Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sudah Saatnya Guru Indonesia Move On

30 Mei 2024   16:08 Diperbarui: 8 Juni 2024   17:45 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Ketiga Pembelajaran. (Foto: Dokumen Pribadi UAW)

Sesungguhnya guru bukanlah profesi. Mengapa demikian? Amsalnya, semua orang yang berbagi pengetahuan dan pengalaman tanpa pamrih bisa menyandang predikat guru. 

Mereka belajar dari kehidupan dan pengalamanya. Ibarat mata pisau yang selalu terasah, bukan semakin tumpul namun tajam saat dibagikan kepada banyak orang.

Lalu bagaimana dengan guru yang mengajar di suatu Lembaga Pendidikan. Sudahkan mengajar sepenuh hati, tanpa pamrih, berdasar pengalaman hidup, dan untuk kepentingan hidup anak didiknya? Satu hal yang perlu dipertanyakan dalam kondisi dunia Pendidikan di Indonesia saat ini.

Banyak orang merasa gelisah dengan dunia Pendidikan Indonesia saat ini. Di mana saat ini kurikulum bergulir sangat dinamis. Beralih dari sistem ke sistem lainnya. Bukan berarti sistem yang baru tidak bagus, namun selalu dirasa tidak mudah untuk menyesuaikan.

Saat ini, di Indonesia menerapkan Kurikulum merdeka. Sebenarnya, memiliki tujuan yang sangat bagus. Proses pembelajaran di Kurikulum Merdeka ditujukan untuk mewujudkan pembelajaran siswa yang holistik dan kontekstual. Sehingga pembelajaran semakin bermanfaat dan bermakna bagi siswa, bukan hanya sekedar hafal materi saja. 

Memiliki arah perubahan struktur kurikulum yang fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasaan kepada guru, serta adanya aplikasi yang memudahkan guru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Menilik hal tersebut, sudahkah kurikulum merdeka dilaksanakan sebagaimana mestinya?

Penerapan Kurikulum Merdeka

Kurikulum merdeka telah diluncurkan dan dilaksanakan mulai dari tahun 2020. Kemendikbudristek, tentunya telah melakukan evaluasi atas pelaksanaannya. 

Dari hasil evaluasi yang dilakukan, hasilnya menunjukkan, masalah terbesar dalam pelaksanaan kurikulum merdeka adalah mengubah paradigma guru untuk menggunakan kurikulum merdeka. Hal tersebut diungkapkan Taufiq Damardjati, Pengembang Ahli Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, pada kompas.com.

Jika merujuk dari hasil evaluasi di atas, guru yang menjadi garda terdepan Pendidikan, masalahnya. Namun apakah semua guru belum menjalankan proses Pendidikan yang menyenangkan seperti yang diamanatkan oleh Kurikulum Merdeka. 

Tentunya sudah banyak guru-guru yang menjalankan proses Pendidikan menggunakan Kurikulum Merdeka dengan baik. Mengajar dengan hati, memanusiakan manusia, dan tentunya mengajar dengan menyenangkan. Memberikan pemerdekaan kepada peserta didik untuk menjadi dirinya sendiri. Mendidik mereka agar mampu mencapai apa yang menjadi keinginannya.

Banyak guru yang sudah menjalani pembelajaran yang menyenangkan dan menggunakan hati. Hal tersebut tergambar dalam film dokumenter yang disajikan oleh Kemendikbudristek. Banyak hal positif yang telah dilakukan oleh guru-guru untuk peserta didik.

Namun demikian, mengapa masih banyak kendala di lapangan. Mengakibatkan pelaksanaan kurikulum tidak berjalan pada rel yang semestinya. Pertama, kebanyakan guru masih menggunakan paradigma lama. 

Pembelajaran yang berpusat pada guru, Teacher center. Menggunakan metode konvensional, seperti ceramah, mengerjakan soal Lembar Kerja Siswa (LKS), mengejar konten materi. Bukan mengedepankan pemahaman yang berarti untuk peserta didik. 

Kedua, belum paham betul filosofi kurikum merdeka seperti konsepnya Ki Hajar Dewantara. Yaitu Ing ngarsa sung tuladha (Di depan menjadi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah mampu memberikan motivasi), tut wuri handayani (di belakang memberikan dukungan). 

Mengapa demikian, guru masih memikirkan pola dalam kurikulum merdeka, sehingga bersifat administratif. Seandainya guru mampu memahami filosofi tersebut, tentunya Pendidikan akan berjalan dengan baik. Sehingga melahirkan generasi emas yang benar-benar berkarakter.

Mengembalikan Esensi Pendidikan

Sebagai pendidik, tentunya tidak layak jika dijadikan kambing hitam terkendalanya penyelenggaraan Pendidikan di negeri ini. Meskipun masih banyak guru yang enggan beranjak dari tidurnya, namun telah banyak pula guru yang menginginkan perubahan dalam Pendidikan. 

Mengajar dengan berbagai  metode agar peserta didik menjadi dirinya sendiri. Menjadi manusia cerdas yang tidak terkungkung oleh kurikulum. Merdeka dalam arti sesungguhnya. Sudah sepantasnya saat ini guru mulai mengubah paradigma.

Mengubah metode pembelajaran teacher center menjadi student center. Yang mana, peserta didik diarahkan menjadi pemimpin pembelajaran. Manusia yang mampu memimpin dirinya sendiri maupun orang lain. 

Menjadi manusia yang cerdas dan kritis mengenai apa yang dia rasakan dan ia alami. Tidak sekadar memenuhi target kurikulum seperti yang lalu. Karena pada dasarnya setiap anak memiliki hak untuk memilih apa yang mereka ingin pelajari.

Menjadi guru dengan segudang prestasi memang sudah seharusnya. Namun bagaimana guru diharapkan dan dirindukan kehadirannya di kelas, menjadi prestasi tertinggi. 

Guru yang selalu diharapkan peserta didik di kelas pasti memiliki integritas yang baik. Dekat dengan peserta didik dan memiliki metode mengajar yang menyenangkan. 

Melakukan komunikasi dengan baik. Lebih banyak melakukan dialog di ruang ketiga. Sehingga memunculkan kedekatan dan ide-ide kreatif baik itu guru maupun peserta didik.

Suasana Pembelajaran yang menyenangkan. Dokumen Pribadi UAW
Suasana Pembelajaran yang menyenangkan. Dokumen Pribadi UAW

Selain mengajar dengan menyenangkan, sudah seharusnya guru menggunakan hati pada saat mengajar. Mengapa demikian, sebab 

segala sesuatu yang datang dari hati akan sampai ke hati.

Apa makna di balik semua itu. Sebagai pendidik, sesungguhnya tidak sekadar mengajar, namun pula mendidik. Mengajarkan bagaimana mereka memiliki sikap yang baik, manusia berkarakter, cerdas, dan tangguh dalam menghadapi kehidupan. Jika tidak menggunakan hati, bagaimana hal tersebut dapat tercapai.

Setiap orang ingin diperlakukan sama, yaitu sebagaimana manusia sesungguhnya. Ketika guru memerlakukan murid sebagai manusia yang memiliki strata di bawah guru, maka murid hanya akan patuh saat berada di depan guru. 

Namun saat guru dan peserta didik adalah manusia yang sama, maka di situlah akan terjadi dialog yang harmonis. Murid mau menyampaikan banyak hal. 

Mengutarakan isi hati dan kepalanya. Guru juga akan lebih banyak bisa menggali potensi peserta didik. Mendampingi mereka menuju cita-cita yang diinginkan. Membimbing mereka pada saat mereka mengalami kesulitan.

Kesetaraan Guru dan Peserta Didik. Dokumen Pribadi UAW
Kesetaraan Guru dan Peserta Didik. Dokumen Pribadi UAW

Kini, pertanyaan terbesarnya, apakah benar guru di Indonesia belum mengajar dengan hati? Belum memanusiakan manusia terhadap peserta didik. Untuk bisa menjawab hal tersebut, tentu butuh data akurat kondisi di lapangan. 

Kenyataannya telah banyak guru-guru, pemerhati Pendidikan, yang telah mengajar dengan menyenangkan bagi peserta didik, kembali mengajar dengan hati, dan memanusiakan manusia. Hal itu terbukti telah adanya gerakan-gerakan untuk memajukan Pendidikan di Indonesia demi generasi emas.  

Jika masih ada data, banyak guru yang belum move on dari mengajar menggunakan paradigma lama, tentunya hal tersebut menjadi PR bagi kita semua. Baik itu yang telah berkecimpung dalam dunia Pendidikan maupun siapapun pemerhati Pendidikan. Mereka yang ingin Pendidikan di Indonesia lebih baik. 

Mengingat, sesungguhnya Pendidikan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab guru namun semua orang yang menginginkan anak cucu kita mampu mewarisi Indonesia yang kaya dan memiliki generasi yang luar biasa yang mampu bersaing di kancah dunia. [UAW]

Sumber rujukan:

https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/

kompas.com/edu

https://www.youtube.com/watch?v=ysVb51lHuDQ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun