Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sempilan

12 Desember 2022   11:50 Diperbarui: 4 Mei 2023   09:11 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesal, jengkel, kalut, semua kecewa berkumpul jadi satu di benak saat kembali menyaksikan atap rumah saya bocor untuk kesekian kalinya. Di tengah kesibukan kerja dan mengurus keluarga kecil saya, kebocoran atap sungguh tidak nyaman, menguras pikiran dan membuat kepala serasa mau pecah. Terutama saat musim penghujan tiba.

Pada tahun 2021, dalam setahun saja, saya sudah empat kali melakukan perbaikan atap dengan membayar tukang yang katanya memiliki keahlian memperbaiki atap. Namun faktanya, atap rumah bagian kanan diperbaiki, bagian kiri rembes. Depan diselamatkan, belakang bocor. Atas ditambal bawah meneteskan air.

Memang saya akui, atap bahkan rumah peninggalan orang tua yang saya tempati seharusnya sudah dapat jatah renovasi. Sebab kondisinya mengkhawatirkan. Susunan rangka atapnya yang berbahan kayu sudah keropos di sana-sini. Tapi saya belum punya dana untuk itu. Sebab renovasi membutuhkan dana yang sangat besar.

Saya pernah coba memperbaiki sendiri kebocoran atap, mencari celah untuk memosisikan tubuh di suatu tempat yang nantinya memudahkan saya untuk menjangkau atap yang rembes atau bocor---di antara kondisi plafon yang rapuh. Kadang berhasil seringkali tidak. Itu pun baru sebatas mencari penempatan posisi tubuh, belum sampai ke perbaikan atapnya. Maklum saya tidak terbiasa dengan pertukangan.

Tetapi dari pengalaman itu saya mengamati bahwa untuk memperbaiki atap, apalagi dalam kondisi yang sulit diakomodir, diperlukan teknik, pengalaman dan pastinya keahlian. Selain itu saya juga melihat ketidakmampuan atau ketidaktahuan saya dalam hal pertukangan ternyata bisa dijadikan celah oleh orang lain. Pada celah itu kemudian disempilkan suatu strategi yang dampaknya dapat memengaruhi psikologis untuk saya mengiya atau menggangguk.  

Jauh hari sebelum bersentuhan dengan masalah atap, saya mengalami satu kejadian yang kurang lebih sama. Suatu hari saya mengunjungi sebuah bengkel motor resmi untuk melakukan service motor. Bukan service rutin, melainkan karena performa motor saat saya kendarai sudah tidak memberi kenyamanan lagi.

Singkat kisah. Begitu sang montir mempreteli mesin motor bebek saya dan memeriksanya, dia menghampiri dan mengatakan bahwa ada beberapa onderdil dari motor yang harus diganti. Setelah mengetahui onderdil apa saja yang perlu diganti dan mengetahui estimasi biayanya, saya pun menyetujui untuk dilakukan penggantian.

Sementara montir melakukan pekerjaannya, saya menanti sambil sesekali membaca sebuah koran 'Kompas' yang tersaji di kursi tunggu. Meski sudah berkompetisi dengan dunia digital ternyata koran masih ada yang terbit bahkan sampai akhir bulan November 2022 saya masih sempat melihat seseorang berjualan koran pada sebuah meja kayu di tepi jalan.

Satu jam lewat. Bedah mesin motor saya usai. Sang montir kembali menghampiri, kali ini menuntun saya mendekati motor bebek yang telah selesai dikerjakan. Di hadapan saya dia tarik tuas gas dengan sekali hentakan. Bunyi mesin motor menderu. Kemudian dia berkata tentang semua masalah, penyebab dan hasil service yang dilakukannya pada motor bebek saya yang terhitung telah berusia sembilan tahunan ketika itu.

Satu kalimat yang masih terus terngiang sampai hari ini adalah saat sang montir mengatakan bahwa 'kopling otomatis' motor saya bermasalah, harus segera diganti. Sesudah saya bicara dan mengorek informasi, sang montir mengatakan bahwa kopling otomatis motor saya masih bisa bertahan setidaknya sampai tiga bulan ke depan.

Saya sungguh tak mengerti tentang mesin motor. Tidak tahu apa yang dimaksud kopling otomatis pada motor bebek manual yang rasanya tidak memiliki part otomatis di bagian manapun. Tapi yang pasti, sampai motor bebek itu saya jual di akhir tahun 2021, sejak hari service itu pada tahun 2014, tidak satu pun service berikutnya menyempilkan kembali tentang masalah kopling otomatis.

Bila part yang dimaksud mengacu pada komponen kopling manual atau komponen yang setara dengan yang dimaksud sebagai kopling otomatis, ternyata setelah tujuh tahun lamanya motor bebek yang saya kendarai sepertinya baik-baik saja kopling otomatisnya.   

Lain waktu, seorang montir menyempilkan penggantian seperangkat komponen gir dan rantai motor bebek saya satu set lengkap pada saat melakukan service ringan. Padahal ketika saya mengamati kondisi dan mengingat-ingat kendala yang ditimbullkan dari komponen bagian itu saat dikendarai, belum saya rasakan.  Komponen tersebut harusnya masih baik-baik saja.

Sang montir kembali menyempilkan informasi tambahan terkait komponen gir dan rantai yang harus diganti. Bahwa ujung-ujung gir sudah tajam sehingga kemampuannya menggigit tiap lubang mata rantai jauh berkurang dan itu bisa menimbulkan ketidaknyamanan berkendara terutama pada perputaran roda belakang.

Jika pun tetap digunakan akan menimbulkan perputaran yang tersendat atau macet bahkan putus rantai. Semua informasi yang disampaikan montir pada akhirnya membuat saya terpengaruh lalu setuju untuk melakukan ganti baru. Setelah selesai, tidak seperti biasanya, entah mengapa set komponen gir dan rantai lama saya bawa pulang.

Setibanya di rumah, saya memarkir motor di jalan depan rumah dan mengecek kembali hasil service kalau-kalau ada sesuatu yang tertinggal. Tanpa sadar seorang teman tengah memerhatikan aktivitas yang saya lakukan. Ia juga melihat set komponen gir dan rantai bekas pakai yang saya taruh begitu saja di permukaan tanah. Ia mendekat, menyentuh dan mengamati set komponen tersebut kemudian memintanya dari saya.

"Ini masih bagus loh kelihatannya. Kok kamu ganti baru, kenapa?" Awalnya saya tidak bisa menjawab tapi kemudian semua informasi yang diberikan sang montir saya informasikan ulang kepadanya. Sedang set komponen gir dan rantai bekas pakai motor bebek saya sudah berpindah kepemilikkan.

Enam bulan berganti.  Saya kembali bertemu teman yang meminta set komponen gir dan rantai pada situasi yang sama hingga mengarahkan pertemuan pada topik pembicaraan tentang motor. Terkait informasi set komponen gir dan rantai yang dimintanya enam bulan lalu, cukup mengejutkan, gir dan rantai yang saya berikan masih aman digunakan oleh pemilik motor yang memang setipe dengan motor milik saya.

Faktanya, apa yang saya alami pernah dialami juga oleh banyak pemilik motor lain saat melakukan service. Beberapa informasi terkait fakta itu saya ketahui ketika berselancar di internet.

Menyempilkan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang berbekal keprofesian, keahlian, jabatan, status atau lainnya dengan cara memperhitungkan situasi atau kondisi yang ada dengan mengemukakan estimasi (perkiraan, pendapat atau penilaian) dan prediksi pada suatu kesempatan, bisa jadi hanya merupakan sebuah strategi untuk menarik keuntungan atau mengambil manfaat lebih banyak dari situasi atau kondisi yang sebenar atau seharusnya tidak demikian.

Strategi sempil atau sempilan tidak hanya terjadi pada sektor jasa service motor atau pertukangan saja. Sempilan bisa dilakukan di berbagai sektor atau bidang. Sebuah informasi yang disempilkan atas situasi atau kondisi tertentu yang kemudian dipresentasikan dalam bentuk estimasi dan prediksi bisa jadi benar tapi bisa juga keliru. Masalahnya apakah ada jaminan kebenaran atas estimasi dan prediksi yang disempilkan?

Kata sempil sebagai sebuah kata dasar tidak memiliki arti selain merujuk pada hasil bentukannya, yakni menyempil; tersempil yang sepadan dengan menyelit; menyisip; menyelip atau tersisip; terselip. Sempil sebagai sebuah kata yang berdiri sendiri tidak memiliki arti atau belum punya makna. Saya coba mencari makna dari padanan-padanan kata tersebut di kamus KBBI online Kemdikbud.

Kata menyelit tidak saya temukan ketika coba mencarinya dengan kata 'selit', yang saya duga sebagai dasar katanya, dan tidak saya temukan kata menyempil sebagai turunan padanannya. Lalu kata menyisip ditemukan dari dasar kata sisip tetapi tidak menempatkan menyempil sebagai padanannya. Kemudian kata menyelip juga ditemukan, berasal dari kata dasar selip tetapi juga tidak menempatkan menyempil sebagai padanannya.

Sementara kata tersisip berarti termasuk atau termuat di dalamnya; terselip; terselit; terkandung; sudah disisipkan. Sedangkan arti terselip; temasuk di antara beberapa buah benda; tersisip; terkandung (tercantum; tersembunyi) di dalam; melecit ke luar (dari lubang, mulut dan sebagainya).

Jadi setelah menelusuri kata sempil secara daring lewat kamus dan google, sepertinya kata sempil  masih merupakan ruang kosong sebagai kata yang berdiri sendiri. Tetapi ia bermakna ketika menjadi kata berimbuhan seperti dalam kalimat, 'anak kecil itu duduk menyempil di antara kedua orang tuanya'. Juga bermakna dan memiliki keterhubungan dengan pendefinisian maksud penulisan yang sepadan atas kata tersisip dan terselip.

Semua hasil penelusuran tersebut menjadi dasar untuk mendelegasikan kata sempil sebagai kata berdiri sendiri yang memiliki makna dan memberi rujukan pada kata sempilan untuk memiliki sebuah arti yang berdiri sendiri pula.

Untuk itu, demi memastikan sebuah sempilan adalah informasi tentang kebenaran atas estimasi dan prediksi yang dipresentasikan oleh siapapun (profesi, ahli, pejabat, status sosial atau lainnya), dan bukan merupakan strategi untuk menarik keuntungan atau mengambil manfaat lebih banyak, dibutuhkan jaminan kebenaran atas estimasi dan prediksinya.

Jaminan kebenaran yang dimaksud dibutuhkan dan bisa dibuat dalam sebuah perjanjian hitam di atas putih atau sesuai komitmen kesepakatan agar kita punya kekuatan, bukti atau dasar hukum untuk bisa melakukan komplain atau klaim ganti rugi atas estimasi dan prediksi keliru, salah, tidak tepat sasaran atau meleset atas sempil yang kita terima.   

Referensi   

Kamus. 2022. Pada KBBI Daring. Diakses pada tanggal 8 Desember 2022, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun