Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Baru Jadi Kompasianer, Sudah Lima Belas Ribu "Viewers"

27 Februari 2018   21:18 Diperbarui: 27 Februari 2018   21:45 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan teknologi yang semakin pesat memengaruhi pola hidup masyarakat. Orang lebih banyak menggunakan teknologi informasi untuk mendapatkan informasi dengan cepat. Dilansir okezone.com, masyarakat perkotaan Indonesia menggemari konsumsi berita melalui telepon genggam (smartphone). Persentasenya mencapai 96 persen yang merupakan angka tertinggi dibandingkan media lain seperti televisi 91 persen, surat kabar 31 persen serta radio 15 persen dan lainnya. Pengguna telepon genggam tersebut digunakan untuk membaca berita online. Di mana cenderung didominasi oleh kelompok usia 33-42 tahun. Artinya media online menjadi bahan rujukan bacaan bagi pengguna smartphone.

Media online sekarang kebajiran penulis yang dulunya menulis di media cetak. Dulunya, hingga sekarang, masih menulis buku dan Koran. Beralihnya kiblat para penulis tersebut karena pembaca media cetak saat ini sangat jauh berkurang. Media cetak yang dicetak oplahnya juga turun drastis. Pada sebuah pembicaraan dengan salah satu penulis, seorang redaktur mengatakan, dahulu iklan satu halaman penuh berwarna bisa membayar 60 juta. Sedangkan saat ini hanya membayar 6 juta. Jadi tak heran jika oplah media cetak khususnya Koran semakin hari semakin menurun. Popularitasnya kalah dengan telepon genggam dengan kecepatan informasi dalam hitungan detik.

Salah satu penulis yang mulai (lagi) melirik media On Line adalah seorang penulis beberapa bahasa (Jawa, Indonesia, Inggris) bernama Sri Wintala Achmad. Penulis yang mempunyai kalimat sakti 'Menulis itu Gampang' ini sejak 9 Februari bergabung di Kompasiana. Media On line nomor satu di Indonesia. Semangat menulisnya sangat luar biasa. Hal ini mungkin terbawa dari disiplin kesehariannya saat menulis untuk novel dan buku sejarah, keahliannya dalam menulis. Setiap hari mengunggah naskah tulisan di Kompasiana.

Sri Wintala Achmad dalam Borobudur Writers and Cultural Festival 2016. Dokpri.
Sri Wintala Achmad dalam Borobudur Writers and Cultural Festival 2016. Dokpri.
Tulisannya tidak jauh dari genre yang ia geluti yaitu sastra dan sejarah. Ia katakan: Mencipta karya sastra itu sesungguhnya susah karena harus memenuhi standar kualitas. Hal ini terlihat dari naskah-naskah yang ia unggah di Kompasiana yang tidak meninggalkan kualitas tulisan. Tercatat dari 74 naskah yang diunggah selama kurang lebih tiga minggu, 45 tulisan yang menjadi pilihan admin Kompasiana. Sedang lima yang lain diganjar Headline. Lebih fantastis lagi, viewernya selama tiga minggu tersebut sudah mencapai 15.840 hingga tulisan ini dibuat.

Sumber: Kompasiana
Sumber: Kompasiana
Penulis yang tak mau lagi disebut sebagai penyair ini memulai mencipta karya sastra (puisi) yang dimulai pada tahun 1984. Menurutnya, belajar mencipta karya sastra berupa puisi, ternyata banyak manfaat yang berguna hingga kini. Proses penciptaan puisi yang selalu menekankan pemilihan kata yang tepat dan menjaga efektivitas kalimat selalu digunakan dalam mencipta cerpen, novel, atau esai.

Sungguhpun, menurut dia, terdapat kesamaan dalam proses penciptaan puisi, cerpen, novel, dan esai, Win, biasa ia dipanggil, ia salalu menggunakan imajinasi, intuisi, dan sensedalam menulis. Menurutnya dalam menulis cerpen dan puisi jarang melakukan riset. Namun saat menulis novel (fiksi) sejarah atau novel berlatar tempat-tempat sejarah ia sering melakukan riset.

Falsafah Kepemimpinan Jawa. Dokumen SWA
Falsafah Kepemimpinan Jawa. Dokumen SWA
Riset yang ia lakukan adalah dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah, membaca buku-buku, menganalisis, dan mengintepretasi sejarah yang selama ini diyakini sebagai fakta oleh masyarakat awam. Dari situ inspirasi bisa didapatkan.

Dalam penciptaan karya, ada satu pengalaman mistik yang pernah ia alami. Pengalaman mistik yang pernah ia alami saat menyelesaikan novel Zaman Gemblung, Novel Biografi R. Ng. Ranggawarsita III. Pada waktu itu dini hari pukul 02.000, ketika sedang menyelesaikan kisah meninggalnya R. Ng. Ranggawarsita III ia sempat mencium aroma kemenyan Jawa yang menyeruak dari luar rumah. Tepatnya di luar jendela ruang kerja. Pengalaman ini merupakan pengalaman yang paling berkesan baginya. Baginya, apa yang dia lakukan dalam proses penciptaan karya merupakan proses kreatif.

Novel Ranggawarsita III. Dokumen SWA
Novel Ranggawarsita III. Dokumen SWA
Banyak sekali novel karyanya, yaitu Centhini: Malam Ketika Hujan (Diva Press Yogyakarta, 2011); Dharma Cinta (Laksana, 2011); Zaman Gemblung (Diva Press Yogyakarta, 2011); Sabdapalon (Araska, 2011); Dharma Gandul: Sabda Pamungkas dari Guru Sabdajati (Araska, 2012); Ratu Kalinyamat: Tapa Wuda Asinjang Rikma (Araska, 2012); Kiamat: Petaka di Negeri Madyantara (In AzNa Books, 2012); dan Centhini: Perempuan Sang Penakluk di Langit Jurang Jangkung (Araska, 2012).

Untuk buku kolektif yang diterbitkan banyak sekali. Buku sejarah dan non sejarah juga sangat banyak. Penulis produktif ini, tahun 2018 saja sudah menerbitkan 3 buku. Bisa dikatakan, rata-rata satu bulan dua buku diterbitkan yang merupakan hasil karyanya. Jika dihitung dari tahun 2013 hingga sekarang pasti sangat banyak sekali.

Babad Tanah Jawa. Dokumen SWA
Babad Tanah Jawa. Dokumen SWA
Mengingat media cetak saat ini perkembangannya sedang lesu, bisa jadi media on line seperti Kompasiana ini akan diserbu penulis-penulis media cetak dan buku. Seperti penulis Sri Wintala Achmad dan teman-temannya sesama penulis sastra. Tentu hal ini perlu disambut baik, sehingga ada dinamika penulis dan kepenulisan di media on line. Tidak hanya bloger saja, penulis media cetak pun turut mengisi media on line.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun