Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hidupkan Kembali Cara Belajar Membaca ala 'Ini Budi' dalam Konteks Kekinian

3 Februari 2023   15:43 Diperbarui: 3 Februari 2023   15:49 2346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dok.kompasianer, Agus Puguh Santosa

Kita jadi bisa menulis dan membaca karena siapa?

Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu dari siapa?

Kita bisa pintar dibimbing pak guru

Kita bisa pandai dibimbing bu guru

Gurulah pelita penerang dalam gulita

Jasamu tiada tara

Generasi 1980 hingga 2000an pasti tidak asing dengan cara belajar membaca ala 'Ini Budi' lewat buku peraga yang dikarang oleh Siti Rahmani Rauf terbitan Balai Pustaka. Jutaan anak sekolah pada masa itu bisa membaca dengan mudah dan cepat lewat cara belajar membaca ala 'Ini Budi'. Hal itu menunjukkan bahwa cara belajar membaca ala 'Ini Budi' turut memberikan kontribusi dalam memberantas buta huruf.

Bukan tanpa alasan cara belajar membaca ala 'Ini Budi' diklaim mampu membuat jutaan anak bisa membaca dengan mudah dan cepat. Cara belajar membaca ala 'Ini Budi' ternyata tidak dikarang begitu saja. Kabarnya, buku peraga 'Ini Budi' adalah buku pertama yang dikarang dengan menerapkan metode pembelajaran 'Struktur Analisis Sintesis' (SAS).

Dalam Nunu Mahnun (2016) disebutkan bahwa metode Struktur Analisis Sintesis (SAS) dikembangkan oleh PKMM (Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI yang diprogramkan pada tahun 1974 yang didasarkan pada psikologi anak, linguistik struktural, fonik sintesis. Lalu apa ada yang salah dengan 'Ini Budi' sehingga tak digunakan lagi sejak kurikulum 2013?

Baca juga: Asingo

Dikutip dari Republika.co.id, Mendikbud Mohammad Nuh melarang pendidikan dengan praktik monoton guru dalam mengajar. Ia mencontohkan, pendidikan monoton yang berlangsung lama di Indonesia telah melahirkan anekdot seorang anak bernama Budi. Ia menjelaskan, dalam kurikulum 2013 akan diperkenalkan tokoh baru dalam buku SD.

Baca juga: Soliderit

"Ada si Edo yang keriting, itu cerminan Papua. Ada si Siti yang Berjilbab, ada si Dayu dari Bali, ada si Lani yang sipit, dia Chinese, ada juga si Beni orang Batak," ujar Nuh, di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Kurikulum 2013 dalam konteks mengubah praktik pembelajaran monoton patut diapresiasi. Oleh karena pendidikan memang seharusnya berkembang dan bertumbuh secara menerus dengan segala kreasi dan inovasinya. 

Terutama dengan kondisi bangsa yang majemuk dan dukungan teknologi yang kian maju, pendidikan harus terus bergerak dengan praktik pembelajaran aktif, interaktif dan multi-aktif. Tapi apakah cara belajar membaca ala 'Ini Budi' tidak bisa dipraktikkan guru lewat mengajar aktif, interaktif atau multi-aktif?

Praktik pembelajaran monoton yang dipermasalahkan seharusnya bukan ditujukan pada cara belajar membaca ala 'Ini Budi' (metode SAS), pun tidak ditujukan pada tokoh Budi dan Keluarganya yang selalu dan lagi-lagi ada, melainkan penerapan cara mengajarnya yang monoton. 

Lantas mengapa seolah tokoh Budi dan keluarganya serta metode SAS-nya yang disudutkan? Mengapa Budi dan keluarganya dihilangkan dengan alasan demi semangat menciptakan bahan ajar lebih dekat dan memuat pesan nasionalisme?

Menghilangkan Budi dan keluarganya dari bahan ajar, sesunguhnya, juga tidak mewakili semangat nasionalisme. Sebab bila Budi dan keluarganya merepresentasikan salah satu bagian dari masyarakat Indonesia yang majemuk, menghilangkan Budi dan keluarganya berarti melakukan suatu tindakan pelanggaran terkait SARA.

Pastinya, kita sepakat dengan semangat nasionalisme dalam pendidikan, pembelajaran dan bahan ajarnya. Semangat tersebut semestinya justru dibangun lewat campur tangan Budi dan keluarganya. Kita sepakat menghadirkan tokoh Edo, Siti, Dayu, Lani, Beni atau tokoh-tokoh lainnya. Tapi tentunya, akan jauh lebih nasionalisme jika semua tokoh tersebut diperkenalkan oleh tokoh Budi sang legenda pemberantas buta huruf.

Oleh karena itu, hidupkan kembali tokoh Budi dan keluarganya untuk membantu Edo, Siti, Dayu. Lani, Beni dan tokoh lainnya dalam upaya mencerdaskan bangsa dari kemampuan yang paling dasar, yakni membaca, menulis dan berhitung.

Untuk menghindari cara belajar dan mengajar yang monoton, tokoh Budi dan keluarganya serta tokoh-tokoh lainnya dapat dihidupkan secara riil. Tokoh-tokoh bisa dihadirkan dengan menciptakan maskot berbalut cosplay adat daerah atau mengutus duta belajar dari masing-masing daerah untuk mewakili Budi dan keluarga, Edo, Siti, Dayu, Lani, Beni dan lainnnya. Tapi lewat siapa tokoh-tokoh ini dihidupkan kembali?

Di awal tulisan terbaca potongan bait lagu 'Jasamu Guru' karya M. Isfanhari. Dari bait lagu tersebut jelas menunjukkan bahwa guru adalah sosok paling berjasa terhadap kemampuan menulis, membaca dan pengetahuan beragam ilmu yang dikuasai anak didik. Maka lewat mereka jugalah tokoh Budi dan keluarganya bisa mulai dihidupkan kembali.

Dan terkait pemberantasan buta huruf, menghidupkan kembali tokoh Budi dan keluarganya dalam konteks kekinian, berarti menghidupkan kembali cara belajar membaca ala 'Ini Budi' dengan metode SAS-nya dalam konteks keberagaman atau semangat nasionalisme melalui guru-guru di sekolah-sekolah maupun di kantong-kantong literasi semacam rumah baca, perpustakaan keliling, taman baca, pondok belajar dan lain-lain.

Referensi

Educhannel.id. 2022. "Metode Pembelajaran Struktur Analisis Sintesis", https://educhannel.id/blog/artikel/metode-pembelajaran-struktur-analisis-sintesis.html, diakses pada tanggal 3 januari 2023 pukul 12.58

Faqih, Mansyur. 2014. "M. Nuh: Tak Ada Lagi Budi di Buku SD", https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/05/29/n6ca07-m-nuh-tak-ada-lagi-budi-di-buku-sd, diakses pada tanggal 3 Januari 2023 pukul 12.37

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun