Menyusul pernyataan kekesalan dan pelarangan Presiden Jokowi terkait bisnis baju bekas impor atau thrifting, "Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri, sangat mengganggu" ujarnya dalam satu kesempatan wawancara. Tapi pertanyaan yang muncul, bagaimana nasib para pelaku bisnis dari mulai importir sampai ke tingkat pengecer bisnis thrifting ini? Â
Tiap orang memiliki caranya sendiri dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang bisa mendatangkan ketidaknyamanan, kerugian atau bahkan ancaman bagi kehidupan jangka panjangnya. Kali ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah membuat tak nyaman, bisa mendatangkan kerugian dan ancaman jangka panjang bagi para importir pakaian bekas hingga ke tingkat pengecer.
Dari sisi konsumen, seorang politikus, Adian Napitupulu memprotes larangan thrifting yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Menurutnya, tidak ada yang salah dari bisnis baju bekas tersebut.
Katanya, "Saya dilantik menjadi anggota DPR dengan jas bekas yang dibeli di Gedebage". Informasi pengakuan Adian Napitupulu membuktikan bahwa pilihan pakaian seseorang tidak mudah dipengaruhi oleh isu kesehatan atau daya beli, melainkan selera. Â
Protes dan pengakuan politikus tersebut seakan hendak merepresentasikan bahwa banyak dari para konsumen lebih menyukai bahkan berburu baju bekas karena selera.
Memang bila ditelusuri ke berbagai penjual baju bekas, dengan harga yang relatif jauh di bawah harga pasar, konsumen bisa mendapat pakaian dengan model yang variatif, sesuai tren, kualitas bahan dan jahitan yang bagus serta tidak jarang merupakan produk bermerek.Â
Terlepas dari informasi bahwa pakaian bekas tidak higienis, memiliki potensi penularan penyakit dan telah merebut pasar industri tekstil nasional, pakaian bekas telah mendatangkan kepuasan tersendiri bagi para konsumen dan memberikan keuntungan serta kehidupan jangka panjang bagi para pelaku bisnisnya.
Ketika menelusuri informasi berdasar berita daring diperoleh beragam respon mulai dari kecewa, pasrah, protes atau respon lainnya. Sebagai konsumen "penyuka thrifting" sepertinya akan sejalan dengan respon sang politikus, yakni melakukan protes.
Sebab saat importir pakaian bekas sudah tak lagi berkontribusi kepada toko-toko penjual pakaian bekas, maka secara otomatis perburuan para konsumen akan "harta karun" di balik thrifting tidak akan mereka dapatkan lagi.Â
Harta karun yang dimaksud tentu saja produk bekas yang bermerek, kualitas bagus, kondisi masih baik bahkan seperti baru, awet tapi berharga murah.
Sementara bagi pelaku bisnis, dilarang thrifting berarti ada pemaksaan atau keterpaksaan untuk menghentikan bisnis mereka yang pastinya berpengaruh pada roda perekonomian orang-orang yang memiliki keterlibatan di dalam industri tersebut. Terutama orang-orang yang berada di struktur bawah di dalamnya.Â
Bagi sebagian besar pelaku bisnis yang sudah terbilang sukses di bisnis pakaian bekas, boleh jadi respon yang mereka ambil selaras dengan ungkapan "Santai kayak di pinggir pantai". Sebab bagi orang-orang ini, selain mereka telah menempa diri dalam pasang surut bisnis, Â pengalaman jatuh-bangun dan berbagai kendala yang sukses dilewati, tentunya bukan perkara sulit untuk mencari solusi pemecahannya.Â
Namun bagi mereka yang baru merintis atau hanya menjadi bagian dari bisnis tersebut sebagai karyawan upahan, pelarangan thrifting akan berdampak besar bagi penghasilan  yang biasa mereka gunakan untuk memenuhi keperluan atau kebutuhan sehari-hari. Di posisi ini, sebagian besar respon mereka akan tampak sebagaimana ungkapan "Panik Kayak di Klinik"Â
Dua ungkapan tersebut masing-masing mewakili respon yang dapat menunjukkan mentalitas setiap orang. Â Satu dari sisi orang-orang bermental optimis dan satu lagi dari sisi orang-orang bermental pesimis. "Santai kayak di pinggir pantai" berarti merujuk pada sikap tenang, menikmati apapun sesuatu yang akan datang (angin, ombak dan lainnya: kendala).
Sedangkan "Panik kayak di klinik" merujuk pada orang-orang yang tak siap ketika mendengar atau mengetahui apapun hasil diagnosa atau kabar buruk  yang diberikan oleh dokter atau petugas medis.
Realitanya, kehidupan dengan perubahan-perubahan yang pasti terjadi, baik perubahan akibat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, inovasi, kreasi maupun akibat reaksi alam atau akibat sentuhan kebijakan, aturan atau lainnya-sebagai manusia, dengan kenyataan bahwa roda kehidupan tetap akan berputar, manusia seharusnya tetap termotivasi untuk optimis dan tidak mudah menyerah, berupaya terus menjadi adaptator dalam segala situasi dan kondisi serta berani berkata "Santai kayak di pinggir pantai".
Banyak jalan lain menuju Roma.
Referensi
video.kompas.com. 2023. "Adian Napitupulu Heran dan Tak Terima Thrifting Dilarang Pemerintah". https://video.kompas.com/watch/310832/adian-napitupulu-heran-dan-tak-terima-thrifting-dilarang-pemerintah?utm_source=widget_detailarticle_player_sidebar&utm_campaign=touchpoint-kanal-video&utm_medium=desktop, diakses tanggal 20 Maret 2023 pukul 12.47
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H