Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Pinter Kodek" Ekonomi

15 Agustus 2023   10:44 Diperbarui: 15 Agustus 2023   10:47 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.kompas.id/

Maafkan kedua orang tuamu 

Kalau tak mampu beli susu

BBM naik tinggi susu tak terbeli

Orang pintar tarik subsidi

Mungkin bayi kurang gizi

Para penggemar bang atau bung Iwan Fals pasti tahu judul lagu dari potongan lirik di atas. Sebuah kritik sosial yang disampaikan melalui karya musik yang masuk kategori salah satu lagu hit pada masanya.

Bila dilihat dari latar belakang perjalanan perekonomian, kenaikan harga BBM menjadi indikator dan faktor penyebab paling kuat terhadap kenaikan harga bahan-bahak pokok, barang lainnya, termasuk harga popok dan susu.

Harga susu yang tak mampu dibeli para orang tua ketika itu hingga mereka mengungkapkan permohonan maaf, sepertinya merujuk pada anak-anak yang tidak mendapat asupan ASI karena sesuatu dan lain hal atau ditujukan untuk usia anak yang telah disapih tetapi masih mengonsumsi susu formula.

Barangkali juga karena saat itu ada kemungkinan bahwa tagline "dukung ibu menyusui" belum gencar dilakukan atau belum masif disosialisasikan. Apalagi bila dihubung-hubungkan dengan subsidi yang ditarik oleh orang pintar, yang entah pintar tarik-menarik subdisi dibagian mananya dan untuk apa. Lalu subsidi apa yang dimaksud oleh bang Iwan Fals sampai berpengaruh ke bayi sampai jadi kurang gizi.

Sebuah kritik sosial yang juga cenderung mengarah pada fenomena "stunting". Fenomena yang bagi saya masih tanda tanya terkait informasi seutuhnya. Sebab entah mengapa berbagai informasi atau pengetahuan tentang stunting lebih terasa "bullying".

Sekarang sudah jauh berlalu dari tahun 1982 ketika lagu beraroma kritik sosial dirilis, BBM juga sedang tidak mengalami kenaikan harga, malah beberapa waktu lalu BBM jenis pertamax dan pertalite sempat mengalami penurunan harga. Tetapi mengapa muncul informasi bahwa daya beli turun?

Penurunan daya beli tentu saja tidak hanya ditentukan oleh naik atau turunnya harga BBM. Banyak hal lain yang memengaruhi turunnya daya beli masyarakat selain kenaikan harga BBM.

Salah satu alasan lain turunnya daya beli adalah kondisi ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 yang menyebabkan banyak mata pencaharian dari sebagian besar masyarakat tidak dapat memberikan penghasilan seperti biasanya. Jauh berkurang atau bahkan sebagian lainnya kehilangan penghasilan sama sekali.

Hal lainnya adalah tingginya harga barang yang sudah mengalami kenaikan berkali-kali dengan dalih kenaikan harga BBM, tapi saat harga BBM mengalami penurunan, harga bahan pokok dan barang lain yang tadinya naik harga tidak ikut mengalami penurunan. Sebuah kondisi yang sesuai dengan istilah "pinter kodek".

Padahal harga BBM yang mengalami penurunan seharusnya menjadi titik balik bagi beberapa bahan pokok, dan barang lainnya termasuk harga popok dan susu untuk ikut mengalami penurunan harga. Terlebih ketika persediaan bahan-bahan pokok tersebut sedang surplus. Tetapi kenyataannya, di hampir setiap terjadi penurunan harga BBM, dampak terhadap harga bahan-bahan pokok dan barang lainnya tidak terjadi sebaliknya.

Kesimpulan yang bisa didapat atas naik-turunnya harga BBM yang hanya berpengaruh pada naiknya harga bahan-bahan pokok dan barang lainnya yang bagi dunia ekonomi dinilai logis, sementara ketika harga BBM turun tidak memberikan pengaruh sebaliknya dan dinilai biasa saja adalah "pinter kodek" ekonomi.

"Pinter kodek" berasal dari bahasa Sunda yang bisa diartikan licik; hanya mau meminta saja tak mau memberi; pelit sendiri. Dalam konteks naik-turunnya harga BBM, imbas yang menyertainya hanya terjadi ketika harga BBM naik saja tapi saat harga BBM turun tidak disertai imbas yang sama terhadap penurunan harga.

"Pinter kodek" ekonomi bisa saja terjadi pada banyak aktifitas perekonomian. Tidak hanya terbatas pada naik-turunnya harga BBM. Sebut saja secara garis besar misalnya, sebuah perusahaan yang hanya ingin diuntungkan oleh kinerja para karyawan atau buruhnya tetapi perusahaan tidak mau memperlakukan sebaliknya, para karyawan atau buruh alih-alih disejahterakan malah dijadikan sapi perah.

Hati-hati! Jangan-jangan, daya beli turun adalah bagian dari adanya situasi dan kondisi "pinter kodek" ekonomi yang sengaja diciptakan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun