Mohon tunggu...
SUMIATI TOMADEHE
SUMIATI TOMADEHE Mohon Tunggu... -

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Teori Bagi Hasil dan Bunga pada Perbankan Syari`ah dan Konvensionai

29 Mei 2016   06:18 Diperbarui: 29 Mei 2016   08:40 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

TEORI BAGI  BAGI HASIL DAN BUNGA

(Pada Perbankan Syari`ah dan  Konvensional)

Mahasiswa Pasca UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

            “Pembagian Keuntugan” menjadi focus pembahasan dalam tulisan ini, teori  dasar profit and loss sharing yang disingkat (PLS)  atau  Bagi Hasil. dan bagi hasil ini di terapkan pada ekonomi Syari`ah dan Bunga diterapkan pada  ekonomi Konvensional.

            Teori Keynes,  dikemukakan dengan  dinamakan “Liqudity Preference Theory of Interest”. Menurut Keynes tingkat bunga ditentukan oleh preference dan suplly of money. Liquidity preference ini adalah keinginan memegang atau menahan uang didasarkan tiga alasan yaitu motif transaksi, berjaga-jaga dan motif spekulasi. Dan  para ahli-ahli ekonomi sesudah klasik pada umumnya memberikan sokongan pada pandangan Keynes yang berkeyakinan bahwa tingakat bunga merupakan balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preferencenya (permintaan uang). (Muchlis Yahya 2011).

            Asumsi  Keynes ini bahwa  Permintaan uang mempunyai hubungan yang negative dengan tingkat bunga. Hubungan yang negative antara permintaan uang dengan tingkat bunga ini dapat diterangkan Keynes, dia mengatakan bahwa masyarakat mempunyai pendapat tentang adanya tingkat bunga nominal (natural rate). ini artinya bilamana tingkat bunga turun dari tingkat bunga nominal dalam masyarakat ada suatu keyakinan memegang obligasi (surat berharga) pada saat suku bunga naik (harga obligasi mengalami penurunan) pemegang obligasi tersebut akan mengalami kerugian (capital loss).

            Pandangan ekonomi Syari`ah, penulis  mengutip teori  (Ummar Chapra, 2001) bahwa uang adalah uang. Dalam arti ia hanya memerankan fungsinya sebagai alat tukar.  Di antara pakar terkemuka ekonomi Syari`ah adalah al- Ghazali. mendefinisikan uang sebagai, barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana mendapatkan barang lain. Uang adalah barang yang disepakati fungsinya sebagai media pertukaran (medium of exchange). Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsic). Nilai benda yang berfungsi sebagai alat tukar. Nilai “peran” dalam benda yang berfungsi sebagai uang adalah nilai tukar dan nilai nominalnya. Karena itu ia mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri, tetapi mampu merefleksikan semua jenis warna (Al-Ghazali, 1963).

            Dari teori pakar Syari`ah ini,  muncul pertanyaan mendasar adalah   apa model dasar ekonomi Syari`ah?. Ekonomi Syari`ah dibangun harus memiliki dasar bangunan sehingga berdiri kokoh, hal ini di kaji berdasarkan  atas dasar filosofi religiusitas,dan institusi keadilan, serta instrument kemaslahatan  dalam Firman Allah SWT(Q.S. at-Takaatsur:1–2, alMunaafiquun: 9).

حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ,أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ

Artinya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu , sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. At Takasur : 1-2)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(Q.S. Al-Munafiqun: 9)

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya:Orang-orang yang makan (mengambil)ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama denganriba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambilriba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambilriba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya

            Filosofi religiusitas melahirkan basis ekonomi dengan atribut pelarangan riba/bunga,  Institusi keadilan melahirkan basis teori profit and loss sharing(PLS) dengan atribut nisbah bagi hasil. Sehingga Instrumen kemaslahatan melahirkan kebijakan pelembagaan zakat, pelarangan israf, dan pembiayaan (bisnis) halal, yang semuanya itu dituntun oleh nilai falah(bukan utilitarianismedan rasionalisme).  Dasar filosofi relijiusitas, institusi keadilan, dan instrumen kemaslahatan merupakan aspek dasar yang membedakan ekonomi Syari`ah dengan  ekonomi konvensional.

            Penulis mensederhanakan  dari kedua perbedaan  istilah Profit sharing dan bunga karena bunga merupakan batas jasa yang diberikan oleh  bank konvensional  untuk nasabah yang memiliki simpanan  dan harus dibayarkan nasabah kepada bank jika nasaba memiliki pinjaman kepada bank. Sedangkan bagi hasil (marjin) kita harus  mengenal istilah riba yang memiliki arti tambahan sebagai syarat yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman  selain pinjaman pokok, hal inilah dikarenakan  adanya penigkatan yang berlipat.

            Model dasar ekonomi Syari`ah adalah pertanyaan mendasar dalam tulisan ini, menjadi kesimpulan model dasar ekonomi Syari`ah disebut mudharabah,  karena pada saat akad kerjasama usaha satu pihak (Bank Syariah) memberikan kontribusi permodalan sedangkan pihak pengelola   memberikan kontribusi mengelola usaha  dalam bentuk tenaga, pikiran, skil maupun  manajemen. Dan contoh lain  model dasar ekonomi Syari`ah Musyarakah(partnership) model ini,  menunjukkan masing- masing pihak memberikan kontribusi dalam permodalan. Mereka sepakat untuk melakukan profit losssharing. Formula menentukan nisbah bagi hasil dan   Nisbah bagi hasil di antara mitra  ditentukan berdasarkan porsi masing-masing dalam permodalan. Bila ada dua orang melakukan musyarakah dengan menyetor modal masing-masing 50%, maka nisbah bagi hasilnya juga 50 : 50.

             Teori pemikiran  ini banyak dianut kalangan madzhab Syafi’i dan Maliki. Nisbah bagi hasil di antara mitra ditentukan atas pertimbangan kontribusi dalam organisasi dan kewirausahaan. Dalam model musyarakah seseorang mendapatkan porsi bagi hasil lebih besar atau lebih kecil diukur dari porsi kontribusinya dalam permodalan.

            Dengan demikian Penerapan instrumen bagi hasil lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan instrument bunga.  Bagi hasil melihat kemungkinan profit(untung) dan resiko sebagai fakta  terjadi di kemudian hari. Sedangkan bunga hanya mengakui kepastian profit(untung) pada penggunaanuang.makabagi  hasil merupakan penggerak dasar operasionalisasi perbankan Syari`ah, sedangkan bunga merupakan penggerak dasar operasionalisasi perbankan konvensional.

REFERENSI

Al-Ghazali (1963), Ihya al Ulum ad Din. Bairut: Daar al- Fiqr Alsadek H. Gait, Andrew C. Worthington (2006),

An Empirical Survey of Individual Consumer, Busness Firm and Financial Institution Attitudes towards Islamic Methods, School of Accounting& Finance University of Wollongong, WollongongNSW 2522 Australia, JEL Classification: D12;G20; Z12.

Al-Sultan, W (1999), “Financial Characteristics of Interest- Free Banks and Conventional Bank Accounting and finance”, Wollongong, The University of Wollongong. Chapter8 in Ph.D. Dissertation.

Chapra, M.U. (2001), “Why has Islam prohibited interest: rationale behind the prohibition of interest”, Review of Islamic Economics, Vol. 9, pp. 5 -20. Erol, C., Kaynak, E. and E1-Bdour, R. (1990), “Conventional and Islamic Bank: Patronage Behaviour of Jordanian Customers”, International Journal ofBank Marketing,Vol. 8 No. 5, pp. 25-35.

Fuad Mohd. Fachruddin, (1991), Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi,cet. 1, Bandung: Al-Maarif, 1991.

Gerrard, P and Cunningham J (1997), “Islamic Banking: A Study in Singapore.” International Journal ofBank Marketing15(6): 204-216. Hegazy, I (1995), “An Empirical Comparative Study between Islamic and Commercial Banks’ Selection Criteria in Egypt.” International Journal of

Adiwarman Karim Azwar, 2001. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Bina Insani.

___________________ ((2001), Sejarah Pemikiran

Ekonomi Islam,Jakarta: International Institute of Islamic Thought.

___________________ ((2007), Ekonomi Mikro IslamI (Edisi ketiga),Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Ahmad, N and Haron, “Perceptions of Malaysian Corporate Customers Towards Islamic Banking Products and Services.” International Journal ofIslamic Financial Services3(4). 2002

Ahmad Dimyati (2007), Teori Keuangan Islam: Rekonstruksi Metodologis terhadapKonsepKeuangan al-Ghazali, Yogyakarta, UII Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun