Hidup di masa kini sepertinya tak bisa lepas dari kata sosial dan turunannya. Setelah berisiknya mulai terdengar berbisik, topik pamer kemewahan yang tampil lewat konten di berbagai platform media sosial maupun program acara televisi agak teredam gaungnya. Â Â
Redamnya topik pamer kemewahan bukan karena tidak ada lagi konten-konten pamer kemewahan yang tersaji, melainkan wabahnya telah mulai mereda. Selaras dengan sebuah ciri dari cara berpikir eksponensial yang digemakan oleh Prof. Rhenald Kasali, bahwa segala sesuatu yang tiba-tiba bergerak cepat dan melejit, akan segera melambat dan jatuhnya cepat pula. Itulah yang terjadi pada topik pamer kemewahan.
Tetapi tentu saja kehidupan pamer kemewahan oleh individu atau kelompok yang disebut sosialita masih berlanjut. Â Terlebih, sosialita telah dikenal sebagai individu atau kelompok yang sering datang ke event gaya hidup dengan berbagai atribut kemewahan, kumpul-kumpul kelas atas yang juga tak lepas dari kegiatan ngelaba.Â
Aktivitas para sosialita sekarang tentunya tidak terpisah dari aktualisasi diri atau kelompok sosialitanya, yang ditunjukkan ke publik lewat unggahan konten di media sosial. Contohnya, ada salah satu yang disebut-sebut sebagai kelompok sosialita sempat viral dan diundang ke acara televisi Brownis yang dipandu Ivan Gunawan dan Ruben Onsu, di Trans TV.
Dalam tiap kegiatan arisan, kumpul atau kongkonya, apalagi yang dilakukan para sosialita jika bukan berujung ngelaba. Itu juga yang tampak terjadi pada program acara Brownis yang dalam unggahan potongan di youtubenya, diberi judul 'Sosialita Bandung Disepelein sama Netizen Nih| Best Moment Brownis'. Lantas apa yang dimaksud ngelaba?
Ngelaba bukan NGErumpi LewAt BAnyolan seperti yang dipopulerkan oleh grup lawak Patrio pada acara televisi komedi yang tayang lebih dari satu dekade sejak tahun 1995. Ngelaba di sini dimaksudkan sebagai NGErumpi LewAt BAngga diri.
Faktanya, seiring perkembangan yang terjadi, makna sosialita memang telah kehilangan substansi kesosialannya dan mengalami pergeseran bila kita tak mau menyebutnya perubahan. Sosialita menjelma dalam stigma berbangga diri atas kemewahan. Namun konotasi tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab masih ada mutiara di gunung pasir. Masih ada sosialita yang berkegiatan tanpa menghilangkan makna kesosialannya. Â
Selanjutnya, yang patut diwaspadai adalah bila ngelaba diartikan sebagai NGElakuin sosiaLABA. Karena itu berarti bahwa sosialita ngelaba adalah sosialita ngelakuin sosialaba. Jika demikian, apa jadinya? Sebab bila seorang sosialita mendanai pergaulan elit atau pamer kemewahannya dengan dana yang ditarik dari kegiatan sosial, hal yang pasti terjadi adalah timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Apakah sosialita ngelaba sama dengan sosialaba ngelita?  Â
Pada sekira tahun 1997, seorang teman Sekolah Menengah Pertama (SMP) merekrut saya untuk masuk sebuah negara dalam negara. Barangkali tepatnya sebuah organisasi, yang menurut argumentasi saya sekarang, tidak lebih dari kelompok bisnis berkonsep skema fonzi dan kebangsaan berkedok religi. Salah satu kegiatan yang dilakukan di dalamnya adalah ngelita alias ngelilit anggota.