Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Daripada Hujan Emas di Negeri Orang Lebih Baik Hujan Berlian di Negeri Sendiri

18 Juli 2023   15:56 Diperbarui: 19 Juli 2023   20:01 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pertama Kali, Ilmuwan Ciptakan Hujan Berlian di dalam Laboratorium. (Sumber: litbang.kemendagri.go.id)

Masih ingat lagu berjudul 'Lebih Baik Sakit Gigi' yang dipopularkan oleh Meggy Z dan dirilis sekira tahun 1987-an? 

Saya tidak sepakat dengan salah satu potongan liriknya, yang berbunyi "Daripada sakit hati. Lebih baik sakit gigi ini. Biar tak mengapa. Rela, rela, rela, aku relakan." Sumpah saya tidak rela merasakan keduanya. Tidak ada yang lebih baik di antara keduanya.

Sementara itu, ketidakrelaan saya merasakan sakit hati dan sakit gigi tidak dibarengi oleh cara saya bergaul dan berinteraksi sosial di tempat yang tepat dalam menemukan belahan jiwa.

Kemudian menjalankan pola makan bergizi, konsumsi makanan sehat serta perawatan yang baik dalam menjaga kesehatan gigi. Sehingga meskipun tidak rela, ketika sakit hati atau sakit gigi saya alami, iya dinikmati saja.

Hidup tidak selalu tentang pilihan. Kadang perjalanan hidup hanya mengikuti ke mana arus air mengalir tanpa bisa menghindarinya. 

Tetapi bicara tentang pindah kewarganegaraan akan mengingatkan saya pada satu peribahasa 'Daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri', yang apabila kalimat peribahasa tersebut tidak ditafsirkan sebagai peribahasa melainkan pilihan, saya tidak akan memilih keduanya. Loh! Kenapa?

Logika saja, emas dan batu itu benda berat. Bayangkan emas atau batu menimpa kepala dan tubuh dari ketinggian sedemikian jaraknya, dan menghujam berkali-kali dalam deras, tentu cerita akhirnya hanya akan bermuara di antara dua kenyataan; sakit (luka, cedera, lumpuh, lainnya) atau kematian.

Sedang saat peribahasa tadi dimaknakan ke dalam arti 'sebaik-baiknya negara lain, masih lebih baik hidup di negara sendiri', terbersit pertanyaan, di bagian mana kehidupan masih lebih baik di negara sendiri?

Ketika misalnya negara lain menawarkan kehidupan jauh lebih nyaman, pendapatan ekonomi jauh lebih besar, jaminan kesehatan jauh lebih memadai, kewajiban membayar pajak jauh lebih kecil dan banyak hal menarik lainnya yang jauh lebih menguntungkan.

Barangkali jawabnya adalah rasa cinta tanah air atau nasionalisme, keterkaitan emosional dan keterikatan batin yang jauh melebihi segala tawaran yang menggiurkan itu. 

Namun tidak semua orang menjadikan rasa cinta atau nasionalisme, keterkaitan emosional dan keterikatan batin sebagai prioritas. Lantas apa motif orang-orang pindah kewarganegaraan?

Kok rasanya seram sekali ketika coba mencari tahu motif orang-orang yang berpindah kewarganegaraan jika dikorelasikan dengan nilai-nilai kebanggaan dan kebangsaan. 

Seperti rasa penasaran dalam upaya mencari tahu motif orang-orang yang melakukan kriminal atau pembunuhan. Sama sensitif meskipun beda topik.

Alangkah naifnya kita yang disodorkan segala jenis kebutuhan yang jauh lebih baik dan bisa terpenuhi tetapi masih bisa menolak semua kelebihan itu. 

Namun dalam urusan cinta, emosional, ikatan batin dan segala hal yang dapat membahagiakan jiwa, motif pindah kewarganegaraan bagi yang melakukannya kembali pada urusan cinta, emosional, ikatan batin dan segala hal yang dapat membahagiakan jiwa juga.

Ibarat dua sejoli yang dimabuk asmara dan sedang sayang-sayangnya, tiba-tiba muncul orang ketiga yang memiliki kelebihan-kelebihan dan mampu memecah rasa. Seperti itulah motifnya; berpaling cinta. 

Makanya jika tak mau mengalami sakit hati atau sakit gigi, tidak mau berpaling cinta, iya itu tadi; sedia payung sebelum hujan. Agar minimal tidak tergoda oleh keteduhan kanopi toko sebelah.        

Tetapi baiklah mari kita tinggalkan dulu payung dan romantismenya! Lalu kita bicara keyakinan saja tanpa melihat motifnya. 

Ubah peribahasanya ke dalam bentuk keyakinan (doa), dengan menggunakan ungkapan 'daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan berlian di negeri sendiri', ketimbang membandingkan emas dengan batu. Supaya tidak repot menyiapkan payung baja. 

Sebuah keyakinan untuk mampu meraih apapun yang kita inginkan di negeri sendiri. Optimisme yang dibangun dengan dasar keyakinan (doa) tanpa terpengaruh hijau dan segarnya rumput tetangga. Keyakinan bahwa sebaik-baik negara lain, masih jauh lebih baik negara sendiri.

Meskipun negara lain menawarkan emas, tentu jauh lebih baik dengan negara sendiri yang menawarkan berlian dalam visualisasi keyakinan yang akan mewujud nyata. Asalkan tidak divisualisasi lewat turunnya hujan. Salam NKRI harga mati!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun