Sekilas membingungkan ketika membaca berita-berita terkait respon masyarakat terhadap putusan MK atas gugatan Syarat Usia Capres Cawapres. Satu sisi, banyak berita menyatakan MK tolak gugatan semisal berita berjudul, "Massa Tumpah, Demo Usai MK Tolak Gugatan Usia Capres-Cawapres".Â
Sementara di sisi lainnya, banyak berita menyatakan MK kabulkan gugatan seperti berita berjudul, "Massa Sujud Syukur MK Kabulkan Gugatan Batas Usia". Berita mana yang benar?
Usut punya usut ternyata biang kerok ambiguitas informasi yang memunculkan perbedaan dua respon masyarakat adalah putusan MK itu sendiri. Pasalnya, pada putusan yang antara lain berbunyi, "Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota", masih belum memenuhi keinginan sebagian penggugat tetapi cukup memuaskan keinginan sebagian penggugat lainnya.Â
Kabar baik atas putusan MK bagi sebagian penggugat yang terpuaskan adalah tersampaikannya keinginan mereka meloloskan idola atau yang disebut-sebut pusat inspirasi bagi kaum muda di dunia politik ke dalam kandidat cawapres di pemilu 2024. Tetapi tentu saja, hal tersebut masih menunggu kepastian di batas akhir pendaftaran capres-cawapres di 19-25 Oktober.Â
Dengan timbulnya dua reaksi atau respon yang berbeda atas putusan MK apakah itu berarti menunjukkan bahwa putusan MK adalah putusan terbaik, subyektif, dan merepresentasikan hasil akhir yang win-win solution? Bahwa putusan MK memiliki kecenderungan memberikan keuntungan dan kepuasan semua pihak. Jangan-jangan putusan tersebut merupakan bagian dari dispensasi politik akibat desakan politik dan waktu yang kian mendesak. Â
Masih ingat dengan undang-undang pasal 7 tentang batas usia minimal laki-laki untuk melakukan perkawinan adalah 19 tahun. Sementara batas minimal usia perempuan 16 tahun. Kemudian ketentuan itu diubah melalui undang-undang nomor 16 tahun 2019 yang mengatur bahwa batas usia minimal laki-laki dan perempuan untuk melakukan pernikahan adalah 19 tahun. Â Â Â Â
Tetapi perkawinan atau pernikahan di bawah usia 19 tetap dapat dilakukan menurut undang-undang tersebut di pasal berikutnya. Bahwa jika terjadi penyimpangan terhadap ketentuan tentang umur, orang tua pihak laki-laki dan perempuan dapat meminta dispensasi ke pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Pengertian dispensasi kawin sendiri diatur dalam pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019 tentang tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Kawin yang menyatakan, "Dispensasi kawin adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum berusia 19 (sembilan belas) tahun untuk melangsungkan perkawinan".Â
Merujuk dispensasi dalam undang-undang perkawinan atau pernikahan, menunjukkan arti bahwa jika batas usia minimal tidak dapat terpenuhi tetapi karena sesuatu dan lain hal akhirnya memiliki alasan mendesak serta bukti yang cukup maka pengajuan dispensasi dapat dilakukan untuk memenuhi syarat pernikahan.Â
Bukankah begitu pula yang akhirnya terjadi pada putusan MK terhadap batas usia minimal yang tidak diubah dengna menempatkan tambahan "Atau berpengalaman sebagai kepala Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota". Batas usia minimalnya tidak dapat terpenuhi tetapi persyaratan pengajuan tokoh kaum muda yang tengah jadi idola sekarang dan sedang diandalkan untuk mencalonkan diri jadi cawapres dapat terpenuhi.Â