Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kompasianer Sri Wintala Achmad Tulis Lakon dan Pentaskan "Karna Tanding"

8 Mei 2018   16:09 Diperbarui: 8 Mei 2018   19:01 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teater Karna Tanding, sebagai sebuah karya seni yang menggabungkan musik, drama, pewayangan, dan tari ditulis dan dipentaskan oleh Dewan Kesenian Cilacap, Sabtu, 5 Mei 2018. Konsep pertunjukan Teater yang jarang dilakonkan, ditulis berpijak pada konsep filosofis yin-yang, kehidupan disimbolkan dengan  putaran lingkaran hitam-putih hingga tercipta warna kelabu.

Karenanya kehidupan tidak bisa dilepaskan dengan dua warna yakni hitam yang  melambangkan angkara murka  dan putih sang lambang kebajikan. Dua warna  saling kait-mengait hingga memberikan dinamika kehidupan manusia di alam  maya (alam kelabu). Suatu alam yang berada di antara alam pra kelahiran  dan alam paska kehidupan (kematian).

Kolaborasi Wayang. Foto: Ummi Azzura
Kolaborasi Wayang. Foto: Ummi Azzura
Menurut Sri Wintala Achmad, penulis lakon sekaligus sutradara Karna Tanding menyampaikan, "Konsep filosofis di muka sebagai pijakan pertunjukan seni  kolaboratif  Karna Tanding oleh Dewan Kesenian Cilacap (DKC) di Dwijaloka  pada  Sabtu, 5 Mei 2018. Suatu pertunjukan yang memadukan seni pakeliran   Jawa, teater, tari, dan musik dengan memertimbangkan unsur artistik,   kreasi, dan eksplorasi. Pertunjukan ini pula memerankan seni sebagai   media rekreatif, edukatif, dan kontemplatif filosifis bagi publik yang   mulai cenderung berorientasi pada materi dan kapital."

Kolaborasi Tari. Foto: Ummi Azzura
Kolaborasi Tari. Foto: Ummi Azzura
Bahwa dalam jagad pakeliaran Jawa, dua sisi sifat pada kehidupan  manusia tersebut dilukiskan melalui Kakawin Bharatayuddha karya Rsi  Vyasa yang kemudian diadaptasi Mpu Sedah dan Mpu Panuluh -- dua pujangga  Kadiri di era pemerintahan Mapanji Jayabhaya, lanjutnya.

Karna Tanding. Foto: Ummi Azzura
Karna Tanding. Foto: Ummi Azzura
Dalam karya tersebut  disiratkan bahwa perang trah Bharata antara Korawa dan Pandawa bukan  merupakan persoalan benar-salah atau menang-kalah, melainkan komunikasi  dialogis antara hitam dan putih atau kebajikan dan angkara murka di  dalam jiwa manusia.

Pelukisan persetubuhan dua sifat manusia pada Kakawin  Bharatayuddha ditandaskan pada perang tanding antara Arjuna dan Karna.  Arjuna sang putra Bhatara Indra dan Karna sang putra Bhatara Surya  melambangkan air dan api. Dua materi yang memberikan suasana sejuk  (ketenangan) dan panas (keberanian) bagi manusia. Karenanya bila sifat  tenang tercerabut, keberanian yang tidak terkendali akan menimbulkan  kehancuran. Sebaliknya bila sifat berani musnah, manusia akan menjadi  pemalas atau mati sajroning urip. 

Foto: Ummi Azzura
Foto: Ummi Azzura
Ditandaskan bahwa gelar seni kolaboratif Karna Tanding tidak akan  bermakna jika tidak dipahami sebagai serat ginelar. Suatu karya sarat  wewarah (ajaran) yang disampaikan tanpa menggurui. Pengertian lain,  audience dapat menangkap makna di balik babaran kisah dari awal hinggal  penghujung pertunjukan, pungkasnya.

Sri Wintala Achmad. Penulis lakon dan sutradara. Foto: Dokpri.
Sri Wintala Achmad. Penulis lakon dan sutradara. Foto: Dokpri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun