Mohon tunggu...
Summerson Giawa
Summerson Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat/ Founder LBH Cakra Keadilan

not idealistic, but realistic dignified

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menuju DKI 1

15 Februari 2017   21:31 Diperbarui: 15 Februari 2017   23:07 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradigama yang berkembang dimasyarakat tentang era demokrasi baru belakang ini dapat disambut secara positif. Pemilihan kepala daerah secara langsung menjadikan masyarakat interaktif tuk mengenal calon yang dipilih, sehingga tidak seperti jaman "dulu" masyarakat tidak  mengenal siapa yang mereka pilih dan siapa yang memimpin mereka. Inilah era demokrasi yang ius contituendum /yang diharapkan oleh bangsa yang besar ini, kebebasan berekspresi dan mengekspresikan pemimpin yang diidolakan. Dan hal ini seyogyanya dapat berjalan seiring dengan euforia masyarakat tentang pemilihan langsung dengan tanggungjawab yang diemban oleh pemimpin tersebut selama ia menjabat kepada para pendukungnya dan lebih besarnya adalah kepada seluruh masyarakat;

Euforia pemilihan langsung ini dapat kita lihat pada hari ini, antusiame masyarakat terhadap calon petahana jagoannya masing-masing menyemarakkan pesta demokrasi yang dibanggakan oleh segenap insan negeri ini. Jargon jargon/yel yel ataupun simbol simbol yang dianggap sebagai bentuk marketing dari masing-masing calon yang dilakukan oleh timses masing masing dibuat sedemikian rupa untuk memikat para pemilih ibarat marketing sebuah produk dimana masing-masing produk sejenis bersaing terbaik menawarkan pesona, keunggulan, dari produk yang ditawarkan. 

Pada hari ini merupakan pesta rakyat untuk beberapa daerah di Indonesia untuk memilih kepala daerahnya. Dalam hal ini hampir semua media terpusat kepada DKI Jakarta karena daerah ini merupakan basis perputaran uang dan pemerintahan, dan tentunya tempat berjuta manusia berjuang untuk memperbaiki nasib dari berbagai daerah diseluruh Indonesia. Euforia pilkada ini mau tidak mau, suka tidak suka harus kita akui bahwa DKI Jakarta lah yang menjadi percontohan dari pilkada pilkada di daerah lain yang saat ini sedang berlangsung.

Berangkat dari hal tersebut, sebuah kritikan muncul bahwa euforia ini membawa dampak buruk atau positif. Untuk menjawabnya kita kembalikan kepada diri masing masing, melihat sejenak kebelakang tentang proses yang terjadi beberapa bulan ini di Jakarta. Euforia ini terkaadng membawa bangsa ini diambang perpecahan oleh opini opini yang tidak mendasar bahkan mengarah kepada isu SARA, baik di media sosial, media elektrinik, ataupun media cetak yang senantiasa menggiring proses demokrasi ini pun cenderung ada keberpihakan sehingga muncullah opini opini yang tidak menyenangkan sehingga muncul isu SARA. 

Dan anehnya juga terjadi gejala sosial disorientasi pluralisme, dimana perdebatan dan perang opini melalui medsos dari oknum ataupun kelompok yang menggiring khalayak lainnya kearah pemikiran pembuat opini tersebut. Bahkan wacana tentang disorientasi tersebut juga dibangun oleh para elite yang seharusnya menjadi pengayom saat nuansa perpecahan mulai tercium. Inilah dagelan yang sedang dimainkan oleh orang ataupun oknum tertentu yang membagun sebuah disorientasi pluralisme di bangsa yang besar ini.

Jakarta merupakan central dari segalanya, sehingga semua mata tertuju pada kota yang besar ini. Perubahan kota Jakarta akan menjadi trend untuk daerah daerah lainnya untuk berkembang lebih maju. Pesona demokrasi yang terjadi merupakan sebuah pelajaran yang penting untuk proses demokrasi lainnya yang sedang ataupun yang akan terjadi di daerah lain. Namun kiranya hal yang tidak menyenangkan tentang dibangunnya sebuah opini sesat kiranya tidak terjadi di daerah lain yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah juga. Selamat berpesta rakyat...Demokrasi butuh proses dan waktu untuk dewasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun