Sejak kapan predikat pemersatu bangsa disematkan pada wanita-wanita cantik berpenampilan seksi? Siapa yang memulai penyematan itu? Mengapa kita cenderung membiarkan stereotipe seperti itu terjadi? Apakah fenomena penyematan itu tidak masuk kategori pelecehan? Pertanyaan-pertanyaan itu menggelontor dalam benak.
Prihatin. Eccedentesiast. Sedih dalam batin tapi sesekali tergelak di sudut langit-langit mulut. Imajinasi menggelembung, pecah dan kemudian bercabang. Satu ke kanan mendeskripsikan kesedihan yang nyata. Lainnya ke kiri  mengguratkan tawa tertahan. Â
Di sisi kanan, imajinasi terkoyak oleh sesuatu yang terasa tidak pada tempatnya. Sesuatu yang seharusnya sakral, dijunjung tinggi, bermartabat dan mulia, kini diidentikkan dengan sensualitas. Ingat! Bangsa ini meraih kemerdekaan tidak secara cuma-cuma. Kemerdekaan diraih melalui perjuangan, keringat, air mata, darah dan nyawa serta pembuktian bahwa hanya dengan persatuan dan kesatuan semua pengorbanan menjadi tidak sia-sia.Â
Sampai kemudian lahirlah berbagai alat pemersatu bangsa yang ditujukan untuk menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan.Â
Sebuah pergerakan persatuan dan kesatuan dalam upaya mencapai kemerdekaan bahkan sudah dimulai dan tercatat dalam sejarah, sebelum kemerdekaan berhasil diraih, yakni pada sebuah momen dan komitmen bangsa di tanggal 28 Oktober 1928. Ketika itu perwakilan pemuda dari beberapa penjuru nusantara mengikrarkan sumpah pemuda yang bertujuan memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia dan memperteguh semangat persatuan dan kesatuan Indonesia.
Dikutip dari detik.com, ada beberapa alat pemersatu bangsa Indonesia selain Bhinneka Tunggal Ika. Seperti disebutkan dalam buku Sodiologi Etnik dan Ras oleh Iwan Ramadhan dan Imran, tujuan diciptakannya alat pemersatu bangsa adalah agar persatuan dan kesatuan bangsa terus terjaga. Dan berikut adalah alat pemersatu bangsa lainnya berdasarkan sumber yang sama; Pancasila, Bahasa Indonesia, Bendera Negara Sang Merah Putih, Lagu Indonesia Raya, Burung Garuda, dan Lagu-lagu Perjuangan.
Jelas sudah apa dan siapa pemersatu bangsa sesungguhnya. Moto atau semboyan, dasar negara, alat komunikasi, lambang negara dan musik nasional. Kemudian dari berbagai informasi ditunjukkan juga bahwa perekat dan pemersatu bangsa antara lain meliputi integrasi nasional, akulturasi dan asimilasi budaya, sikap tenggang rasa dan tepa selira serta toleransi dan moderasi beragama. Lah kok ini tiba-tiba muncul satu alat atau media berupa wajah-wajah cantik dan seksi masuk sebagai pemersatu bangsa. Apa kriterianya?
Penyematan predikat pemersatu bangsa kepada wanita-wanita cantik dengan tampilan seksi memang terkesan hanya intermeso yang terjadi dalam interaksi digital. Guyonan belaka atau sekadar humor. Tetapi sebuah pendapat daring dari salah satu platform media sosial menyatakan bahwa wanita-wanita cantik dan seksi yang diberi  predikat pemersatu bangsa menunjukkan adanya objek yang dijadikan sebab bersatunya bangsa.
Sebab objek itulah bangsa bersatu, dan objek tersebut bisa mempersatukan bangsa dengan alasan kecantikan, keseksian dan bagian tubuhnya. Oleh karena objek yang dimaksud adalah wanita maka bangsa bersatu yang dimaksud adalah bangsa pria. Â Â Â Â
Tetapi mengapa penyematannya menghubungkan bangsa di satu sisi dan sensualitas di sisi lain? Tidakkah penyematan seperti itu bisa masuk ke dalam ranah pelecehan, catcalling, humor seksis, disparagement, sex assault, verbal harassment atau sensitivitas gender?
Dan karena itu semua, muncul imajinasi dari sisi kiri dalam gurat tawa tertahan. Berimajinasi tentang sesuatu yang menggelitik sekaligus menggelikan. Membayangkan di berbagai konflik yang terjadi di dunia nyata, semua tuntas ketika salah satu dari sekian jumlah wanita yang diberi predikat pemersatu bangsa diselinapkan ke tengah-tengah konflik.
Sebuah imajinasi yang diumpamakan layaknya kondisi gagal fokus petarung, official, penyelenggara dan penonton pertarungan, yang tercipta saat jeda babak pada sebuah pertandingan tinju, kickboxing, MMA atau lainnya. Yaitu kondisi gagal fokus yang tercipta setelah bel berbunyi ketika seorang wanita (gadis ring) masuk ke tengah arena membawa sebuah papan bertuliskan angka putaran atau babak berikutnya.
Seketika kecantikan wajah, keseksian dan keterbukaan tampilan tubuh sang gadis ring meski sejenak, mampu mengalihkan pertarungan dan pertaruhan. Kerasnya hantaman, pukulan, tendangan, keringat, darah, luka dan emosi berganti sensualitas yang memukau dan membuai. Begitulah terciptanya kondisi gagal fokus yang diduga identik dengan yang akan terjadi pada orang-orang yang sedang berkonflik saat diselinapkan wanita pemersatu bangsa, terpukau dan terbuai. Â Â
Imajinasi selanjutnya, saat seorang wanita pemersatu bangsa diutus ke dalam  setiap konflik di dunia digital, secara perlahan konflik mereda hingga ke titik nol. Berbagai komentar negatif bersih tak bersisa. Hujatan, ujaran kebencian, penghinaan, ujaran SARA, intoleransi, saling tuduh, saling serang dan seteru lainnya berhenti. Pengunaan label kecebong, kampret dan kadal gurun menghilang. Persatuan dan kesatuan tercipta. Kedamaian terwujud.
Pencapaian itu akhirnya membawa imajinasi pada harapan ke tahun berikutnya, bangsa kita diapresiasi masuk nominasi penerima Penghargaan Nobel Perdamaian atas upaya mempersatukan bangsa dan menciptakan kedamaian melalui cara berbeda; sensualitas. Namun tentu saja ini adalah harapan dalam imajinasi yang konyol. Mustahil. Nihilisme. Â Â Â Â
Tapi namanya juga imajinasi. Dayanya bisa bergerak liar kemana-mana. Orang yang sedang berimajinasi kondisinya setara dengan ungkapan 'sultan mah bebas'. Bedanya, yang satu fakta, lainnya khayal. Itulah imajinasi sisi kiri dalam guratan tawa tertahan yang muncul atas penyematan predikat pemersatu bangsa pada wanita-wanita cantik dan seksi. Apakah faktanya wanita-wanita cantik dan seksi yang disematkan predikat pemersatu bangsa ini sungguh mampu mempersatukan bangsa?
Khabib Nurmagedov, seorang petarung MMA asal Rusia berkata pada suatu momentum, "Dengar, aku tidak ingin menyinggung siapa pun, ring girl adalah orang yang paling tidak berguna dalam seni bela diri. Apa tujuan mereka? Saya tanya. Anda  dapat menunjukkan bahwa ini ronde kedua melalui sebuah layar", kata Khabib dikutip dari Middle Easy.Â
"Misalnya, saya duduk dengan ayah saya. Setiap orang memiliki pandangan, budaya dan nilai-nilainya sendiri. Saya datang ke Fight Night, duduk dengan ayah saya. Orang-orang (ring girl) ini lewat dan menunjukkan bahwa ini adalah ronde kedua. Tapi, (anda tahu) tidak ada yang melihat papan yang di bawanya", susul Khabib.Â
Serupa dengan pendapat Khabib Nurmagedov terhadap gadis ring, tidak ada yang melihat papan yang di bawanya. Semua orang melihat gadisnya, cantiknya, seksinya, pakaian minimnya; sensualitasnya. Begitu pula predikat pemersatu bangsa yang disematkan pada wanita cantik dan seksi, predikat itu disematkan karena sensualitasnya. Bangsa (bangsa pria) bersatu karena sensualitasnya.Â
Jika pun ada wanita-wanita dijuluki pemersatu bangsa sesungguhnya, pastilah bukan karena sensualitasnya, dan raib pula 'bangsa pria' yang telah menyematkan sensualitas sebagai objek pemersatu bangsa. Pertanyaannya kemudian, di tengah merebaknya perseteruan, permusuhan, adu domba, pecah belah, isu SARA, intoleransi, ujaran kebencian dan konflik lainnya yang terjadi di dunia digital, kita bisa berharap pada siapa untuk menetralisirnya? Apakah pada influencer?
Pernah ada temuan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut pemerintah telah menganggarkan Rp1,29 triliun untuk belanja aktivitas digital di mana Rp90,45 miliar di antaranya untuk membiayai aktivitas yang melibatkan influencer atau buzzer.Â
Seandainya temuan tersebut benar adanya, semestinya menjadi kabar baik jika anggaran untuk membiayai aktivitas digital yang melibatkan influencer dan buzzer digunakan juga untuk tujuan melakukan netralisir terhadap perseteruan, permusuhan, adu domba, pecah belah, isu SARA, intoleransi, ujaran kebencian atau segala konflik yang terjadi di internet. Tetapi faktanya, satu perkara itu belum terbukti kebenarannya, sehingga perkara lain tidak berkorelasi.
Meskipun demikian, untuk mempersatukan bangsa di era serba digital tidaklah mudah. Sejauh bermunculannya perseteruan, permusuhan, adu domba, pecah belah, isu SARA, intoleransi, ujaran kebencian atau konflik lainnya di dunia digital, belum ada satu pun tokoh atau kelompok yang tampak mampu menetralisasi konflik-konflik yang terjadi. Mengapa netralisasi? Mengapa bukan pemersatu?
Mempersatukan segala hal yang berbeda saja tingkat kesulitannya luar biasa, terlebih mempersatukan perbedaan disaat perbedaan tersebut diduga yang menjadi pemicu terjadinya konflik. Oleh karenanya, langkah awal yang dibutuhkan dalam setiap konflik yang terjadi adalah kemampuan menetralisasi. Dengan konsep netralitas, perseteruan, permusuhan, adu domba, pecah belah, isu SARA, intoleransi, ujaran kebencian atau setiap konflik yang terjadi dapat diredam, diurai atau dinetralkan. Tapi siapa yang bisa melakukannya?
Kita bisa menyebut orang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan mengembalikan kondisi perseteruan, permusuhan, adu domba, pecah belah, isu SARA, intoleransi, ujaran kebencian dan konflik-konflik lainnya ke posisi netral sebagai netralis. Orang atau kelompok ini akan berbuat layaknya netralizer yang dibuat untuk memperbaiki kualitas air dalam kolam.
Namun kemampuan orang atau kelompok ini haruslah yang memiliki kemauan melakukannya dengan hati nurani, atas dasar empati, kemanusiaan, nasionalisme atau nilai positif lainnya. Sehingga tidak muncul satu pun alasan yang bisa menjadi celah kritik bagi mereka yang dinertralkan.Â
Untuk melakukan perbuatan semulia itu, tentunya tidak mungkin bisa dilakukan oleh wanita cantik dan seksi pemersatu bangsa yang mampu menyatukan 'bangsa pria, yang telah memberikan predikat penyematan itu dengan dan karena sensualitas.
Perbuatan mulia itu juga sepertinya tidak bisa dilakukan oleh influencer apalagi buzzer. Sebab dapat diduga, mereka justru bisa ikut memicu konflik yang terjadi semakin meruncing dan menyebar. Akhirnya kita hanya bisa berharap pada kemunculan para netralis atau bisa disebut juga netralisator, dan dalam lingkup digital akan kita sebut netralizen. Kita tunggu saja siapa sosok-sosok yang kelak memiliki kemampuan ini dan layak disebut netralizen!
Referensi       Â
Abdulqadirz. 2022. "Mengapa Cewek Seksi Disebut Pemersatu Bangsa?, https://www.kaskus.co.id/thread/61e88926dedc2c25bc66a0bd/mengapa-cewek-seksi-disebut-pemersatu-bangsa/, diakses pada 17 Desember 2022 pukul 15.24
Aisyah, Novia. 2022. "7 Alat Pemersatu Bangsa Indonesia, Apa Saja yang Perlu Diketahui?", https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5995363/7-alat-pemersatu-bangsa-indonesia-apa-saja-yang-perlu-diketahui, diakses pada tanggal 16 Desember 2022 pukul 17.54
Cnnindonesia. 2021. "Khabib Ingin Hapus Tradisi Ring Girl di MMA", https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20210825103942-178-685016/khabib-ingin-hapus-tradisi-ring-girl-di-mma, diakses pada tanggal 16 Desember 2022 pukul 18.03
Redaksi, Tim. 2020. "Menakar Alasan Pemerintah Jokowi Anggarkan 90 Miliar untuk Buzzer", https://voi.id/berita/11723/menakar-alasan-pemerintahan-jokowi-anggarkan-rp90-miliar-untuk-i-buzzer-i, diakses pada tanggal 17 Desember 2022 pukul 15.20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H