35 tahun, keduanya memiliki jumlah persentase suara hingga mencapai 50% lebih. Â Â
Suatu potensi jumlah suara yang sangat tidak bisa diabaikan oleh para caleg dan capres cawapres.Â
Karenanya menjadi penting memanfaatkan momentum Hari Valentine dengan strategi yang tepat bagi tim sukses atau tim pemenangan jika potensi suara pemilih muda tidak mau dicolong oleh tim sukses atau pemenangan lain. Lantas apa strategi yang tepat untuk mengambil alih suara kaum muda di Hari Valentine?
Strategi apapun asal tidak menimbulkan dampak negatif dan tidak memengaruhi stabilitas politik terutama generasi muda, serta tidak mengandung unsur manipulatif, sah-sah saja momentum Hari Valentine dimanfaatkan sebagai panggung atau tema kampanye politik, misalnya.
Namun penting untuk menjadi perhatian terutama bagi para konstituen adalah jangan sampai momen Valentine digunakan untuk memengaruhi mereka dengan cara melakukan "pink campaign". Apa itu "pink campaign?
Jika selama ini kita mengenal black campaign atau kampanye gelap, yaitu model kampanye dengan cara membuat suatu isu atau gosip yang ditujukan kepada pihak lawan, tanpa didukung fakta atau bukti yang jelas (fitnah). "Pink campaign" secara sederhana adalah kampanye dengan cara mengumbar janji-janji surga.
Merujuk makna Valentine sebagai hari kasih sayang, yang identik dengan hubungan asmara seorang laki-laki dan perempuan muda yang tengah dimabuk cinta, dan dalam kondisi tersebut sangat mudah diperdaya oleh janji-janji surga.
Terlebih ketika janji-janji surganya diumbar di momen Valentine dengan taburan bunga, coklat, hadiah atau kejutan-kejutan bernuansa merah jambu, dan kasih sayang yang disalah arti dengan menyerahkan kesucian (virginitas/ keperjakaan) sehingga bujuk rayu berhasil sempurna.
Tapi ironisnya, janji-janji surga berlandaskan asmara, cinta atau kasih sayang yang diumbar itu tidak hitam di atas putih. Maka saat terjadi kebobolan sampai kedatangan bulan yang terlambat, jangankan memenuhi janji-janji surga atau bersedia bertanggung jawab, dihubungi saja sudah sulit.
Demikianlah gambaran tentang asal-usul pink campaign jelang pemilu 2024 yang dilaksanakan tepat di hari bernuansa warna pink atau merah jambu, hari kasih sayang yang dikenal dengan Hari Valentine--diibaratkan sebagai seorang dari pasangan kekasih yang berhasil mereguk kesucian (virginitas/keperjakaan) lewat janji-janji surga namun pada akhirnya, pasangannya ditinggalkan begitu saja. Â
Kini setelah mengetahuinya, ibarat seorang kekasih yang ditinggal begitu saja oleh pasangannya dan melupakan janji-janji surganya, yang mana sudah terbukti pernah dialami oleh para konstituen pada pemilu-pemilu yang lalu, termakan janji-janji surga, apakah para konstituen terutama kaum muda mau diperdaya kembali oleh janji-janji surga melalui "pink campaign"?. Â Â
Hati-hati! "pink campaign" jelang pemilu 2024 nanti! Akan ada coklat, bunga, produk-produk bernuansa merah jambu dan lebih mengerikan lagi kondom yang ditebarkan bersamaan dengan janji-janji surga untuk menarik perhatian para konstituen di 14 Februari 2024.
Jangan sampai terkena bujuk rayu! Ingatlah saat-saat ditinggalkan! Ingatlah bahwa virginitas/keperjakaan dalam konteks suara pemilih adalah sebuah harga diri! Jangan termakan janji-janji surga! Jangan terpengaruh oleh "pink campaign".
Ingat! Aslinya, mereka semua tak seromansa, seromantis, semelankolis, sesetia dan semenggemaskan itu. Jadi usah berharap diakui sebagai kekasih apalagi dinikahi. Jika keliru mempersembahkan suaramu, tunggu saja usai pemilu! Sakitnya tuh di sana; di hari depan kita semua.
 Â
Referensi:Â cnnindonesia.com/nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H