Mohon tunggu...
Sumintarsih Min
Sumintarsih Min Mohon Tunggu... Guru - guru bahasa Indonesia SMP Al Irsyad Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah

Menjadi guru adalah pilihan hidup yang sangat saya syukuri. Dengan menjadi guru setiap saat saya bisa menitipkan pesan positif kepada penerus masa depan bangsa dan agama. Menulis adalah salah satu cara menggerakkan lingkungan (siswa, guru, dan orang tua siswa) untuk berbagi dan turut meningkatkan literasi bangsa. Insyaallah terus menulis, belajar menulis, dan mengajak orang lain menulis. Bismillah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sehari 7 Kali Naik Bus Kota

9 September 2022   00:47 Diperbarui: 9 September 2022   01:04 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali hari Kamis, kembali grup WA Lagerunal menawarkan tantangan menulis. Kali ini dengan tema Yogyakarta. Tema yang membuat semua orang ingin bernostalgia.

Setiap orang yang pernah singgah di Yogjakarta, pasti merasa betah dan enggan kembali pulang. Benar nggak?  Pengalaman langsung dialami oleh teman saya yang tinggal di Jogja, sebutan pendek dari Yogyakarta, untuk kuliah. Sebagian mereka dari Sumatra, Kalimantan, NTT, dan Irian. Apalagi, yang dari Jawa. Mereka merasa nyaman dan kerasan tinggal di Yogya. Saking semangatnya, ada teman dari Jawa barat, target tiga bulan harus bisa berbahasa Jawa dan berhasil.

Apanya yang membuat mereka kerasan? Saya sendiri merasakan kenyamanan itu dengan adanya rasa kekeluargaan antara warga tetap dan pendatang. Kami yang anak kos dan sebagai pendatang ini bisa tinggal nyaman di tengah warga setempat. Tempat kos yang nyaman, murah, apalagi makanan yang disediakan oleh warga. Makanan sehari-hari yang sangat cocok dengan dompet anak kos.

Berbagai kemurahan yang ditawarkan membuat kita mudah bergerak. Belanja murah tinggal memilih. Mencari tempat wisata murah dari alam pegunungan di Kaliurang, sampai pantai Parangtritis dan sekitarnya juga ada. Wisata sejarah apalagi, candi dan museum juga banyak.  

Ah, tiba-tiba saya jadi ingat bus kota. Tahun 1990 awal saya masuk kuliah di FISIPOL UGM. Tarif bus kota hanya 100 rupiah. Selain kuliah saya ikut pramuka dan koperasi mahasiswa. Patutlah sehari bisa wira wiri sampai 7 kali naik bus kota.

Meskipun saya tinggal di Karangmalang, dekat dengan kampusI FISIPOL, terkadang kuliah umum di gedung Perpustakaan Pusat UGM, perjalanan dengan bus kota. Ditambah urusan kegiatan atau yang lainnya. Itulah enaknya jadi anak kos. Tidak masalah mengikuti berbagai kegiatan, bahkan sampai sore.

Ya, jarak dari tempat asal saya, Wates Kulon Progo, sebenarnya bisa dilajo karena bisa ditempuh hanya satu jam lebih sedikit. Itulah maka sebagian teman saya tidak kos. Saya tetap ngekos karena ingin tenang mengikuti kuliah dan berkegiatan.  

Foto bus: google

(tidak menemukan foto bus kota yang oranye)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun