Suatu masa di bulan Oktober 2003 saya mendapat pesan balasan dari seorang wanita berusia sekira 23 tahun yang menyatakan kesediaannya menerima salam perkenalan, dan meminta komunikasi dilanjutkan via surel dialamat vivi_stefani@yahoo.com.
Dalam profil yang tersaji pada sebuah web pertemanan yang saya ikuti, Â ia menggunakan nickname kitty_1404. Di situ terbaca nama Vivi Yuliana. Umur 23 tahun. Jenis kelamin perempuan. Tinggi badan 161-170 cm. Berat badan 51-60 kg. Kota Surabaya. Sifat baik, lucu, manis. Gaya cute. Pendidikan terakhir S1. Pekerjaan pelajar. Deskripsi singkat; saya orangnya cute, manis dan lucu.
Sebuah foto diri terpasang melengkapi data profilnya. Sekilas ingatan saya, tubuh di foto itu berbalut busana semacam sweater dengan syal berwarna pink dan hijau yang melingkar di lehernya. Berwajah oriental dan tampak begitu cantik rupawan dengan kulit putih mengilap serta senyuman yang menawan. Siapa pun yang melihat pastilah terpikat.
Seperti permintaannya, saya mulai mengiriminya pesan lewat surel. Singkatnya, setiap hari kami berbalas surel hingga akhir Desember 2003. Di masa-masa itu saya dan Vivi juga berbalas pesan melalui SMS. Tapi di rentang waktu komunikasi yang kami lakukan, sebenarnya saya mulai menangkap kejanggalan-kejanggalan yang seharusnya membuat saya berhenti.
Pada sebuah surelnya ia bercerita tentang hubungannya dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi mantannya. Ia menceritakan tentang sebuah kejadian yang nyaris merenggut kesuciannya. Kejadian itu ditulisnya dengan kata-kata sedemikian vulgar dan membangkitkan gairah. Â
Di kemudian hari saya mengerti bahwa cerita yang ditulisnya adalah bagian dari caranya untuk memanipulasi cara berpikir saya yang dalam kondisi keruh, sepi dan rentan akan cinta, kasih sayang, asmara, jalinan kasih, jodoh, ikatan sayang, pernikahan dan yang setara dengan itu. Hingga cara berpikir saya sangat mudah diperdaya dan akan bersedia melakukan apa pun meski di luar kelogisan. Â Â
Oleh sebab itu, apa pun kejanggalan yang tidak masuk akal darinya, seperti tidak pernah mau mengirimkan foto dengan pose, pakaian atau memegang benda seperti yang saya minta; tidak pernah mau mengangkat telepon dengan berbagai alasan; saat angkat telepon ternyata dijawab oleh suara laki-laki yang mengaku sebagai temannya; dan beberapa kejanggalan lainnya, saya terima saja tanpa protes. Â Sampai akhirnya di awal Januari 2004 lewat sebuah balasan surelnya yang terakhir, saya menyadari bahwa saya telah menjadi korban penipuan digital berkedok asmara. Â
Kesadaran itu datang bukan karena pengaruh manipulasinya mulai hilang atau daya nalar kritis saya mulai teraktivasi, melainkan karena saya tahu kebenaran siapa sosok sebenarnya dari foto-foto yang pernah saya terima.
Dan ketika mengetahuinya saya berkata, "Betapa dungunya". Foto-foto yang saya terima selama ini ternyata mengarah pada seorang artis ternama dari sebuah grup band. Artis cantik itu dikenal dengan nama Selina S.H.E atau Selina Ren Jia Xuan. Ia adalah salah seorang personil grup musik S.H.E asal Taiwan. Â Apakah artis cantik Selina Ren Jia Xuan jadi pertama sekaligus yang terakhir?
Tidak. Ada peristiwa kedua. Entah dari media sosial yang mana saya mengenalnya, perkenalan berlanjut melalui pesan singkat. Ia mengenalkan dirinya sebagai Sharena. Orang ini tidak mengakui bahwa dirinya adalah Sharena Gunawan yang disaat itu sudah popular.