Sita, seorang perempuan cantik baru saja mendapatkan kursi di sebuah kereta ekonomi jurusan Purwokerto. Lelah badannya setelah seharian jalan-jalan belanja, walau sendirian, di Malioboro akan segera terobati. Dia berencana duduk dan akan berselancar di dunia maya. Hp kesayangannya lengkap dengan headset sudah memanggil-manggil matanya untuk segera dimainkan. Segala macam media sosial ia miliki seakan semua informasi terkini harus dia ikuti jangan sampai tertinggal dari teman-temannya.
Namun, pemandangan tidak enak di depannya, persis di depan posisi dia duduk. Pak Marno, seorang kakek berbadan kurus, memojokkan tubuhnya di sandaran kursi. Tepat pipi kanannya menyatu dengan kaca jendela kereta. Yang membuat Sita gerah adalah dengkuran kakek tersebut.
"Mbah, Mbah... bangun. Jangan mendengkur!" desak Sita tanpa merasa bersalah. Tangannya menggerak-gerakkan lutut Pak Marno, sedangkan mulutnya terus saja nerocos. Dia tidak peduli umur berapa orang yang diajak bicara. Sampai terucap agar ngoroknya nanti di rumah. Sambil jarinya mengibaskan rambut ke belakang, tangan kirinya mengambil botol air mineral di meja. Meja kecil yang menempel di jendela. Sita membuka dan meneguknya. "Mbak, itu air minumku. Kok, di," kata Kakek setengah heran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H