Kalau hanya mengandalkan usia muda yang tentu saja belum memiliki pengalaman matang terkait banyak aspek kehidupan, sepertinya sebagian besar kaum muda belum layak berkiprah di dunia politik.
Sedangkan kecenderungan faktanya, banyak politis muda yang lahir tidak beranjak dari proses pembentukan mental politik, melainkan dukungan dan usungan politik jika tak boleh disebut privilese politik.
Sebut saja beberapa nama politisi muda yang disodorkan atau dihadirkan karena popularitasnya, kekuatan finansialnya, probabilitas hasil survei suara politik yang mendukungnya, keterikatan hierarki politik keluarganya, sekadar vokal tentang politik atau hal lainnya yang tidak terhubung dengan kemampuan berpolitik.
Mereka didukung dan diusung tanpa modal kekuatan mental politik, melainkan hanya berbekal kelebihan poin yang tidak mengandung unsur kekuatan kemampuan politik.Â
Kelak kepada mereka diinjeksikan keberanian berdebat dan strategi untuk menjatuhkan lawan tanpa peduli dengan etika berpolitik.Â
Maka kemudian lahirlah politisi-politisi muda karbitan yang memiliki karakter interaksi politik dengan kecenderungan mencipatakan provokasi, kontroversi dan/atau sensasi.Â
Bagi mereka prioritas politiknya yang penting mencapai target, menang atau unggul. Mereka membangun politik kuantitas tanpa memerhatikan kualitas.Â
Sehingga nantinya ketika mereka menempati posisi politik, yang mereka dahulukan adalah kepentingan kelompok atau golongan dan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan masyarakat. Â Â Â
Ibarat buah matang emposan (karbitan), rasa manis dan tekstur kematangan daging buahnya kurang sempurna. Warna buah pun kelihatan pucat.Â
Malah seringkali demi memenuhi permintaan pasar, buah-buah emposan disuntikan pemanis dan pewarna buatan sehingga rasa buah dan warnanya jauh dari alami.Â