Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karya Dunia Hening

10 Maret 2018   14:11 Diperbarui: 10 Maret 2018   14:16 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memiliki kemampuan intelektual dan kreativitas tinggi menjadi harapan setiap orang. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi menjadikan seseorang kritis dalam berpikir serta memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Hal itu akan lengkap lagi dengan keterampilan dengan kreativitas yang tinggi. Menjadikan kemampuan seseorang menjadi lengkap.  Tinggal bagaimana memanfaatkannya dengan baik.

SLB-B YPPALB Kota Magelang. Foto: Ummi Azzura
SLB-B YPPALB Kota Magelang. Foto: Ummi Azzura
Tak ubahnya dengan anak-anak SLBB YPPALB Kota Magelang ini. Dengan segala keterbatasan, penyandang disabilitas tuna rungu ini mampu membuktikan kreativitasnya.

Karya Nyata. Foto: Ummi Azzura
Karya Nyata. Foto: Ummi Azzura
Berkat bimbingan dari guru-guru yang sabar, anak-anak yang terlihat sebaya, namun memiliki jenjang pendidikan berbeda. Ada yang dari SD, SMP, dan SMA. Mereka membuat kerajinan tangan yang hasilnya luar biasa.

Batik. Foto: Ummi Azzura
Batik. Foto: Ummi Azzura
Batik tulis yang dipajang di tempat pameran ini merupakan karya anak-anak, bukan karya titipan. Hasilnya bagus. Dengan motif Magelang, seperti kebon polo, bayeman, dan lain sebagainya. Terlihat seorang alumni SLB berwajah cantik mendemonstrasikan kegiatannya dalam membatik menggunakan canting. Hasilnya bagus karena dibuat sepenuh hati, hati-hati, dan tekun.

Membuat Bunga dari Botol Bekas. Foto: Ummi Azzura
Membuat Bunga dari Botol Bekas. Foto: Ummi Azzura
Ada lagi seorang anak laki-laki yang menggunakan alat sejenis soldier membuat bunga-bunga dari botol air mineral bekas. Penuh konsentrasi dia membuatnya dan hasilnya tak pernah terbayangkan. Sangat unik dan ada sentuhan 'art' nya.

Pak Budi, salah satu pengajar SLB menyampaikan, anak-anak ini diarahkan sesuai dengan kemauan dan potensinya. Ada salah satu anak yang hobi mendesain. Mendesain gantungan kunci sederhana bisa ia lakukan dengan cepat. Bahkan anak ini sudah bisa mendesain robot yang dibuat dari kertas untuk dibongkar pasang Robot Paper Toy).

Gantungan Kunci. Foto: Ummi Azzura
Gantungan Kunci. Foto: Ummi Azzura
Di sekolah ada juga beberapa mesin jahit, namun karena keterbatasan kemampuan guru untuk mengajar menjahit, sehingga mesin jahit sering menganggur, sambung Budi. Jika ingin mengundang guru tamu sekolah belum mampu memberikan honor. Akhirnya kami hanya mengajarkan keterampilan sederhana. Seperti tempat tissue, sarung bantal, dsb.

Membuat Kerajinan Tangan. Foto: Ummi Azzura
Membuat Kerajinan Tangan. Foto: Ummi Azzura
Karya anak-anak ini mahal 'nilai'nya tapi bukan mahal harganya, kata Pak Budi. Kenapa, karena untuk bisa menjadikan anak-anak bisa membuat sendiri dengan kreativitas sendiri membutuhkan proses, waktu yang panjang, dan kesabaran yang luar biasa.

Jika ada yang ingin minta hasil karya anak-anak, akan kami berikan. Kami justru bangga. Artinya anak-anak dengan kemampuannya mampu memberikan karyanya. 'Wong' mereka diajak pameran saja mereka sangat senang.

Namun jika ada seseorang yang ingin membeli kemudian menawar tanpa memberikan penghargaan atas hasil jerih payah anak-anak saya sangat sedih. Tutup Budi berkaca-kaca. Nampak kesedihan menggantung di matanya. Terlihat pula ketulusan pengabdiannya membimbing anak-anak disabilitas ini.

Di sini ada pelajaran yang bisa diambil. Bahwa kreativitas itu mahal nilainya jadi harus dihargai. Jangan sampai menilai sesuatu dari siapa namun menilai hasil kreativitas itu sendiri seperti apa. (Ummi Azzura Wijana)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun