Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Sudah Saatnya Wisuda dengan Tampilan Kasual?

20 Februari 2023   11:45 Diperbarui: 20 Februari 2023   11:52 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi kasual. Sumber gambar : lifestyle.kompas.com

Apa bisa memilih baju untuk wisuda yang sudah ditentukan? Acara wisuda itu resmi. Terikat. Berbusana pun dengan syarat dan ketentuan berlaku. Jauh sebelum acara, para wisudawan atau wisudawati umumnya sudah diminta memakai busana formal semacam jas untuk pria dan kebaya untuk wanita. Di atas panggung atau di depan publik akademik, para wisudawan dan wisudawati akan memakai kostum yang disebut toga.   

Maka sebenarnya, memilih baju untuk wisuda sesungguhnya tidak susah apalagi ribet. Karena pada dasarnya di setiap prosesi wisuda, mahasiswa-mahasiswi atau siswa dan siswi wajib mempunyai toga untuk bisa mengikuti jalannya prosesi pelepasan kelulusan pada acara tersebut. Sehingga baju apapun yang dikenakan akan terbungkus toga.   

Toga adalah kostum yang identik dengan kelulusan usai menempuh proses pendidikan dan mendapatkan gelar akademik. Kostum toga terdiri dari topi, jubah dan identitas kampus. Pada pelaksanaan acara wisuda di mana pun oleh tingkat pendidikan apa pun, para wisudawan dan wisudawati pasti mengenakan kostum toga saat tampil dalam prosesi acara wisuda tersebut. Sementara kostum toga yang dikenakan adalah bagian yang didapat dari kewajibannya membayar administrasi untuk proses kelulusan atau wisuda. Sampai di titik ini, apakah memilih baju untuk wisuda masih diperlukan?

Nah, ini bagian ribetnya! Sebagian besar orang menilai bahwa acara wisuda adalah salah suatu peristiwa penting dalam hidup. Formal. Sakral. Bersejarah. Memorial. Posegenik momen. Oleh karena itu meskipun sudah ditentukan, setelan jas atau kebaya yang dikenakan harus yang terbaik, terbagus, terbaru dan ter lainnya. Sehingga berburu busana setelan jas dan kebaya jadi menu wajib bagi para calon wisudawan atau wisudawati. 

Baca juga: Sempilan

Kalau dulu toga hanya identik pada kelulusan jenjang pendidikan perguruan tinggi, kini kelulusan setingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Dasar (SD) bahkan pendidikan anak Taman Kanak-kanak (TK) yang belum menyematkan nama sekolah, juga melaksanakan proses wisuda saat kelulusan. Jadi, ribet jelang wisuda tidak hanya dialami oleh para wisudawan dan wisudawati, melainkan juga oleh para orang tua. Apakah keribetan ini baik-baik saja? Tidak juga.

Pernah viral tulisan terkait kritisi penyelenggaraan acara wisuda anak TK hingga SD. Kritisi tersebut datang dari seorang pengajar (guru) yang katanya mengajar di sebuah pesantren. Kritiknya berangkat dari keresahan yang mendapati anak ketiganya meminta toga lengkap saat hendak wisuda. Kritik yang ditulisnya berisi tentang filosofi toga dan wisuda, yang di posting di salah satu media sosial dan kemudian viral. 

Namun, bagian terpenting dari kritik itu sebenarnya cenderung pada kecurigaan bahwa penyelenggaraan proses kelulusan berkonsep wisuda dengan kostum toganya adalah untuk mencari cuan atau keuntungan. Juga dampak ribet yang mesti dialami oleh para orang tua dalam menyiapkan segala sesuatu yang menurut kritik itu belum tepat waktunya. Anak belum layak jika harus didandani, memakai make up, berburu busana, menggunakan high heels atau lainnya. 

Terlepas dari segala keribetannya, apa sebenarnya yang didapat oleh seorang anak TK-SMK yang proses kelulusannya melalui acara wisuda dengan kostum toganya? Kebanggaan? Merujuk ke kasus yang belum lama ini mencuat tentang Joki Ilmiah, yang memuat berita soal pengajuan guru besar dengan karya ilmiah yang ternyata dibuat lewat para Joki Ilmiah adalah sesuatu yang tentu saja berada di luar kebanggaan. Lantas untuk apa proses wisuda dengan segala keformalannya bila hanya sekadar formalitas? Tidak bolehkah jika kemudian muncul kecurigaan bahwa itu dilakukan semata untuk meraih cuan?

Untuk itu, sepertinya sudah tiba waktunya wisuda dengan kostum kasual. Berbusana tanpa ikatan resmi untuk acara formal. Memilih baju wisuda sebebas mungkin yang tentu berbatas etika dan kesantunan. Keluar dari aturan ketentuan dan syarat yang berlaku dengan tetap mematuhi poin-poin tertentu tanpa menghilangkan keformalan, kesakralan, sejarah, memorial dan posegenik momennya. Serta terutama, tak ada lagi penilaian tentang upaya institusi pendidikan mencari cuan dalam proses wisuda atau kelulusan. Apakah bisa?

Setiap perubahan yang terjadi pasti bukan karena tak bisa, melainkan karena motivasi dan kemauan yang kuat dalam tindakan. Maka pertanyaan untuk wisuda dengan tampilan kostum kasual bukan apakah bisa, tetapi apakah mau? Kalau yang ditanya para calon wisudawan atau wisudawati pasti hanya sedikit yang menjawab tidak mau atau menolak. Entah bila pertanyaannya sampai ke institusi-insitusi pendidikan. Mau atau tidak yah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun