Mohon tunggu...
Sumintarsih Min
Sumintarsih Min Mohon Tunggu... Guru - guru bahasa Indonesia SMP Al Irsyad Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah

Menjadi guru adalah pilihan hidup yang sangat saya syukuri. Dengan menjadi guru setiap saat saya bisa menitipkan pesan positif kepada penerus masa depan bangsa dan agama. Menulis adalah salah satu cara menggerakkan lingkungan (siswa, guru, dan orang tua siswa) untuk berbagi dan turut meningkatkan literasi bangsa. Insyaallah terus menulis, belajar menulis, dan mengajak orang lain menulis. Bismillah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kok, Diambil?

3 November 2022   19:26 Diperbarui: 3 November 2022   19:28 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac


Sita, seorang perempuan cantik baru saja mendapatkan kursi di sebuah kereta ekonomi jurusan Purwokerto. Lelah badannya setelah seharian jalan-jalan belanja, walau sendirian, di Malioboro akan segera terobati. Dia berencana duduk dan akan berselancar di dunia maya. Hp kesayangannya lengkap dengan headset sudah memanggil-manggil matanya untuk segera dimainkan. Segala macam media sosial ia miliki seakan semua informasi terkini harus dia ikuti jangan sampai tertinggal dari teman-temannya.

Namun, pemandangan tidak enak di depannya, persis di depan posisi dia duduk. Pak Marno, seorang kakek berbadan kurus,  memojokkan tubuhnya di sandaran kursi. Tepat pipi kanannya menyatu dengan kaca jendela kereta. Yang membuat Sita gerah adalah dengkuran kakek tersebut.

"Mbah, Mbah... bangun. Jangan mendengkur!" desak Sita tanpa merasa bersalah. Tangannya menggerak-gerakkan lutut Pak Marno, sedangkan mulutnya terus saja nerocos. Dia tidak peduli umur berapa orang yang diajak bicara. Sampai terucap agar ngoroknya nanti di rumah. Sambil jarinya mengibaskan rambut ke belakang, tangan kirinya mengambil botol air mineral di meja. Meja kecil yang menempel di jendela. Sita membuka dan meneguknya. "Mbak, itu air minumku. Kok, di," kata Kakek setengah heran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun