Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setahun Kematian Tangmo Nida dalam Perspektif Matinya Kepakaran di Era Digital

24 Februari 2023   14:25 Diperbarui: 24 Februari 2023   14:34 1644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: liputan6.com (instagram/ melonp.official)

Dahsyatnya era digital, setiap warganet tidak perlu datang ke stadion untuk menjadi bagian dari 50 ribu penonton itu. Setiap warganet bahkan tidak hanya sekadar bisa menjadi pakar sepakbola, tetapi juga pakar semua cabang olahraga, pakar ilmu, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan lain sebagainya.

Tom Nichols (2018) dalam bukunya "Matinya Kepakaran" hendak mengungkapkan bahwa internet telah memudahkan secara instan bagi semua orang untuk menjadi pakar. Matinya kepakaran yang dimaksud tentunya masih sebatas ruang opini, bantahan, ketidakterimaan atau apologi terhadap kepakaran dalam konteks semata-mata teori.

Artinya, pada konteks teori yang diimplementasi melalui metodologi ilmiah yang bersentuhan dengan praktik langsung, kepakaran dengan pengetahuan, spesialisasi keilmuan dan jam terbang yang dimilikinya masih berperan penting dan mutlak dibutuhkan oleh banyak orang.

Sedang di ruang publik digital, selain senantiasa beradu otak dan emosi dengan warganet, para pakar kerap berurusan dengan para influencer, micro celebrity atau para kreator konten yang dapat memengaruhi massa. Sebab tidak jarang, ketiga elemen identitas yang popular di ruang digital itu menebarkan informasi yang berlawanan dengan apa yang diungkapkan oleh pakar.

Kini, ketika memasuki era kecerdasan buatan, para pakar semakin ditantang untuk mampu menunjukkan kepakarannya dalam menyebarkan informasi, pengetahuan, keilmuan dan spesialisasinya. Terutama dalam memberikan bantuan, manfaat, pemecahan, penyelesaian atau ketuntasan terhadap suatu masalah bidang tertentu atas kepakarannya.  

Ruang digital publik memang memberi kebebasan orang dalam mengunggah apapun di internet. Termasuk opini, bantahan, ketidakterimaan, komentar, kecurigaan, analisa, berita bohong, sehingga ruang digital publik disesaki informasi tak penting dan cenderung berisi pemikiran mentah.

Menurut Tom Nichols, "Internet mengizinkan satu miliar bunga mekar, namun sebagian besarnya berbau busuk, mulai dari pikiran iseng para penulis blog, teori konspirasi orang-orang aneh, hingga penyebaran informasi bohong oleh berbagai kelompok" (hal. 130-131).

Kemudian Nichols menganalogikan internet dengan Hukum Sturgeon yang mengatakan "90 persen dari semua hal (di dunia maya), adalah sampah". Apakah kita sepakat dengan Tom Nichols soal matinya kepakaran ini? Apakah kita (penulis) menjadi salah satu dari tiga elemen identitas (tapi belum popular) yang ikut menentang para pakar?

     

Referensi

Irwansayah, Ade. 2019. "(Review Buku) Matinya Kepakaran: Cermin Perilaku Kita di Dunia Maya", https://www.gramedia.com/blog/review-buku-matinya-kepakaran-tom-nicholscermin-perilaku-kita-di-dunia-maya/, diakses pada tanggal 24 Februari 2023 pukul 12.03

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun