Awal tahun 2020 menjadi sesuatu yang mungkin akan menjadi hal yang tak bisa dilupakan (bersejarah) sekaligus awal dari perubahan bagi masyarakat Indonesia. Tepatnya bulan maret menjadi titik awal sebuah kebijakan baru dari pemerintah yaitu seluruh masyarakat Indonesia harus mengurung diri di rumahnya masing-masing selama dua pekan ke depan.Â
Hal itu dilakukan karena sebuah virus yang menggerogoti sistem pernapasan manusia hampir ke semua negara di dunia termasuk Indonesia yang sudah menyebar luas, apalagi kalau bukan Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan nama Virus Corona.Â
Virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara termasuk Indonesia hanya dalam waktu beberapa bulan (sumber : https://www.alodokter.com/virus-corona).
Yang dibayangkan masyarakat dua pekan di rumahkan ya memang empat belas hari, namun tenyata mimpi buruk diperpanjang dimana karena pandemi Covid-19 kebijakan berdiam diri di rumah semakin lama yang pada akhirnya kebijakan tersebut diberi nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan PSSB mempengaruhi ke segala aspek kehidupan yang mana segala aktivitas masayarakat di luar rumah tidak lagi sebebas sebelum Covid-19 menyerang.Â
Dari mulai kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, kegiatan politik semua harus dilakukan dari rumah yang dikenal juga dengan sebutan Work From Home (WFH), tak terkecuali dalam bidang pendidikan segala aktivitas sekolah dari mulai tingkat PAUD/TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi semuanya harus dialihkan menjadi pembelajaran melalui perangkat elektronik yang menggunakan jaringan internet.Â
Hal itu membuat para guru yang harus memutar balikan otak untuk memikirkan pengelolaan pembelajaran agar terus berjalan sesuai dengan tujuannya. Begitupun semua anak sekolah dan para orang tuanya dituntut untuk bisa mengoperasikan komputer/laptop, gadget atau perangkat lain yang menjadi penunjangnya untuk tetap bisa mengikuti pembelajaran.
Mungkin orang-orang yang sudah terbiasa memegang perangkat elektronik tidak ada masalah ketika semuanya dialihkan menjadi kegiatan online yang di Indonesia dikenal dengan istilah daring (dalam jaringan). Namun, apakah kamu tahu? Ternyata masih banyak masyarakat yang masih awam akan hal tersebut terutama masyarakat marginal (tertinggal).Â
Anak-anak yang tinggal di wilayah marginal ketika mendengar istilah "Sekolah Daring" mungkin serasa mimpi mereka seketika terhalang oleh adanya sebuah jaringan internet. Bagaimana tidak, satu-satunya jalan mereka yaitu menggantungkan segala cita-citanya melalui belajar di sekolah secara langsung.Â
Dengan sangat ingin tetap memajukan pendidikan para pemeran sekolah yang berada di wilayah marginal yang mana akses internet dan fasilitas yang sangat terbatas mau tidak mau tetap harus menjalankan kewajibannya sebagai pendidik.Â
Mereka ada yang kegiatan di sekolahnya masih tetap berjalan meski tidak full time atau bahkan para pendidik dengan niat door to door ke rumah muridnya masing-masing untuk mengajar. Memang SANGAT MULIA perjuangan mereka para pendidik yang rela berkorban di daerah tertinggal.
Melihat kondisi seperti itu, pemerintah tidak tinggal diam. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadima Karim atau yang sering disapa Mas Mentri  membuat sebuah program yang mana selain untuk membantu para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah tertinggal dalam meningkatkan literasi, numerasi, adaptasi teknologi dan administrasi juga bertujuan untuk memberdayakan para mahasiswa yang ikut terdampak pembelajaran daring agar terus mengoptimalkan kompetensi yang dimilikinya sebagai penerapan ilmu yang dipelajarinya selama di kampus, program tersebut diberi nama dengan Kampus Mengajar Angkatan 1.Â
Sekolah yang menjadi sasaran program Kampus Mengajar Angkatan 1 ini yaitu SD/MI Sederajat yang memiliki kriteria bertempat di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), dan masih belum terakreditasi atau maksimal akreditasi C di seluruh Indonesia dengan persebaran mahasiswa dari berbagai kampus yang berjumlah kurang lebih 15.000 hasil dari seleksi puluhan ribu mahasiswa yang mendaftar Kampus Mengajar Angkatan 1 ini.
Salah satu sekolah yang menjadi sasaran Kampus Mengajar Angkatan 1 ini yaitu SD Islam Aljabar yang beralamat di kampung Babakan RT. Â 02 RW. 05 Kelurahan Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Sekolah ini berdasarkan informasi yang didapat dari kepala sekolahnya merupakan sekolah yang baru mendapat izin operasional pada akhir tahun 2020 dan berganti nama yang awalnya MI Aljabar menjadi SDI Aljabar, meski pendiriannya sudah kurang lebih 10 tahun. Mahasiswa Kampus Mengajar Angkatan 1 yang ditugaskan di SDI Aljabar terdapat tiga orang yang berasal dari dua orang mahasiswa UPI, Bandung Program Studi Pendidikan Masyarakat yang bernama Suminar dan Sofura Alqia Dayana serta satu orang dari UPI, Kampus Daerah Sumedang Program Studi PGSD. Mereka bertiga mengabdi di SDI Aljabar selama kurang lebih tiga bulan dengan berbagai program yang diinisiasinya.
Kondisi bangunan sekolah yang hanya terdapat tiga ruang kelas, satu ruang kantor, sebuah masjid, dan lapangan membuat kegiatan pembelajaran memiliki waktu yang terbatas dengan jumlah tiga orang guru diantaranya ada Bu Yanti Mulyanti yang mengajar kelas 1 dan 2, Bu Yulianawati, S.Pd yang mengajar kelas 3 dan 4, dan Pak M. Rifki Ilyas, S.T yang mengajar kelas 5 dan 6 yang mana hal tersebut membuat mahasiswa merasa tergairahkan untuk membantu dan mengabdi di sekolah tersebut. Ketiga mahasiswa itu membantu dalam mengajar satu kelas perorang untuk meringankan tanggung jawab setiap guru dan sebagai peningkatan literasi dan numerasi murid-murid di sekolah itu.Â
Selain mengajar, mahasiswa membuat program membuka donasi dana dan buku bacaan dengan tujuan membantu sedikitnya untuk sekolah, kemudian membuat kegiatan untuk mengenalkan media pembelajaran online kepada guru dan murid-muridnya dalam rangka adaptasi teknologi. Program lain diantaranya praktik mencuci tangan yang betul dalam rangka adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi, mengajari anak mengaji dan menghafal al-Quran karena program unggulan sekolah ini adalah Tahfidz, memotivasi anak dalam meraih impiannya, pengelolaan lingkungan sekolah, administrasi sekolah, membuat kerajinan dari barang bekas, dan membuat perlombaan-perlombaan kreativitas anak.
Program-program yang dibuat mahasiswa kampus mengajar angkatan 1 di atas disambut baik anak-anak. Anak-anak sangat antusias dan bersemangat dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh kakak-kakak mahasiswa kampus mengajar, begitu sapanya. Pun guru-guru merasa senang dengan adanya mahasiswa yang ditugaskan dalam Kampus Mengajar Angkatan 1 ini karena selain dapat membantu guru juga bisa memotivasi anak untuk terus melanjutkan pendidikan. Dan ketika waktu pengabdian telah selesai pun kepala sekolah SDI Aljabar yang dipegang Bu Yulianawati, S.Pd berharap bahwa mahasiswa bisa melanjutkan pengabdiannya di sekolah karena melihat para murid-muridnya sudah terbilang dekat membuat beliau tidak tega melepaskan dan memisahkannya.
Melihat akan hal itu, program Kampus Mengajar Angkatan 1 ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan motivasi anak dalam belajar terutama di wilayah 3T yang mana kegiatannya bisa menjadi ajang belajar sepanjang hayat untuk para mahasiswa, guru, anak-anak, dan masyarakat sekitar. Dan pada tahun 2021 ini juga, program Kampus Mengajar membuka Angkatan ke 2 yang mana sasaran sekolah dan mahasiswanya lebih luas yaitu tingakat SD/MI Sederajat dan SMP/MTs Sederajat dengan persebaran kurang lebih 21.000 mahasiswa di seluruh Indonesia.
Semoga bermanfaat dan semangat belajar dalam menggapai impian! J
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H