Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak SD Tawuran, Salah Siapa?

28 Februari 2018   20:38 Diperbarui: 28 Februari 2018   21:25 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bonsaibiker.com

Bangsa Indonesia memiliki persoalan yang sangat kompleks, semisal: kesenjangan ekonomi, sosial, politik, ketidakadilan hukum, korupsi, kerusakan lingkungan, penyalahgunaan narkoba, pornografi di kalangan pelajar, tawuran pelajar, pemerkosaan, serta kekerasan di muka umum.  Persoalan bangsa ini akan memengaruhi pola pikir dan pemahaman masyarakat. Di mana perilaku masyarakat yang santun, selalu mengedepankan musyawarah mufakat, kearifan budaya lokal, toleransi, dan gotong royong telah bergeser ke arah sikap mengutamakan kepentingan sendiri, saling mengalahkan dan menyalahkan, serta tidak jujur.

Persoalan di muka jika dikaitkan dengan dunia pendidikan sangat memengaruhi tidak suksesnya proses pendidikan di dalam menyiapkan peserta didik berkarakter bila tidak diatasi. Demikian pula amanat Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ingin mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia, berpengetahuan cerdas, serta berkepribadian tinggi tidak dapat dicapai.

Pencapaian amanat undang-undang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: pertama, faktor internal. Di mana institusi pendidikan yang berupaya untuk menyiapkan peserta didik berkarakter agar mampu hidup di lingkungannya serta tidak mudah terpengaruh sering terhambat dengan faktor lingkungan luar yang tidak selaras dengan ajaran di sekolah.

Kedua, faktor eksternal. Di mana lingkungan peserta didik berinteraksi dengan orang lain tidak sesuai dengan bimbingan institusi pendidikan. Apa yang dilihat dan didengar bertentangan. Lingkungan dan institusi pendidikan saling berseberangan. Hingga peserta didik mudah terpengaruh, tidak memiliki karakter dan jati diri. Kekurangsesuaian ini menjadi persoalan dan tanggungjawab besar pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat untuk menyelaraskannya berdasarkan amanat pendidikan.

Tawuran Anak SD

Secara faktual bahwa banyak pelajar yang tidak memiliki karakter dan jati diri masih mudah terpengaruh dengan perilaku kekinian, salah satunya tawuran.Tawuran seperti jamak terjadi di kalangan pelajar. Hampir setiap hari ada saja berita tentang tawuran pelajar. Pun tidak terdengar, disebabkan tenggelam oleh berita politik atau video-video viral yang kurang kebermanfaatannya.

Seringnya terdengar berita tawuran menjadikan masyarakat menganggap tawuran sebagai satu hal yang umum terjadi. Tapi bagaimana jika tawuran itu terjadi di kalangan anak SD. Baru-baru ini, di salah satu kota di Jawa Tengah terjadi tawuran di kalangan pelajar Sekolah Dasar. Tidak tanggung-tanggung, pelajar SD ini membawa senjata tajam ketika akan melakukan tawuran. Sajam yang diamankan berupaa 3 buah gir sepeda motor bertali dan 1 buah palu besi. Kemudian 2 buah sabit dengan gagang dari paralon.

Miris sekali menyaksikan dan mendengarkan berita ini. Anak SD yang seharusnya menikmati tahun-tahun emas dalam perkembangan justru turun ke jalan melakukan hal yang tidak positif, tawuran. Anak-anak yang sedang tumbuh seolah kehilangan jatidiri sebagai anak-anak yang masih meler ingusnya. Ngompol saat tidur malam hari dalam pelukan ayah-ibunya. 

Pelajar ini menjadi generasi ikut-ikutan yang tidak berpendirian teguh. Pastinya mereka melihat dan mendengar apa yang dilakukan oleh generasi di atasnya (baca: pelajar sekolah menengah) kemudian menirukannya. Tanpa tahu apa sebenarnya yang mereka lakukan.

