Selepas ASKES beralih ke BPJS Kesehatan, layanan jaminan pemeliharaan kesehatan yang ibu terima tidak lagi sama. Beliau tidak bisa lagi mendapatkan berbagai layanan dan fasilitas seperti dulu.
BPJS Kesehatan tidak berlaku istimewa seperti ketika beliau menggunakan ASKES. Ironi bagi beliau, justru di permulaan masa tranformasi ASKES ke BPJS Kesehatan itulah kondisi kesehatan fisik dan jantungnya terus menurun. Dan penurunan kesehatan itu mengharuskan beliau keluar masuk rumah sakit di tahun 2014 hingga awal 2016. Rutin rawat jalan dan beberapa kali rawat inap.
Selama keluar masuk rumah sakit, layanan yang beliau terima tidak lagi sama. Beliau harus antre meski sudah lansia atau dalam kondisi darurat sekalipun. Faskes bertingkat turut menambah waktu antrean semakin panjang. Untuk mendapat perawatan intensif beliau juga mesti antre di ruang IGD bersama pasien-pasien akut lainnya demi menanti sebuah kamar kosong.
Tak jarang kami memburu kamar kosong ke beberapa rumah sakit rujukan. Beliau terhitung pernah singgah atau dirawat di RSUD Cengkareng, RS. Sumber Waras, RSUD Tarakan, RS. PELNI Petamburan hingga berakhir di rumah sakit Kota Bogor. Tetapi fasilitas dan layanan yang beliau terima ketika dirawat intensif juga tidak seistimewa ketika menggunakan ASKES.
Pada 20 Februari 2016 beliau berpulang di rumah sakit Kota Bogor. Rumah sakit yang sebelumnya telah menyatakan bahwa kondisi jantungnya baik-baik saja. Memang fakta dan takdirnya, beliau menghembuskan nafas terakhir justru tidak disebabkan oleh penyakit jantungnya. Beliau dipanggil yang Maha Pencipta setelah tindakan operasi usus yang sebenarnya telah berhasil dilakukan.
Sementara di sisi lain, sepupu saya sangat terbantu dengan peralihan ASKES ke BPJS Kesehatan. Dia mengalami gagal ginjal yang mengharuskan dirinya melakukan cuci darah rutin. Dia hanya seorang pekerja PPSU dan memiliki istri serta seorang anak.
Sudah beberapa tahun ini, dua kali seminggu dia lakukan cuci darah di RSUD Cengkareng. Meski beberapa kali dia juga mengeluh terkait antrean, kamar kosong, prosedur yang ribet, dia bersyukur. Katanya, kalau sakit yang dia derita terjadi sebelum BPJS Kesehatan hadir, barangkali umurnya hanya menghitung hari sejak dirinya divonis cuci darah.Â
Merujuk dari pengalaman  tersebut, di satu sisi apa yang dialami ibu saya adalah fakta yang juga dialami oleh banyak pasien BPJS Kesehatan lainnya.  Di sisi berbeda, apa yang dialami sepupu saya juga tidak bisa dibantah bahwa BPJS Kesehatan bermanfaat.  Lantas apakah dengan menghapus sistem kelas di BPJS dan menghadirkan KRIS JKN bisa menyelesaikan segenap permasalahannya? Apakah KRIS JKN mampu menyempurnakan kekurangan ASKES dan BPJS sistem kelas?
Semoga KRIS JKN adalah gabungan kelebihan-kelebihan dari ASKES dan BPJS sistem kelas  sehingga jaminan layanan pemeliharaan kesehatan yang diterima masyrakat menjadi sempurna. Kita tunggu saja tanggal mainnya!
Referensi
Larasati, Ayu Utami. 2022. "Persamaan dan Perbedaan AKSES dengan BPJS Kesehatan", Â https://www.tagar.id/persamaan-dan-perbedaan-askes-dangan-bpjs-kesehatan, diakses pada tanggal 2 Maret 2023 pukul 19.o6