Secara bahasa topping sebagai kata benda (nomina) memiliki arti tambahan atau taburan, dan sebagai kata sifat (adjektiva) topping memiliki arti sangat bagus, baik sekali, berkedudukan tinggi, sombong, angkuh, congkak.
Kata topping kemudian dikenal dalam dunia food and beverage, yang diartikan sebagai bahan tambahan yang biasa ditaburkan pada menu hidangan, baik makanan maupun minuman untuk hiasan, pemanis, tambahan aroma dan/atau rasa.
Coklat dan keju adalah dua contoh topping populer yang mempunyai keistimewaan. Oleh karena eksistensi keduanya sebagai bahan penghias, pemanis dan/atau penambah aroma dan/atau rasa bisa ditemukan di berbagai menu makanan atau minuman, baik pada menu food and beverage kaki lima maupun pada menu food and beverage bintang lima. Â
Namun seiring perkembangan dunia food and beverage, topping kini semakin dibutuhkan oleh banyak menu makanan atau minuman. Tidak jarang topping yang digunakan pada menu makanan atau minuman dapat mengambil alih eksistensi menu makanan atau minuman yang menjadi tempatnya menempel, melekat, menumpang, nebeng atau menetap.
Topping umumnya sengaja dibuat dari berbagai jenis bahan makanan seperti tepung, telur, buah-buahan, sayuran, daging, ikan dan lainnya. Tampilan, aroma dan/atau rasa topping yang kini dibuat kian variatif serta memiliki wujud, bentuk atau rupa yang fleksibel agar bisa diposisikan pada berbagai jenis menu makanan atau minuman. Topping dikreasikan semenarik mungkin supaya terlihat indah, cantik dan memiliki daya tarik sehingga mampu menggugah selera makan setiap orang.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan permintaan topping, maka tidak sedikit topping yang dibuat secara serampangan demi memenuhi kuota permintaan tanpa mengindahkan kualitas bahan, wujud, bentuk, rupa, aroma dan/atau rasanya, serta dibuat oleh tangan-tangan yang tidak kompeten dan tidak bertanggung jawab.
Berikutnya, beberapa jenis makanan semacam biskuit, cookies atau makanan jadi lainnya, sekarang banyak dimanfaatkan dalam dunia food and beverage sebagai topping instan. Bahkan seiring perkembangannya, topping instan kadang bisa jauh lebih populer dibanding topping buatan. Walaupun demikian, dalam popularitasnya, pembubuhan topping instan juga seringkali dilakukan sembarang atau asal-asalan.
Belakangan, topping emas atau perak mulai digunakan dan menjadi tren. Yakni sejenis topping yang tidak memberikan tambahan aroma dan/atau rasa, hanya dekorasi, hiasan, pelengkap, sebentuk gengsi atau bagian dari gaya hidup flexing untuk menunjukkan identitas bagi orang yang mampu membuat, membeli dan/atau mengonsumsi makanan atau minuman ber-topping emas atau perak tersebut. Â Â
Selanjutnya, sekilas pemaparan tentang arti dan seluk-beluk topping dengan kekhasan karakternya akan menjadi analogi lahirnya "generasi topping". Sebuah generasi yang mulai tampak menggejala seiring dengan laju pertumbuhan berbagai platform digital di era perkembangan teknologi informasi digital.
Pertumbuhan beragam flatform digital, terlebih flatform media sosial yang terus bermunculan dan berupaya menempati daftar teratas di dunia digital, secara perlahan dan pasti turut mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Terutama ketika mulai banyak flatform digital dan terlebih flatform media sosial yang memberlakukan sistem monetisasi yang dapat dijadikan ladang penghasilan bagi para penggunanya. Titik inilah yang kemudian akan melahirkan "generasi topping".
Facebook, Youtube, TikTok, Instagram, Twitter, Â Whatapps, WeChat, Telegram, Snapchat, Line, Pinterest, Snack Video, Skype, Linkendin dan beberapa nama lainnya adalah sederet flatform digital dari sekian banyak flatform digital dan flatform media sosial yang menempati posisi teratas. Kesemua flatform digital tersebut adalah sebagian menu digital dari sekian banyak menu flatform digital yang mampu memberikan efek popularitas dan/atau hasil kepada para pengguna dan orang-orang yang berinteraksi di dalamnya. Â Â
Deretan flatform digital terutama platform berlatar media sosial tersebut lalu menjadi tempat atau pijakan (menu makanan atau minuman) bagi orang-orang untuk menempatkan kontennya, baik berupa video, audio, foto, gambar, cerita, tulisan, komentar atau segala bentuk postingan (topping) yang diharapkan dapat memberikan dampak viral, trending, fyp atau semacamnya sehingga dampak tersebut menimbulkan efek popularitas dan/atau hasil apapun semisal tawaran pekerjaan, endorse, pundi-pundi uang atau lainnya, yang selanjutnya dengan mengikuti perkembangan pergaulan sosial digital, sebut saja kesemua hasil atau keuntungan itu sebagai cuan. Poin cuan ini akhirnya kian menguatkan lahirnya "generasi topping".
"Generasi topping" bukan generasi yang dikelompokkan berdasar rentang tahun kelahiran. Meskipun begitu, keberadaannya mulai muncul di tahun-tahun awal pertumbuhan dan perkembangan teknologi informasi digital melalui flatform digitalnya. "Generasi topping" mirip dengan generasi sandwich atau generasi strawberry, yang bisa berlaku bagi generasi di rentang waktu tertentu yang memiliki karakter seperti sandwich, strawberry atau topping.
Karakter topping menunjukkan tentang cara dirinya dalam menjadikan atau memanfaatkan segala bentuk menu makanan atau minuman sebagai tempatnya menempel, melekat, menumpang, nebeng atau menetap untuk dikenali, diminati dan kemudian dibeli---karena daya tarik baik dari bahan, tampilan, aroma maupun rasa dirinya. Bahkan tidak jarang eksistensi dirinya dapat mengambil alih popularitas menu makanan atau minuman yang menjadi tempatnya menetap dengan akhir tujuan apalagi kalau bukan agar terutama dirinya, bersama menu makanan atau minuman tempatnya menetap, laku terjual (cuan). Â
Beranjak dari semua uraian di atas, "generasi topping" adalah seseorang atau sekelompok orang yang menjadikan atau memanfaatkan berbagai flatform digital terutama flatform media sosial sebagai pijakan untuk menempatkan konten-konten di dalamnya, lalu dengan dan/atau tanpa upaya berharap dan/atau dengan sendirinya mendapatkan apresiasi (penilaian) terakumulasi maksimal, yang tentu saja bertujuan atau berujung cuan. Sederhananya, mereka adalah orang-orang yang mengontenkan dan memposting apapun demi mendapatkan cuan.
Persis seperti topping untuk menu makanan atau minuman, konten-konten yang diposting (ditempel, dilekatkan, ditumpang, ditebeng atau ditempatkan) ke berbagai platform digital dan/atau platform media sosial, tidak mengindahkan baik-buruk, benar-salah, positif-negatif, kualitas, moralitas, norma atau lainnya. Bahkan masih banyak konten yang bila diselidik atau disidik sebenarnya masuk kategori yang melanggar UU ITE.
Berangkat dari pengertian "generasi topping" yang memiliki karakter menempel, melekat, menumpang, nebeng atau menetap pada menu utama untuk mengambil alih eksistensi termasuk di dalamnya menggantikan kepopuleran menu utamanya, dan mengingat karakter topping yang mempunyai beragam jenis wujud, bentuk, rupa, aroma dan/atau rasa, maka berikut ini adalah beberapa karakter "generasi topping":
1. Generasi Privilese Topping
Karakter generasi privilese adalah karakter seseorang atau sekelompok orang yang telah memiliki keistimewaan sebelum memasuki dunia digital dan menjadikan atau memanfaatkan flatform  digital atau flatform media sosial sebagai pijakan atau menu utama atas konten-kontennya.
Mereka yang masuk kategori ini adalah mereka yang sebelumnya sudah populer atau punya nama besar. Contoh : artis-artis, para pejabat, para profesional ternama, media-media arus utama baik televisi, radio, media cetak maupun media massa daring, dan lainnya. Sehingga dengan hak istimewa yang dimilikinya, konten-konten mereka bisa jauh lebih cepat meraih metrik engagement rate di posisi atas. Konten-konten mereka umumnya merupakan konten berita, edukasi, hiburan, aktifitas kehidupan sehari-hari atau lainnya, termasuk di dalamnya berita gosip selebritas.
2. Generasi Amatir, Profesional dan Expert (APE) ToppingÂ
Karakter generasi amatir, profesional dan expert adalah mereka yang melakukan prosesnya dari dasar, memulainya dengan usaha, kreatifitas dan kerja keras untuk membuat konten berkualitas melalui proses panjang secara terencana dan sistematis serta tanpa dan/atau berbekal kompetensi  yang sesuai dengan bidang atau aspek yang dikuasai dan diminati.
Contoh mereka yang masuk kategori ini adalah para kreator konten amatir, profesional atau expert seperti story teller, podcaster, youtuber atau semacamnya. Tema-tema konten yang dibuat oleh generasi ini beraneka, mulai dari cerita dan/atau obrolan yang menginsiprasi atau memotivasi, kisah-kisah epik, konten out of the box, petualangan, edukasi, seni, film atau web series, dan lainnya.  Â
3. Generasi Prokonsen Topping
Karakter yang masuk kategori ini adalah mereka yang provokatif, kontroversi atau sensasi. Seseorang atau sekelompok orang dalam kategori ini adalah mereka yang konten-kontennya dapat menimbulkan kegaduhan, kebisingan digital, pertentangan, perdebatan, kegemparan, keonaran, membuat rasa haru atau merangsang emosi serentak, yang seringkali membangkitkan kemarahan, perpecahan, permusuhan, penghasutan, adu domba hingga tak jarang sampai berlanjut ke pertemuan adu fisik atau masuk ke ranah hukum. Bisa dipastikan seseorang atau sekelompok orang yang masuk kategori ini adalah mereka yang konten-kontennya mengandung unsur kontroversi, provokasi atau sensasi, temasuk di dalamnya berita bohong (hoax), ujaran kebencian (hate speech), dan ujaran SARA. Â Â
4. Generasi Topping ke Topping
Untuk karakter di generasi topping ke topping ini agak berbeda. Seseorang atau sekelompok orang di sini tidak hanya menjadikan atau memanfaatkan flatform digital atau flatform media sosial sebagai pijakan utamanya, tetapi juga menjadikan atau memanfaatkan konten orang lain sebagai pijakan atau tempat baginya untuk, menempelkan, melekatkan, menumpangkan, nebeng atau menempatkan konten miliknya. Mereka yang berada di generasi karakter ini adalah mereka yang menempatkan konten-kontennya ke konten-konten lain yang sedang mengalami viral, trending, fyp, kontroversi, provokasi, sensasi atau yang sepadan dengan itu dan memiliki kecenderungan unsur pansos. Â Â
5. Generasi Sembarang Topping
Sesuai dengan namanya, orang-orang di karakter sembarang topping adalah mereka yang konten-kontennya dibuat dan diposting secara sembarang tanpa mengindahkan kaidah, norma, moralitas, kompetensi atau apapun itu yang mencerminkan kualitas standarisasi sebuah konten. Termasuk dalam kategori ini adalah konten-konten yang dibuat dari hasil pilih, kopi, potong, gabung dan/atau asal kompilasi konten orang lain tanpa menggunakan kaidah. Sebab itulah mengapa seringkali konten mereka yang masuk katogeri ini menabrak syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh platform digital atau platfrom media sosial serta mengambil hak cipta orang lain tanpa izin. Â Â
6. Generasi Bisnis Topping
Boleh dibilang orang-orang yang berada di karakter ini adalah generasi topping sejati, sebab tanpa menganalogikan topping pada tujuan akhirnya, kata bisnis sendiri sudah memiliki tujuan memperoleh laba atau keuntungan (cuan). Maka orang-orang yang masuk katogeri ini adalah mereka yang konten-kontennya berisi tentang berjualan, dagang, marketing, investasi, trading dan/atau segala hal usaha atau niaga yang beraroma ekonomi dan berujung laba atau keuntungan (cuan finansial). Â
7. Generasi Topping Kombinasi
Generasi topping kombinasi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang menggabungkan dua atau lebih karakter generasi topping dari enam (6) karakter generasi topping di atas. Faktanya, dari apa yang dapat disaksikan secara langsung di dunia digital sekarang, banyak orang atau kelompok orang yang membuat dan memposting konten tidak berfokus pada satu karakter saja.
"Generasi topping" merupakan generasi yang terbilang dimanjakan oleh teknologi internet dengan segenap fasilitas dan infrastrukturnya. Sehingga akses untuk mengetahui dan mendapatkan segala sesuatu bisa dengan mudah dan cepat diraih serta sekaligus memberikan unsur kemanfaatan. "Generasi topping" juga termasuk generasi cerdas yang memiliki karakter cepat belajar, mahir teknologi, kreatif dan kompetitif.Â
Tetapi "generasi topping" sekaligus menjadi generasi yang paling rentan dalam menerima efek gangguan pada pertumbuhan fisik dan psikisnya. Selain itu, efek cuan yang menjadi poin lahirnya generasi ini di tengah dekadensi moral, dampak pandemi covid, kecenderungan resesi dan inflasi ekonomi serta mewabahnya patologi sosial digital yang masih belum mampu diatasi, turut melahirkan karakter yang pandai menciptakan sikap dan perilaku buatan.
Suatu karakter negatif yang melekat dan dibawa ke dalam konten-konten yang dibuat dan diposting sampai banyak orang tidak mampu secara jernih dan cerdas menilai mana konten alami atau rekayasa, mana fakta atau hoax, mana asli atau palsu, mana daring atau luring, dan lainnya.
Belum lagi dari sisi kecanggihan fitur-fitur yang dihadirkan oleh berbagai software aplikasi digital dan kecerdasan era AI yang makin memampukan perkembangbiakan konten-konten bersifat ilusi digital magnetis membombardir secara masif. Inilah tantangan, ancaman sekaligus juga bahaya yang ada di "generasi topping" di balik kemudahan, kecepatan, kecanggihan, manfaat dan dampak positif yang bisa didapat olehnya. Â
Kendati demikian, selaras dengan arti topping sebagai kata sifat yang memaknakan tiga karakter sekaligus; sangat bagus dan baik sekali untuk karakter positif; berkedudukan tinggi untuk karakter netral atau bisa positif bisa negatif; sombong, angkuh dan congkak untuk karakter negatif, maka siapapun orang atau sekelompok orang di generasi ini yang menjadikan atau memanfaatkan platform digital atau platform media sosial, baik dengan konten-konten positif maupun konten-konten negatif, tetap mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih kedudukan tinggi atau popularitas (cuan). Ini peringatan keras!Â
Referensi
Lektur. "7 Arti Kata Topping di Kamus Bahasa Inggris Terjemahan Indonesia", https://kii.lektur.id/topping, diakses pada tanggal 12 Agustus 2023.
Mehnaz, Zakia. "Topping adalah: Pengertian, Fungsi dan Contoh yang Digunakan", https://kuascantik.id/topping-adalah/, diakses pada tanggal 12 Agustus 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H