Munculnya kecenderungan perilaku kekerasan yang terjadi pada pelajar SD tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang semakin menggerus budaya bangsa. Sehingga segala sesuatu yang bersifat kekinian menjadi hal membanggakan dibanding kebanggan terhadap prestasi. Hal ini bisa ditangkap sebagai wujud kemerosotan pendidikan dan peradaban.

Anak-anak Indonesia yang seharusnya sedang giat belajar dan meraih prestasi seperti tidak tercatat di dalam kamus anak-anak. Mereka menganggap bahwa budaya belajar, tekun, cerdas, berakhlak, penurut pada guru dan orang tua, mendapat pendidikan karakter tersebut kurang 'keren' dan 'ndesa'.

Sikap pelajar SD ini sangat memrihatinkan. Karenanya pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat khsususnya orangtua harus lebih gigih memberikan perhatian ekstra agar anak-anak usia SD ini mampu mengembangkan potensinya dengan baik.

Peran Orang Tua

Orangtua adalah tempat pendidikan pertama bagi anak. Jadi peran orang tua yang akan membentuk karakter anak. Kepedulian orang tua terhadap perkembangan anak akan menumbuhkan potensinya lebih meningkat. Orang tua harus berusaha untuk tidak mementingkan kebutuhan sendiri dengan mencari nafkah demi anak, namun melupakan masa depannya.

Sisa waktu belajar di sekolah dimanfaatkan untuk hal-hal positif. Misalnya dengan kegiatan keagamaan, olah raga, bermain, dan belajar di alam dengan menyenangkan. Tidak asal anak bahagia, oran tua menyediakan fasilitas yang berlebihan yang tidak sesuai umur, misalnya telepon genggam untuk main game dewasa, menonton televisi berlama-lama tanpa didampingi orang tua, dibiarkan mengendari motor dan mobil, dan lain sebagainya.

Diharapkan dengan pendampingan, perhatian, dan kegiatan positif tersebut pelajar SD ini bisa memanfaatkan waktunya dengan baik. Tidak terpengaruh dengan hal-hal negatif yang mungkin saja muncul dari media, baik media online maupun media televisi, dan media cetak yang mungkin saja mereka lihat tanpa sengaja.

Peran Sekolah

Sekolah yang menjadi tempat menimba ilmu sebaiknya menjadi sebaik-baik tempat dalam menempa karakter peserta didik. Sekolah tidak hanya memberikan pelajaran namun pendidikan karakter. Anak-anak dipahamkan dan ditanamkan pendidikan karakter agar menjadi menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Menjadi generasi bangsa yang berkarakter dan bermartabat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan cara apa? Bisa dengan pembiasaan-pembiasaan yang baik saat di sekolah dan hal lain yang bermanfaat.

Untuk itulah sekolah sebaiknya melakukan tindakan-tindakan preventif agar perilaku negatif seperti tawuran yang (ternyata bisa) terjadi di kalangan pelajar SD tidak terjadi. Pertama, Institusi pendidikan tetap memertahankan dan mengawal pendidikan karakter berwawasan kebangsaan di sekolah. Hal ini dapat memotivasi peserta didik untuk meningkatkan sikap disiplin, kerja keras, mandiri, dan kreatif. Peserta didik pun akan memiliki sikap toleransi, demokratis, spirit kebangsaan yang tinggi, cinta tanah air, dan cinta damai.

Kedua, Kegaitan literasi sekolah untuk memotivasi peserta didik agar memiliki kebiasan gemar membaca dan rasa ingin tahu yang tinggi. Berakhlak mulia dan berperilaku jujur. Mampu bersahabat, memiliki kepedulian sosial, dan peduli terhadap lingkungan sekitar.

Apabila dua dukunga dari orang tua dan sekolah ditempuh, maka pendidikan karakter di kalangan pelajar akan menjadi benteng terhadap pengaruh buruk pada perila anak. Kegiatan yang tidak selaras dengan perkembangan masa emas anak usia SD,

Magelang, 28 Februari 2018

Ummi Azzura Wijana

Rujukan:

www.jawapos.com

www.bonsaibiker.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun