Mohon tunggu...
Sumintarsih Min
Sumintarsih Min Mohon Tunggu... Guru - guru bahasa Indonesia SMP Al Irsyad Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah

Menjadi guru adalah pilihan hidup yang sangat saya syukuri. Dengan menjadi guru setiap saat saya bisa menitipkan pesan positif kepada penerus masa depan bangsa dan agama. Menulis adalah salah satu cara menggerakkan lingkungan (siswa, guru, dan orang tua siswa) untuk berbagi dan turut meningkatkan literasi bangsa. Insyaallah terus menulis, belajar menulis, dan mengajak orang lain menulis. Bismillah.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Selesaikan Masalah Sampai ke Akarnya

26 September 2022   21:42 Diperbarui: 26 September 2022   21:48 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan berlubang, salah siapa? Terutama di musim penghujan, jalan berlubang bisa kita jumpai di mana-mana. Jelas kita tidak bisa menyalahkan sang hujan, dong! Seperti yang saya alami setiap hari, berangkat dan pulang kerja selalu melewati jalanan seperti itu. Pinginnya bisa jalan cepat, berhubung harus menghindari lubangan-lubangan yang dalam dan penuh air, motor pun bergerak pelan. Mencari jalan alternatif menjadi salah satu solusi yang  saya ambil.

Jalan lubang di perumahan saya bukan hanya kali ini, bahkan setiap datang hujan, pemandangan ini selalu saja hadir. Namun, yang paling parah adalah kali ini. Hampir memenuhi jalan, kanan kiri depan belakang, jalan berlubang itu mencapai panjang beberapa meter.
Demikian juga jalan lubang di jalan raya, menganga dan siap menagkap mangsa. Kondisi seperti ini rawan kecelakaan. Beberapa hari kemudian ditambal dengan aspal. Akan tetapi, sama juga, beberapa bulan akan berlubang lagi

Pertanyaan yang sering saya ajukan dalam hati adalah, mengapa perbaikan jalan hanya menambal yang lubang. Belum ada sebulan, tambalan raib terbawa air. Tambal lagi, hilang lagi. Tambal lagi, lubang lagi. Bila air mendapatkan jalan yang semestinya, selokan di kanan kiri jalan, ga akan ada lagi jalan bolong di sana sini. Inilah sebenarnya air menuntut haknya. Mengatasi masalah tidak pada akarnya, hanya akan ada pengulangan dan pengulangan.

Apakah pihak pemangu kebijakan tidak membuatkan peraturan? Warga harus bagaimana dalam bersikap terhadap lingkungan? Tidak jarang warga menutup selokan untuk menambah beberapa sentimeter wilayahnya. Entah sekadar menambah halaman, area parkir, atau membuat pagar, dan lain-lain. Akibatnya, kanan-kiri jalan tanpa selokan. Selokan yang tertutup, lama-lama hilang.

Dokpri
Dokpri

Ah, kenapa tiba-tiba saya teringat dengan kehidupan manusia? Di antara kita yang mempunyai masalah kadang sampai pada mendatangkan kesedihan tidak kunjung usai. Akibatnya, hati dan pikiran kita terbelenggu memikirkan hal yang sama. Apakah itu masalah dalam rumah tangga, dalam pekerjaan, keuangan, atau hal yang lain. Apakah kita sudah berusaha untuk menemukan solusinya? Misalnya dengan konsultasi dan meminta bantuan orang lain atau ahli, juga berdoa memohon bantuan-Nya.  

Kasus jalan berlubang di atas bisa menjadi analogi. Bila yang kita selesaikan masalah hanya pada permukaan, tinggal tunggu saja masalah akan datang lagi. Namun, bila yang dibereskan dulu adalah akarnyaa, insyaallah tuntas dan tidak muncul lagi mengganggu hari-hari kita.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun