Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Takwa, Hadiah Terindah bagi Hati yang Amanah

8 Juni 2018   22:29 Diperbarui: 8 Juni 2018   22:41 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: islamicsoftware1.blogspot.com

Sewaktu kecil, saat puasanya lancar, tidak ada yang bolong, selalu diberikan hadiah. Baik berupa uang maupun baju, sepatu, atau sandal. Hal itu sebagai bentuk motivasi orang tua kepada anaknya yang masih kecil untuk berpuasa. Selain itu sebagai bentuk penghargaan atas usaha keras yang dilakukan anak dalam menjalankan ibadah puasa selama bulan ramadhan.

Pemberian hadiah tersebut baru sebatas hadiah duniawi. Karena tataran anak kecil baru sampai di situ tahapannya. Namun bagaimana dengan orang yang sudah dewasa? Apakah hadiah berupa barang merupakan satu hal yang dinantikan saat lebaran tiba?

Masih mengharap baju baru saat lebaran. Mukena yang masih 'mambu china', istilah barang baru bagi orang Jawa. Atau hadiah THR yang besar di akhir bulan ramadhan, sehingga bisa digunakan untuk membeli segala macam kebutuhan. Kemudian mengharap pujian atas segala ibadah yang dilakukan. Juga segala sesuatu yang dikenakan dan disuguhkan kepada tamu sekadar mengharap pujian dan ucapan terima kasih.

Sebagai ummat muslim yang sudah dewasa dengan tataran keimanan lebih tinggi dibanding anak-anak tentu memiliki mindset sendiri mengenai hadiah lebaran. Bukan lagi berharap hadiah berupa barang, namun hadiah indah yaitu kadar keislaman dan keimanan yang lebih baik dan lebih tinggi.

Takwa Hadiah Lebaran Terindah

Hadiah lebaran selalu diidentikkan dengan barang yang indah pemberian orang lain kepada kita. Hadiah tersebut diberikan saat lebaran tiba. Tentu sangat senang sekali jika hadiah tersebut diberikan oleh orang terkasih kita. Misalnya dari orang tua kepada anaknya. Dari cucu kepada nenek atau kakeknya. Dari anak yang merantau kepada orang tuanya. Dari sahabat kepada kita, dan lain sebagainya. Kebetulan, sesudah dewasa, saya tak pernah mendapat hadiah lebaran itu.

Bagaimana jika hadiah itu diberikan oleh yang maha kasih, yaitu Allah SWT. Allah yang mencintai dan menyayangi kita. Sungguh akan sangat bahagia bukan? Hadiahnya adalah ketakwaan. Hadiah yang dinantikan, termasuk saya adalah hadiah yang dijanjikan oleh Allah SWT, yaitu "la'alakum tattakuun" pada saat selesai menjalankan ibadah ramadhan.

Predikat takwa ini adalah hadiah terindah yang diberikan kepada kita saat mampu melewati bulan ramadhan. Lulus dengan segala godaan selama menjalankan ibadah puasa. Kesannya klise, tapi itulah sebenarnya. Tujuan ibadah ramadhan adalah untuk mendapat hadiah berupa ketakwaan. Bentuknya tak nyata, pun tak diberikan dalam bentuk barang atau terlihat oleh mata. Diberikan kepada ummat muslim yang amanah, mampu menjaga ketakwaan itu sendiri.

Ketakwaan itu sendiri merupakan tanda keberhasilan dan kemenangan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapatkan kemenangan. Takwa memiliki makna yang sangat mendalam. Untuk memahami takwa itu sendiri dapat dimaknai dengan menjabarkannya berdasar huruf di dalamnya. Jadi, kata takwa dalam bahasa arab memuat tiga huruf Ta, Qof, dan Wau. Ta berarti Tawadhu', Qo berarti Qonaah, dan Wau berarti Wara'.

Tawadhu' adalah rendah hati terhadap sesama/orang yang beriman. Seseorang yang tawadhu selalu menerima kebenaran dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Tidak memiliki sifat sombong kepada siapapun, termasuk kepada Allah SWT sebagai penciptanya. Tawadhu' akan semakin sempurna jika seseorang telah menghilangkan kesombongannya. Semakin kecil kesombongannya, semakin tinggi tingkat ketawadhu'annya. Semakin kecil kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu'annya dan begitu juga sebaliknya.

Tawadhu' ini diterangkan dalam Kitab Ihya 'Ulumuddin, Al Ghazali. Ahmad Al Anthaki berkata: "Tawadhu' yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu". Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu & membanggakan diri.

Qonaah, adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana'ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah SWT. 

Saat memiliki sifat qonaah, dia selalu berlapang dada, berhati tenteram, merasa kaya dan berkecukupan, dan bebas dari keserakahan. Memiliki kekuatan batin yang mendorong seseorang untuk meraih kemenangan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia ALLAH SWT.

Wara'. Wara' adalah menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat & meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram. Betapa bersyukurnya jika kita memiliki sifat wara'. Artinya kita benar-benar dijaga dari barang haram yang dapat mengotori jiwa kita. Sehingga bersihlah jiwa raga di hadapan Allah SWT.

Jadi, dengan mengetahui makna takwa, hadiah terindah dari Allah SWT, tak aka nada keinginan lain lagi untuk memiliki hadiah indah dalam bentuk barang. Karena hadiah-hadiah tersebut sudah termaktub dalam makna ketakwaan itu sendiri.

Hadiah lebaran apalagi yang ditunggu oleh ummat muslim saat lebaran selain ketaqwaan. Dengan ketaqwaan kita dapat gunakan selama-lamanya. Bermanfat dunia akhirat. Meski akan berkurang atau bertambah sesuai kadar keimanan seseorang, namun di situlah kita dapat belajar memaknai arti dari sebuah perjuangan selama bulan ramadhan. Terbayar dengan satu hadiah yang hakiki tak sekadar barang bisa dinikmati hari ini, habis, lalu mencari lagi. Namun hakikat taqwa abadi dalam hati. Wallahu'alam bisawab.

-Ummi Azzura Wijana-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun