Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Aturan ERP Jangan Sampai Membunuh Rezeki dan Daya Beli Wong Cilik! Titik!

11 Januari 2023   15:52 Diperbarui: 7 Februari 2023   09:13 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: otomotif.kompas.com

Secara garis besar, rencana penerapan jalan berbayar atau ERP (Electronic Road Pricing) bertujuan untuk memberi batasan kendaraan bermotor pada ruas jalan dan kawasan dalam waktu tertentu. Imbas dari penerapan rencana aturan ERP juga diharapkan mampu mengurai kemacetan lalu lintas dan bisa membuat orang beralih ke transportasi publik.

Tetapi jika tol dalam kota saja seringkali menimbulkan kemacetan, bagaimana penerapan jalan berbayar yang sejatinya ditujukan untuk mengurangi atau mengurai kemacetan bisa menanggulangi masalah yang sama terkait sistem pembayaran atau antrian yang bisa ditimbulkan di tiap pos, gardu, gerbang, mesin atau sistem pembayaran lainnya?

Belum lagi rencana besaran tarif yang akan diberlakukan untuk pembayaran sekali melintas di ruas jalan berbayar itu terhitung murah bagi kaum kaya, yang menggunakan kendaraan pribadi tidak sekadar dari nilai fungsi, melainkan juga gaya hidup. Sehingga aturan ERP tidak berpengaruh besar bagi mereka.

Tengok saja aturan ganjil genap (gage) yang pada jangka panjang tidak berlaku efektif karena selain jumlah kendaraan yang terus meningkat, tiap orang yang mampu bisa mengakali dengan membeli dan memiliki kendaraan bermotor dengan plat ganjil dan genap. 

Apa pun rencana penerapan suatu kebijakan yang pada dasarnya bertujuan untuk kebaikan bersama seharusnya tidak mengusik kebaikan bersama lainnya, yang dirasa sudah berjalan stabil. Tetapi melihat aturan dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elekronik (PPLE), terdapat 2 pasal yang berpotensi besar mengusik keberlangsungan perekonomian wong cilik atau mengusik rezeki dan daya beli rakyat kecil. 

Dua pasal tersebut termaktub dalam pasal 10 Ayat (1) dan pasal 15 Ayat (1). Pertama, bunyi pasal 10 Ayat (1) "Pengendalian lalu lintas secara elektronik pada kawasan pengendalian lalu lintas elektronik diberlakukan setiap hari dimulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB. Kedua, bunyi pasal 15 Ayat (1) yang mencantumkan 7 kendaraan yang mendapat pengecualian membayar tarif layanan pengendalian lalu lintas secara elektronik, yaitu:

  • Sepeda listrik
  • Kendaraan bermotor umum plat kuning
  • Kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan TNI/Polri kecuali/selain berplat hitam
  • Kendaraan korp  diplomatik negara asing
  • Kendaraan ambulans
  • Kendaraan jenasah
  • Kendaraan pemadam kebakaran

Baca juga: Disorientizen

Dalam pasal 10 Ayat (1), jam diberlakukannya peraturan adalah jam sibuk, yaitu waktu-waktu krusial yang dimiliki oleh para pencari rezeki (penghasilan, nafkah, pendapatan) rakyat kecil semacam opang, ojol, kurir, supir atau profesi serupa lainnya dalam menjalankan pekerjaan.

Seperti diketahui bahwa berdasarkan pasal 15 Ayat (1), opang, ojol, kurir, supir atau profesi serupa lainnya (tidak berplat kuning atau tidak menggunakan kendaraan bertenaga listrik) tidak termasuk ke dalam kendaraan bermotor yang mendapat pengecualian. Jika rencana aturan ERP dengan tarif antara Rp5.000 sampai Rp19.900 jadi diberlakukan untuk sekali melintas, berapa beban biaya yang akan mereka tanggung dalam sehari ketika intensitas pekerjaan yang dilakukan mengharuskan mereka melintasi 25 ruas jalan yang bakal diterapkan aturan ERP?

Baca juga: Kambing Abu-Abu

Bukankah beban tersebut mengusik keberlangsungan perekonomian mereka dari yang selama ini sudah dirasakan berat. Bensin naik, regulasi tarif ojol yang ditetapkan Kemenhub dinilai masih belum layak, penghasilan kurir yang terbilang masih di bawah UMP, beban biaya distribusi pengiriman barang dan lainnya, yang kesemuanya lagi-lagi akan berimbas pada kenaikan harga barang dan daya beli masyarakat. Apakah dampaknya sejauh itu?

Roda perekonomian suatu daerah, sederhananya ditentukan oleh penghasilan dan daya beli masyarakat. Ketika penghasilan dan daya beli masyarakat tidak bisa memenuhi kecukupan maka perputaran ekonomi tersendat. Bila aturan ERP diterapkan dan roda perputaran perekonomian rakyat kecil semacam opang, ojol, kurir, supir dan profesi serupa lainnya jadi tersendat, artinya peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah ikut membunuh rezeki dan daya beli wong cilik.

Untuk memastikan pembunuhan terhadap roda perputaran ekonomi wong cilik tidak terjadi, demi meyakinkan rakyat kecil bahwa rezeki dan daya beli mereka tidak terusik, pemerintah harus memberikan jaminan kepada opang, ojol, kurir, supir, profesi serupa rakyat kecil lainnya yang bisa terdampak aturan ERP, agar mereka ini kebal jalan berbayar ERP yang akan diterapkan Pemprov DKI Jakarta. Titik!  

Referensi

Indonesia, CNN. 2023. "Daftar 7 Kendaraan Kebal Jalan Berbayar ERP di Jakarta", https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230110094736-579-898277/daftar-7-kendaraan-kebal-jalan-berbayar-erp-di-jakarta, diakses pada tanggal 10 Januari 2023 pukul 12.47 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun