Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fitnah Digital: Menyoal Akurasi Background Check dalam Perspektif Filter Bubble dan Echo Chamber

12 September 2023   11:19 Diperbarui: 12 September 2023   11:32 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: kreasi hasil kompilasi download ikon-ikon, gambar dan wallpaper dari pixabay.com

Salah satu unsur penting pembentuk branding dan keberhasilan sebuah perusahaan adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu proses rekrutmen karyawan harus dilakukan dengan sangat selektif, penuh kehati-hatian dan matang.

Background check merupakan tahapan penting yang dilakukan perusahaan terhadap para kandidat pelamar kerja dalam menentukan pilihan sumber daya manusia yang akan direkrutnya.

Selama ini, background check yang umum dilakukan oleh banyak perusahaan terdiri dari pengecekkan identitas, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, catatan kriminal, referensi, pemeriksaan kredit, pemeriksaan kesehatan yang pada tahap awal merujuk pada pemeriksaan penggunaan alkohol dan narkoba.

Belakangan, seiring dengan lahirnya generasi topping (generasi ngonten), background check medsos menjadi poin lainnya bagi perusahaan dalam melakukan rekrutmen karyawan. Sebab footprint atau jejak digital (digital track) setiap orang di jagat maya dapat memberikan informasi lebih jauh terkait kemampuan seseorang dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, bersikap dan berperilaku.

Hal tersebut juga mengacu pada informasi yang berkenaan dengan motivasi, visi, misi, mentalitas, moralitas dan/atau nilai-nilai seseorang, yang kemudian masuk dalam pengklasifikasian penilaian penanda digital yang populer dengan istilah green flag, yellow flag dan red flag. Tetapi apakah hasil background check medsos yang dilakukan setiap perusahaan dapat terbukti akurasinya?

Mengutip ismartrecruit.com, organisasi (perusahaan) saat ini menggunakan background check medsos untuk melindungi reputasi perusahaan mereka. Mereka tidak menginginkan karyawan yang berkarakter buruk.

Berikut adalah jenis-jenis konten bermasalah yang diperiksa oleh organisasi (perusahaan) saat melakukan penyaringan media sosial: zat ilegal, konten yang menyinggung, konten seksis, konten yang mempromosikan kekerasan, konten rasis, konten yang mendukung atau mengindikasikan perilaku kriminal.

Masalahnya bagi pelamar kerja, ketika perusahaan telah menentukan hasil background check seseorang masuk dalam penilaian buruk atau terdeteksi dalam penanda red flag, apakah pelamar tersebut memiliki hak jawab atas penilaian tersebut? Bukankah hasil background check medsos bisa saja keliru atau bias?

Baca juga: Disorientizen

Filter bubble atau gelembung virtual penyaring informasi yang dimaknakan sebagai ruang di mana perilaku online seseorang sebelumnya (riwayat pencarian, suka berbagi dan kebiasaan berbelanja) memengaruhi apa yang dilihat online dan di feed media seseorang selanjutnya, serta dalam urutan apa.

Gelembung virtual penyaring informasi bisa menjadi penguat bias setiap orang, sekaligus bisa memunculkan semua informasi yang tidak sepenuhnya dilakukan atau sengaja dilakukan oleh yang bersangkutan sehingga citra penilaian yang terbentuk pada penanda red flag, sesunguhnya masih perlu dipertanyakan validitasnya.

Di lain sisi, echo chamber atau ruang gema yang diartikan sebagai lingkungan di mana seseorang hanya menemukan informasi atau pendapat yang mencerminkan dan memperkuat pendapat mereka sendiri, justru mempermudah perusahaan yang melakukan background check medsos turut terbawa arus informasi dalam bias konfirmasi. Pertanyaan pentingnya masih sama, seberapa kompeten perusahaan dapat menemukan akurasi terhadap hasil background check medsos setiap orang?

Seperti diketahui, media sosial adalah ruang atau tempat di mana informasi apapun dapat diekspos oleh siapapun, termasuk informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang terekspos atau diekspos.

Sialnya, beberapa informasi yang tidak sesuai dengan fakta, bisa muncul lebih sering dari gelembung virtual penyaring informasi (filter bubble) dan/atau ruang gema (echo chamber) yang sengaja dibuat untuk menyerang dan menjatuhkan nama baik seseorang.

Inti serangan yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan nama baik seseorang adalah dengan membentuk narasi yang sama yaitu narasi tentang keburukan orang yang hendak dijatuhkan.

Sebuah informasi dengan topik yang itu-itu juga untuk membunuh karakter dan mental seseorang demi menciptakan keyakinan di benak setiap orang bahwa informasi itu benar adanya.  

Informasi tersebut kemudian menembus gelembung virtual penyaring informasi (filter bubble), diyakini lalu menerobos masuk ke dalam ruang gema (echo chamber) sampai bias konfirmasinya menguat, menyebar ulang dan terus mengganda.

Sampai di sana, sindrom disorentizen mulai menghantui dan mempertanyakan adakah seseorang atau teknologi informasi yang mampu membedakan mana informasi asli (benar) dan mana fitnah digital (informasi hoax) dengan cepat dan akurat?  

Faktanya, dengan dukungan UU ITE, banyak kasus pencemaran nama baik mencuat di era digital. Dan lebih banyak lagi informasi hoax atau fitnah digital yang lolos begitu saja tanpa terusik hukum karena sesuatu dan lain hal.

Oleh karena itu, selaras dengan proses rekrutmen karyawan di awal, background check medsos juga perlu dilakukan dengan sangat selektif, penuh kehati-hatian dan matang agar tidak timbul tuntutan pencemaran nama baik kepada perusahaan atas tuduhan fitnah digital (informasi hoax) di kemudian hari.     

 

Referensi

Garcia, Laura. 2020. "Now We're in Lockdown, Our Phones Are Becoming Even More of a BFF Than They Were Already", https://www.bbc.co.uk/bitesize/articles/zd7f382, diakses pada 07 Agustus 2023.

Godasara, Amit. "Social Media Background Check: Screening Beyond The Resume" https://www.ismartrecruit.com/blog-social-media-background-check, diakses pada tanggal 11 September 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun