Kembali WFO, seusai pemerintah menghentikan PPKM ketika pandemi virus corona dianggap sudah mampu dikendalikan adalah keniscayaan bagi orang-orang yang berstatus pekerja atau karyawan. Bagi perusahaan, kembali WFO tentu menjadi berita baik yang tidak hanya berdampak pada stabilitas pengelolaan usaha, tetapi juga persoalan kinerja para karyawan.
Hidup adalah pilihan. Tetapi tidak semua pilihan dapat memberi kehidupan. Maka tak peduli usia tua atau muda, selama statusnya pekerja, kembali WFO adalah aturan perusahaan yang ketika itu diwajibkan, tak bisa ditawar atau dinegosiasikan.
Siapa bilang kaum muda lebih suka WFH? Hasil survei yang dilakukan Jakpat terhadap 1.436 pekerja berusia 18-44 tahun pada 24 Juni-4 Juli 2022, secara umum menunjukkan mayoritas pekerja di Indonesia dari semua generasi setuju WFO paling efektif.
Menurut data tersebut, sejumlah alasan respoden lebih memilih WFO adalah lebih efektif, memudahkan komunikasi dan koordinasi, fasilitas lebih memadai, mudah bersosialisasi dengan rekan kerja, jadwal kerja lebih teratur dan membuat batasan jelas antara kehidupan kerja dan pribadi.
Artinya, tudingan terhadap kaum muda yang mengatakan bahwa mereka lebih suka WFH, tidak tepat. Hasil survei dari hanya satu lembaga dengan jumlah 1.436 responden memang belum bisa mewakili secara keseluruhan pekerja di Indonesia.
Terlebih jika survei tersebut disandingkan dengan survei online dengan teknik self-administered yang dikutip dari ruangkerja.id, yang menyatakan dalam artikelnya, "Survei Membuktikan: 94% Karyawan di Indonesia Memilih untuk tidak Sepenuhnya Bekerja dari Kantor, Kenapa?" Â Survei dilakukan pada 10 November -2 Desember 2021 terhadap angkatan kerja usia 15-64 tahun.
Hasil survei menunjukkan bahwa karyawan di Indonesia lebih memilih WFH dengan alasan bekerja dari rumah dapat menghemat waktu, menghemat pengeluaran sehari-hari, dan keberadaan aplikasi seperti Google Meet atau Zoom yang memudahkan komunikasi dalam melakukan pekerjaan.
Bila bicara soal suka berarti bicara rasa. Soal rasa, siapa sih orang yang tidak mau terima gaji atau penghasilan dengan sistem kerja yang bebas. Lepas dari aturan, tempat, jadwal, ikatan, formalitas dan batasan-batasan lainnya.
Namun bekerja untuk orang lain (perusahaan), apa pun posisi atau jabatannya sudah bukan hanya soal suka atau rasa, melainkan tentang tanggung jawab, kinerja, kredibilitas, dedikasi, integritas, loyalitas, reputasi, prestasi dan nilai lainnya, yang terikat dan terkait dengan peraturan-peraturan. Â
Oleh karena itu, memilih WFH ketika aturan kembali WFO sudah diberlakukan adalah kontradiksi yang perlu penegasan, baik dari sisi pekerja maupun pengusaha. Berhenti bekerja dan membuka usaha sendiri tentu bisa menjadi pilihan bagi pekerja yang lebih menyukai WFH.
Mau WFH? Berhenti saja! Tidak usah kerja! Penegasan seperti ini bukan tidak mungkin dikeluarkan oleh perusahaan bagi pekerja atau karyawan yang tetap ingin memilih WFH ketika kembali WFO sudah diberlakukan sebagai keharusan.