Jalan berlubang, salah siapa? Terutama di musim penghujan, jalan berlubang bisa kita jumpai di mana-mana. Jelas kita tidak bisa menyalahkan sang hujan, dong! Seperti yang saya alami setiap hari, berangkat dan pulang kerja selalu melewati jalanan seperti itu. Pinginnya bisa jalan cepat, berhubung harus menghindari lubangan-lubangan yang dalam dan penuh air, motor pun bergerak pelan. Mencari jalan alternatif menjadi salah satu solusi yang  saya ambil.
Jalan lubang di perumahan saya bukan hanya kali ini, bahkan setiap datang hujan, pemandangan ini selalu saja hadir. Namun, yang paling parah adalah kali ini. Hampir memenuhi jalan, kanan kiri depan belakang, jalan berlubang itu mencapai panjang beberapa meter.
Demikian juga jalan lubang di jalan raya, menganga dan siap menagkap mangsa. Kondisi seperti ini rawan kecelakaan. Beberapa hari kemudian ditambal dengan aspal. Akan tetapi, sama juga, beberapa bulan akan berlubang lagi
Pertanyaan yang sering saya ajukan dalam hati adalah, mengapa perbaikan jalan hanya menambal yang lubang. Belum ada sebulan, tambalan raib terbawa air. Tambal lagi, hilang lagi. Tambal lagi, lubang lagi. Bila air mendapatkan jalan yang semestinya, selokan di kanan kiri jalan, ga akan ada lagi jalan bolong di sana sini. Inilah sebenarnya air menuntut haknya. Mengatasi masalah tidak pada akarnya, hanya akan ada pengulangan dan pengulangan.
Apakah pihak pemangu kebijakan tidak membuatkan peraturan? Warga harus bagaimana dalam bersikap terhadap lingkungan? Tidak jarang warga menutup selokan untuk menambah beberapa sentimeter wilayahnya. Entah sekadar menambah halaman, area parkir, atau membuat pagar, dan lain-lain. Akibatnya, kanan-kiri jalan tanpa selokan. Selokan yang tertutup, lama-lama hilang.
Ah, kenapa tiba-tiba saya teringat dengan kehidupan manusia? Di antara kita yang mempunyai masalah kadang sampai pada mendatangkan kesedihan tidak kunjung usai. Akibatnya, hati dan pikiran kita terbelenggu memikirkan hal yang sama. Apakah itu masalah dalam rumah tangga, dalam pekerjaan, keuangan, atau hal yang lain. Apakah kita sudah berusaha untuk menemukan solusinya? Misalnya dengan konsultasi dan meminta bantuan orang lain atau ahli, juga berdoa memohon bantuan-Nya. Â
Kasus jalan berlubang di atas bisa menjadi analogi. Bila yang kita selesaikan masalah hanya pada permukaan, tinggal tunggu saja masalah akan datang lagi. Namun, bila yang dibereskan dulu adalah akarnyaa, insyaallah tuntas dan tidak muncul lagi mengganggu hari-hari kita.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H