Bercermin dari kasus guru muda, Husein Ali Rafsanjani di Kabupaten Pangandaran yang melaporkan praktik pungli dan bicara terbuka di media sosial yang kemudian menjadi viral.
Kasus-kasus sejenis terutama yang telah menyandang sebutan rahasia umum (aksioma), harusnya direspon cepat, tidak dihambat atau malah dikenakan pasal karet, ketika ada seseorang atau sekelompok orang berani mengungkap, membuka atau membongkar melalui media, laporan atau aduan ke instansi terkait atau memperkarakannya langsung ke jalur hukum.
Media sosial (internet) memang bisa menjadi wadah atau tempat bagi seseorang atau sekelompok orang seperti yang dilakukan oleh Husein Ali Rafsanjani sebagai salah satu cara untuk menembus batas pembuktian hukum keluar dari ruang lingkup yang membatasinya. Begitu pun 36 pengaduan masyarakat terkait kasus penyimpangan pelaksanaan PPDB melalui Ombudsman.Â
Masyarakat menjadikan Ombudsman sebagai tempat, media, saksi, ruang, waktu dan/atau kelogisan untuk mengantarkan aksioma terbatas yang dialami masyarakat menembus batas pembuktian hukum atas pelanggaran terkait pelaksanaan PPDB.
Faktanya, cara Husein Ali Rafsanjani berhasil menembus batas pembuktian hukum dan mengungkap kasus tersebut.Â
Dari sebuah portal berita daring, didapat informasi bahwa Husein Ali Rafsanjani yang berita awalnya mengalami intimidasi dan memutuskan mengundurkan diri sebagai PNS, akhirnya direstui pindah dan mengajar di Bandung.Â
Sementara kata Jeje Wiradinata selaku Bupati Pangandaran kepada detikJabar, Sabtu (20/5/2023), "Hasil rapat tim khusus untuk menangani kasus Husein guru ASN yang viral, kami secara resmi memberhentikan Dani Hamdani dari jabatan Kepala BKPSDM Pangandaran"
Tetapi apa kabar dengan 36 pengaduan masyarakat ke Ombudsman terkait kasus penyimpangan pelaksanaan PPDB?Â
Harapannya, melalui aksiotas, berbekal aksioma yang terkandung dalam 36 laporan atau pengaduan masyarakat yang sudah menjadi rahasia umum tersebut, juga akan memperoleh hasil yang menggembirakan, yang mampu menembus batas pembuktian hukum melalui aksioma tanpa perlu menunggu viral.
Pun untuk kasus-kasus semacam, aksiotas menjadi harapan masyarakat sebagai sebuah cara mengungkapkan kebenaran atau meraih keadilan melalui aksioma terbatas yang mampu menembus batas pembuktian hukum.
Pertanyaan yang selanjutnya muncul, apakah hukum dengan berbagai produk perundang-undangannya, termasuk Perpres Jurnalisme Berkualitas yang sedang diajukan ke Presiden, mampu menempatkan atau mendukung aksiotas melalui aksiomanya sebagai bentuk pembuktian hukum yang mampu menembus batasannya? Â Â Â Â Â